"Om, Abah punya koleksi playboy di rumah! Banyak!"Â Di suatu siang, dengan berbisik-bisik di telinga Bang Deni, Mahmud berhasil membuat kehebohan di posko.
"Hah, kok Mahmud bisa tahu!? Tanya Bang Deni yang terkaget-kaget, mendengarnya. Begitu juga dengan Bang Ihsan dan Mbak Wahyu yang juga mendengar bisik-bisiknya Mahmud.
"Ya tahulah, Mahmud sering melihatnya kalau Abah main". Jawab si Mahmud enteng saja sambil ngemut permen ungu berbentuk kaki.
"Memangnya playboy itu apaan!?"Â Tanya Bang Deni yang semakin syok dan penasaran mendengar jawaban enteng si bongsor.
"Playboy ya playboy Om! Masak orang kota seperti Om nggak tahu playboy?" Tanya si Mahmud balik kepada Bang Deni, terlihat sambil mengernyitkan dahi pertanda keheranan.
Mendengar percakapan Bang Deni dengan si Mahmud, Bang Ihsan dan Mbak Wahyu ikut-ikutan penasaran.
"Om Ihsan boleh lihat playboy-nya nggak!?"Â Tanya Bang Ihsan tidak kalah penasaayo, sambil mendekat ke arah Mahmud.
"Boleh tapi jangan bilang siapa-siapa ya Om, karena kalau ketahuan Abah, Mahmud bisa dimarahi bahkan bisa dihukum!" Jawab Mahmud dengan bahasa Indonesia bercampur bahasa Madura yang terlihat tidak semedok para tetuhanya, sambil pamit pulang, karena sebentar lagi mau mengaji di Mushala haji Hasan.
Besoknya, Bang Ihsan yang kebetulan bertemu Pak Rajab, abahnya si bongsor, Mahmud di pasar, waktu mengantar Mbak Nina belanja bahan makanan harian untuk posko, mencoba melakukan klarifikasi perkataan Mahmud kemarin di posko, tentang playboy.
"Ooooh, Mahmud cerita ya sama mas-mas KKN soal Playboy itu!? Waduh... Mahmuuud, mahmud sudah dikasih tahu ndak boleh riya', tetap saja ngasih tahu ke orang, kan dosa jadinya kalau begini!" Sambil sedikit bersungut-sungut, Pak Rajab malah meminta maaf ke Bang Ihsan terkait kelakuan Mahmud yang disebutnya riya'Â itu
"Saya hanya bermaksud memperkenalkan Mahmud pada dunia lelaki yang sebenarnya mas! Tidak ada maksud lain". Sambung Pak Rajab lagi.