"Kepala desa Pak! Pemimpin desa Kabuaran, kantornya masih jauh!?" Bang Deni berusaha menjelaskan lebih detail.
"Iya dek, kepala desa itu Pak Tinggi di sini, mun kantornya semak saja, dekat! Jalan juga sampai!" Jawab si bapak lagi.
Mendengar penjelasan si bapak yang telah berlalu pergi dengan sepeda anginnya ke arah bawah, akhirnya saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke kampung ditemani Bang Taufik, wakordes dan ternyata apa yang terjadi!
Setelah berjalan hampir dua jam dibawah terik mentari kami masih belum juga menemukan perkampungan. Kiri kanan kami masih didominasi kebun jagung dan tembakau!
Kami atau tepatnya saya, ternyata lupa bin khilaf! Sebagai wong ndeso yang lahir dan besar di lereng gunung, ternyata saya melupakan sebuah rumus paten!
Yah, sebuah rumus yang datangnya entah dari mana, saya juga tidak tahu! Ingat nggak, kalau melakukan perjalanan dikampung apalagi di gunung, setiap ditanya lokasi dan jarak, masyarakat setempat selalu cenderung menjawabnya dengan kata dekat! Dekat saja! Sekilo atau dua kiloan lah! Paling seroko'an juga sampai!? Betul?
Nah ini yang saya lupa! Seharusnya saya ingat, sekilo dua kilo-nya orang di pedesaan itu sekian kali lipat dari seribu meter ukuran di ilmu matematika kita. Naaaah iya kan!?
Tahu kenapa!? Ya jelas bedalah, saya, anda dan yang lainnya dengan orang-orang pedesaan yang jauh lebih segar dan tegar hidupnya! Apalah artinya sepuluh-dua puluh kilometer bagi kita yang bagi mereka ternyata hanya sekiloan meter saja!? Jauh bagi kita, dekat bagi mereka! Begitu juga berat bagi kita ternyata ringan bagi mereka!
Aaaaah alamaaaaaak, kena prank kita di pintu masuk Desa Kabuaran! Untung nggak semuanya ikut jalan kaki rame-rame...he...he...he...
Baca Juga Yuk! Romansa si Tambeng dan Babi-Babi Belajar di Ketinggian Kabuaran
Padatnya program kerja kelompok KKN kami di Senin Minggu ke-2 kemarin, mengharuskan kami bersepuluh baru bisa kembali ke posko selepas Ashar. Bahkan kami tidak sempat untuk sekedar makan siang.