"Sama sepasang kunang-kunang raksasanya juga?" Bang Deni menyela pemaparanku terkait ide menjadikan tradisi menghalau babi yang full atraksi itu menjadi destinasi wisata, saat kelompok KKN kami berdiskusi dengan Pak Tinggi atau Pak Kades Kabuaran dan Pak Camat beberapa hari kemudian di Posko.
Anehnya, meskipun berusaha tersenyum, gestur Pak Tinggi tiba-tiba berubah ketika mendengar ucapan Bang Deni soal sepasang kunang-kunang itu. Dari yang tadinya sumringah dan terlihat sangat antusias mendengar pemaparan kami, tiba-tiba terlihat menjadi gusar dan gelisah, seperti orang yang ketakutan. Kenapa ya?
Bahkan tiba-tiba, ditengah-tengah obrolan yang belum tuntas itu, Pak Tinggi Amsyari minta ijin untuk pulang. Sebentar saja, katanya mau mengambil sesuatu di rumah.
Sepeninggal Pak Tinggi, kami melanjutkan diskusi dengan Pak Camat yang ternyata baru saja menjabat di Kecamatan Grujugan sekitar sebulan sebelum tim KKN kami di terjunkan ke Kabuaran, jadi beliau juga mengaku masih belum mengenal betul dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat di Kabuaran, termasuk tradisi berjaga babi sebelum panen jagung dan tentunya "legenda" sepasang kunang-kunang raksasa yang tadi disebut-sebut Bang Deni.
Tidak berapa lama Pak Tinggi Amsyari datang dengan membawa seperti buku atau bundel kliping yang dari penampakannya terlihat tampak sudah lumayan tua.
"Adik-adik KKN yang saya cintai dan sayangi, ini saya bawakan kliping milik almarhum orang tua saya yang dulu juga jadi Pak Tinggi di akhir 70-an sampai 80-an".
"Artikel berita yang dikliping abah saya ini didapat dari koran dan majalah yang memberitakan tentang 'legenda' misteri sepasang kunang-kunang di desa kita yang tadi disebut sama Bang Deni. Salah satu diantaranya yang berjudul 'Misteri Sepasang Kunang-kunang di Balik Halimun Kabuaran' yang ditulis oleh wartawan berdasarkan pengalaman saya  yang terjadi kalau tidak salah di sekitar awal 80-an dan traumanya masih tertinggal sampai hari ini".
"Saat itu keluarga kami baru saja pindah ke Desa Kabuaran ini setelah Abah yang memang asli orang sini memenangkan Pilkades atau terpilih menjadi kepala desa yang di sini disebut sebagai Pak Tinggi, disaat Ami atau ebo (ibu) saya sedang hamil besar dan tinggal menunggu hari untuk melahirkan".
"Sore itu, saya sendirian di rumah, karena Abah mengantarkan Ami ke bidan di desa bawah sana, karena mau melahirkan. Selepas Maghrib, karena merasa sangat lapar, saya bermaksud membeli kue atau makanan apa saja yang ada di warung untuk dimakan".Â
"Tapi, beberapa puluh meter dari rumah, tepatnya di balik tegakan pohon trembesi tua di dekat perempatan yang sekarang sudah jadi balai warga itu, saya melihat sepasang kunang-kunang terbang dari jarak sekitar 20 meteran. Karena dasarnya saya suka penasaran sama yang nggak biasa gitu, maka saya datangi sepasang kunang-kunang itu".Â
"Tapi anehnya, pelan-pelan pendar cahayanya berubah menjadi kemerahan-merahan dan semakin memerah darah ketika wujudnya terlihat semakin jelas, besar, besar dan terus membesar ketika didekati dan tiba-tiba hermrmrmrmrmrm! Suara menggeram itu!"