Hari yang dinanti-nanti itupun akhirnya tiba! Sahabat karibku, Ustad Abdul benar-benar gentleman! Dia benar-benar menjadi pemenang yang berhak menyunting "gadis pujaanku dan pujaanya". Di pelaminan, mereka benar-benar duduk berdua dan tampak sangat serasi dan sekali lagi, ya sudahlah ikhlaskan saja!
Aku sudah bertekad kuat untuk memulai lembaran hidup yang baru setelah melihat pancaran kebahagiaan sahabatku Ustad Abdul saat bersanding dengan Nina, dengan melanjutkan mimpi-mimpiku yang lain, membesarkan petaicina band alternatif tempatku mencurahkan semua ide dan gagasanku, serta melanjutkan project menulis novel keduaku yang  sempat terbengkalai.
Bagaimanapun, dunia terus berputar dan bagiku memang harus terus berputar! Layaknya putaran roda, agar bisa berjalan, maka ada bagian roda yang dibawah, disamping dan diatas. Sepertinya, saat sedang merasakan posisi dibawah seperti saat ini, Allah SWT memang ingin memberiku waktu dan kesempatan untuk belajar, termasuk belajar meyakini secara bulat, bahwa manusia memang hanya bisa berencana dan keputusan tetap menjadi hak prerogatif-Nya.
Jodoh, rezeki dan maut adalah rahasia prerogatif-Nya. Sekali lagi, ini buktinya!
Tepat seminggu setelah acara walimahan Nina dan Abdul di Blitar, secara mengejutkan aku mendengar kabar kalau mereka berdua mengalami kecelakaan saat pulang belanja dari pasar besar Blitar. Sahabatku Abdul yang kabarnya sempat mengalami koma sampai seminggu dan sempat sadar beberapa saat, akhirnya meninggal dunia.
Meninggalnya Ustad Abdul sahabatku ini membawa berita mengejutkan buatku, kedua orang tua Nina dan orang tua Abdul tiba-tiba mendatangiku ke Jember dan menyampaikan wasiat Ustad Abdul beberapa saat setelah tersadar dari komanya. Sebelum mengucap kalimat tauhid La Ilaha Illallahh dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, Ustad Abdul berwasiat, "kalau Allah berkehendak lain, memanggilku pulang, tolong kabarkan kepada sahabatku Muhammad Karim Abdul Djabbar di Jember, agar mau menikahi Nina, katakan kepadanya Nina masih suci dan belum saya sentuh".
"Ya, Allah maafkan hamba, ini bukan doa hamba dan hamba bingung harus bersedih atau bahagia!"Â Dalam sujudku yang bersimbah air mata, aku tetap tidak bisa membohongi diriku sendiri. Sedih atau bahagia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H