-Sekarang lu harus tanggungjawab.Tudingan lain diberengi hujan bogem mentah.
Rokhayah menghablur wajah amarahmassa dengan suara lebih pilu. Rokhayah mengamuk bak singa betina, menjeritmeminta nyawa Hamid. Â Massa jadi lebihberingas.
Hamid jadi tersangka, bertanggungjawabatas kehamilan, keguguran, dan berakhir dengan meninggalnya Iis.
Pertolongan baru datang saatBapak Koramil, Lurah, Kepala Pospol menerobos kerumunan. Mereka menenangkanwarga desa, membawa serta Hamid ke kantor kelurahan. Emak Hamid menyusul,keluarga Hamid  terkesan enggan menemani,namun tetap mereka antarkan Emak Hamid kepada anaknya.
-Bisa atau tidak, ia harusdijebloskan ke penjara. Pernyataan Pak Lurah itu diangguki Drs. Mahmud, Edi,dan Pak Zul.
-Untukproses hukum, biar nanti kita atur. Pak Lurah meyakinkan yang lain.
-Kejadian ini jangan sampai menyulut kerusuhan yang bukan-bukan, kita masihharus waspada sedang ada kerusuhan di mana-mana. Pak Lurah mengingatkan keadaanyang memaksa.
***
Beberapa jenak telah tuntas,Hamid sempat terlelap pulas. Ia bangun, lantas menggosok pelupuk mata denganjemari. Hamid mengelus rambut kusut, menghela nafas, membuang pandang pada tigapetak empang di depan gubuk di pinggiran jalan dekat jembatan itu.
Hamid menguap, menarik punggungke belakang. Kesadaran berhembus kembali. Penglihatan Hamid pun segera cermat.Ia membetot perhatian, melototi tempelan kertas di dinding pelupuh gubuk. Â Terdapat benyak tempelan, yang satu menimpakehadiran yang lain. Beberapa tempelan sobek, di sana terpampang wajah berikutnama empunya wajah. Di sana berderet nama dan wajah berhias lambang-lambangpartai;
-Drs. Mahmud Zaenudin, M.si,Caleg bermartabat, Putra Desa, Membela Kepentingan Rakyat.
-Zulfikar Ali, M.Pd, PemimpinBerhati Bersih, Berjiwa Pancasila dan Religius.