Karena di posko juga tidak ada persediaan makanan untuk makan besar bersepuluh, sedangkan untuk memasak kami juga sudah kepayahan, akhirnya kami putuskan untuk membeli di warung saja, makan siang setengah sore kami kali ini.
Kebetulan, di dekat kantor desa Kabuaran ada Warung Bibi Imah yang menurut Bang Zul, bungsu Haji Hasan pemilik rumah posko kami, menyediakan beberapa menu masakan nasional yang lumayan familiar di lidah dan di kantong, jadi recomended banget katanya.
Untuk itu, dua sejoli yang tanpa terdeteksi radar kita semua, ternyata sudah jadian beberapa hari yang lalu, Kak Rina yang juga "manajer keuangan" kami dan Mas Agus "manajer logistik" kamilah yang bertugas belanja makan siang di warung Bibi Imah.
"Bi, tolong dibungkus sepuluh ya! Eh lauknya apa ya bi yang masih ada?" Mas Agus memesan kepada seorang ibu yang berdiri dibalik etalase kaca.
"Sobung dek!" Jawab si ibu setengah berteriak dengan logat Maduranya yang medok.
"Sop Bung!?" tanya Mas Agus lagi sambil mengernyitkan dahi, tanda ada keheranan dalam hati. "Bung kok di sop?" Tanyanya dalam hati.
"Iya, sobung dek!"Â Jawab si Ibu lagi.
"Sop Bung itu apa? Emangnya anak-anak mau!"Â Tanya Kak Rina ke Mas Agus sambil berbisik.
"Sepertinya Sop Rebung, itu lho bambu muda bahannya lumpia Semarang!? Biar sajalah daripada kita kelaparan!" Jawab Mas Agus sekenanya ke Kak Rina.
"Ooooh ya sudahlah!" Jawab Kak Rina pasrah. "Iya ya daripada kita kelaparan!" Belanya dalam hati.
"Iya sudah bi, bungkus aja sepuluh ya!" Mas Agus menegaskan pada si ibu.