Sudah menjadi jadwal tetap sejak setahun terakhir, tiap malam minggu aku dengan band yang kubentuk bersama teman-teman di kampus, main akustikan di warung makan milik KOPMA alias koperasi mahasiswa yang sejak setahun terakhir terlihat begitu getol melakukan rebranding kepada semua unit usahanya, sejak pengelolaannya melibatkan anak-anak UKM Koperasi yang natabene memang kumpulan anak-anak muda fresh yang bergelimang ide dan gagasan.
Kolaborasi kami dan KOPMA, saat itu layaknya simbiosis mutualisma antara ikan nemo dengan anemon laut, sama-sama memberi untung dan keberuntungan. Ini buktinya!
Memang harus kuakui, bandku bisa main secara reguler di KOPMA lebih karena posisiku yang juga duduk dalam kepengurusan koperasi, daripada nama besar atau prestasi!Â
Eiiiits, tapi jangan under estimate dulu dengan "keperkasaan" band kami ya, karena sebagai band kampus pengusung rock alternatif "angkatan pertama", nama kami cukup disegani di panggung-panggung festival musik rock dan beragam turunannya. Setidaknya di seputar ex karesidenan Besuki, bro!Â
Eh, ada yang tahu daerah Besuki dimana?
Malam Minggu ini, kami sudah menyusun repertoar lagu-lagu yang akan kami bawakan secara live dan seperti penampilan sebelum-sebelumnya, aksi panggung kami juga akan disiarkan secara langsung oleh radio swasta terbaik di Kota Tembakau, Jember.
Sebagian besar repertoar berisi lagu-lagu rock alternatif hasil dari request pengunjung warung dan juga para pendengar Radio Prosalina FM yang selama seminggu sebelumnya telah lebih dulu melakukan polling lagu-lagu pilihan yang nantinya akan kami nyanyikan dan yang menarik, pilihan terbanyak justeru jatuh pada lagu gubahan Frank J. Wilson yang didaur ulang oleh Pearl Jam, Last Kiss!
Tanpa kami duga, penampilan kami malam Minggu ini mendapat kejutan luar biasa dan sama sekali tidak pernah kami duga, ketika anak-anak yang baru magang di KOPMA meminta lagu sebagai persembahan untuk sahabat mereka, Nina yang berulang tahun. Dalam selembar sticky note-nya, mereka meminta lagu I will Survive-nya Gloria Gaynor, tapi minta versi daur ulangnya band alternatif dari Sacramento, California, Cake.
Walaaaaah, karena nggak siap dan juga nggak ada di repertoar, dengan sangat menyesal kami terpaksa tidak bisa meluluskan permintaan mereka dan sebagai gantinya, saat itu kami spontan memainkan lagu selamat ulang tahun dengan racikan musik ala kami dan hasilnya ... pecah!
Baca Juga : Â Elegi Undangan Merah Jambu Bergambar Dirimu!Â
Itulah awal mula aku mengenal Nina, anak Studi Aministrasi Niaga yang baru duduk di semester dua yang baru beberapa hari ini ikut magang di KOMPA dan kebetulan baru hari ini kebagian jaga di warung alias kafetaria.Â
Entahlah, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi! Aku merasa anak ini punya daya pikat yang begitu kuat. Bukan sekedar kecantikan parasnya yang begitu manis, tapi jauh lebih esensial dari itu!
"Aaaaaah! Masak iya, Karim "si Gondong" jatuh cinta?" Dalam hatiku menggumam sendiri, setiap bayangan Nina sukses berkelebat dalam benakku, meskipun tanpa diundang.
"Ya Allaaaaaah, Karim jatuh cinta?"
Semua berjalan begitu saja, aku yang sepertinya memang benar-benar mulai jatuh cinta, semakin hari semakin menaruh harapan lebih pada sosok gadis pendiam yang menurutku juga misterius ini. Meski sejak saat itu sebagian besar waktu kami habiskan bersama di KOPMA, tetap saja aku tidak bisa menebak isi hatinya sampai di suatu senja di teras Masjid Agung Jember, saat  secara tidak sengaja bertemu dalam acara kajian keIslaman yang diadakan LDK alias Lembaga Dakwah Kampus, Nina mengatakan tidak ingin pacaran dan ingin menikah muda seperti yang disarankan oleh mendiang ibunya.
Menurutnya, sekarang ini ada dua orang ikhwan selain aku yang secara serius mendekatinya dan Nina mengaku telah memutuskan, akan memilih siapa saja diantara ketiga ikhwan itu yang paling cepat dan berani melamarnya langsung ke abahnya di Blitar.
Jujur, "challenge" Nina memang sangat menantang, tapi sayangnya ini bukan main-main! Jika berkaca pada kondisiku saat ini, aku merasa masih jauh dari kata siap, terutama untuk urusan penghasilan. Sebagai mahasiswa, sejak awal aku memang sudah mandiri. Dari hasil ngeband, aku biasa membiayai sendiri kebutuhanku kuliah, termasuk biaya hidup selama di Jember. Tapi, untuk membina rumah tangga, sepertinya masih jauh api dari panggangnya alias masih belum cukup. Celakanya lagi, aku buta sama sekali dengan "daya saing" dua ikhwan sainganku.
Waktu terus berlalu. Dua bulan setelah "challenge"Â dari Nina, hari-hariku dipenuhi harap-harap cemas! Sampai di suatu siang, sahabatku sesama perantau dari Kota Brem Madiun yang selama ini berperan besar menjadi "pagar" hidupku dari berbagi pengaruh buruk dunia selama di Jember, aku biasa menyebutnya Ustadz Abdul, memberiku undangan walimahan dengan gadis pilihannya yang ternyata adalah Elnina Khairunnisa alias Nina yang selama ini juga menghiasi mimpi-mimpiku.
Ternyata, Abdul atau Ustadz Abdul, sahabatku sekampung yang dulu sama-sama berangkat ke jember naik kereta api Argopuro seharga 4000 rupiah sekali jalan inilah kompetitor yang memenangkan "challenge"Â dari Nina. Sama sekali aku tidak menyangka, lantas satunya lagi siapa ya!?
Tapi memang wajar dan masuk akal kalau dia pemenangnya. Abdul yang ketua LDK di Kampus, merupakan seorang penghafal Alquran yang dikenal luas sebagai pendakwah, jelas berbanding terbalik dengan aku, musisi gondrong dengan gelar made taje alias masa depan tak jelas yang sepertinya disebut sebagai santrinya saja masih belum layak. Ya sudahlah!
Hari yang dinanti-nanti itupun akhirnya tiba! Sahabat karibku, Ustad Abdul benar-benar gentleman! Dia benar-benar menjadi pemenang yang berhak menyunting "gadis pujaanku dan pujaanya". Di pelaminan, mereka benar-benar duduk berdua dan tampak sangat serasi dan sekali lagi, ya sudahlah ikhlaskan saja!
Aku sudah bertekad kuat untuk memulai lembaran hidup yang baru setelah melihat pancaran kebahagiaan sahabatku Ustad Abdul saat bersanding dengan Nina, dengan melanjutkan mimpi-mimpiku yang lain, membesarkan petaicina band alternatif tempatku mencurahkan semua ide dan gagasanku, serta melanjutkan project menulis novel keduaku yang  sempat terbengkalai.
Bagaimanapun, dunia terus berputar dan bagiku memang harus terus berputar! Layaknya putaran roda, agar bisa berjalan, maka ada bagian roda yang dibawah, disamping dan diatas. Sepertinya, saat sedang merasakan posisi dibawah seperti saat ini, Allah SWT memang ingin memberiku waktu dan kesempatan untuk belajar, termasuk belajar meyakini secara bulat, bahwa manusia memang hanya bisa berencana dan keputusan tetap menjadi hak prerogatif-Nya.
Jodoh, rezeki dan maut adalah rahasia prerogatif-Nya. Sekali lagi, ini buktinya!
Tepat seminggu setelah acara walimahan Nina dan Abdul di Blitar, secara mengejutkan aku mendengar kabar kalau mereka berdua mengalami kecelakaan saat pulang belanja dari pasar besar Blitar. Sahabatku Abdul yang kabarnya sempat mengalami koma sampai seminggu dan sempat sadar beberapa saat, akhirnya meninggal dunia.
Meninggalnya Ustad Abdul sahabatku ini membawa berita mengejutkan buatku, kedua orang tua Nina dan orang tua Abdul tiba-tiba mendatangiku ke Jember dan menyampaikan wasiat Ustad Abdul beberapa saat setelah tersadar dari komanya. Sebelum mengucap kalimat tauhid La Ilaha Illallahh dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, Ustad Abdul berwasiat, "kalau Allah berkehendak lain, memanggilku pulang, tolong kabarkan kepada sahabatku Muhammad Karim Abdul Djabbar di Jember, agar mau menikahi Nina, katakan kepadanya Nina masih suci dan belum saya sentuh".
"Ya, Allah maafkan hamba, ini bukan doa hamba dan hamba bingung harus bersedih atau bahagia!"Â Dalam sujudku yang bersimbah air mata, aku tetap tidak bisa membohongi diriku sendiri. Sedih atau bahagia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H