Sayang, usaha suami yang sebenarnya cukup untuk menopang kehidupan bersama dua orang buah hatinya tersebut, setahun terkahir juga stop total akibat badai pandemi covid-19.Â
Orang lebih memilih membeli makan dari pada beli souvenir apalagi mainan anak-anak dan libur panjang anak-anak sekolah yang dilanjut dengan aktivitas belajar online dari rumah, jelas memaksa aktivitas antar jemput anak sekolah juga libur panjang yang artinya tidak ada pemasukan untuk sang suami.
Awalnya, Mbak Mida berjualan aneka wadai termasuk wadai untuk-untuk di depan rumahnya, sekadar membantu suami menambah penghasilan saja, tapi karena penghasilan suami saat ini sedang tidak ada, mau tidak mau Mbak Mida harus berjualan lebih serius lagi.Â
Salah satunya dengan memindahkan lapak jualannya di lokasi yang sekarang, di depan ruko kosong yang katanya milik teman sang suami yang usahanya gagal dan sekarang juga memilih pulang kampung ke salah satu daerah di Pulau Jawa.
Perspektif Bisnis dari Sisi Berbeda
Di awal perkenalan dengan Mbak Midan ini, ada kejadian dahsyat yang sangat menginspirasi saya dan istri yang sepertinya tidak akan pernah kami lupakan seumur hidup!Â
Sebuah fragmen kehidupan yang secara nyata mengangkat pesan yang begitu inspiratif, memandang bisnis atau usaha dari perspektif atau sudut pandang berbeda yang mungkin hanya terpikirkan oleh kita tapi sulit untuk take action!
Begini ceritanya!
Saat kami memilih wadai untuk dan sengaja agak berlama-lama sedikit, karena sepertinya Mbak Mida yang nge-click alias nyetel frekuensinya dengan istri saya sedang gayeng-gayengnya bakisah sepenggal cerita kehidupannya.Â
Tiba-tiba datang kai-kai (kakek-kakek; bahasa Banjar) lumayan sepuh datang menghampiri lapak jualan Mbak Mida dan minta dibungkuskan "wadai untuk semalam".
Kata semalam dalam bahasa Banjar berarti kemarin. Jadi, secara leksikal si-kai minta dibungkuskan wadai untuk kemarin, maksudnya mungkin wadai untuk yang tidak terjual.Â