Jadi, di pagi hari kita bisa lebih leluasa memilih varian wadai untuk, mau isi pisang berbentuk lonjong seperti kesukaan saya atau isian lainnya untuk teman sarapan layaknya Urang Banjar!
Untuk mendapatkan wadai untuk di pagi hari, kita bisa membelinya di warung atau kedai khusus penjual wadai yang banyak bertebaran di Kota 1000 Sungai sejak turun dari shalat Subuh.Â
Para penjual ini, biasanya tidak hanya menjual wadai untuk saja. Jika warung makan, biasanya juga menjual menu-menu sarapan khas Urang Banjar seperti nasi kuning, lontong tampusing, lontong batumis dan ada juga katupat kandangan. Sedangkan, untuk kedai wadai biasanya juga menjual beragam wadai atau kue-kue lainnya.Â
Lapak "Wadai"Â Mbak Mida
Untuk menikmati wadai untuk, biasanya kami membelinya di warung yang telah menjadi langganan keluarga sejak eranya mendiang mertua saya, warung bahari (Zaman dulu; bahasa Banjar) tanpa nama yang wadai untuk-nya memang terkenal sejak dulu dan warungya juga tidak terlalu jauh dari rumah kami, tapi sayang covid-19 telah menamatkan riwayat sidin (beliau; bahasa Banjar).
Sejak saat itu atau beberapa bulan yang lalu, kami mengenal olahan wadai untuk Mbak Mida yang berjualan aneka wadai di lapak sederhananya di depan sebuah ruko kosong di pintu keluar komplek tempat tinggal kami. Wadai untuk-nya uuuuuuuenaak tenan!
Tidak sengaja, waktu mencari wadai untuk acara keluarga di lapaknya Mbak Mida, ternyata dalam sebuah kotak transparan yang tertutup rapat dan terpisah dari wadai lainya.
Saya melihat ada wadai untuk beraneka isian, memang sudah tidak panas lagi (Urang Banjar terbiasa suka makan wadai untuk hangat beberapa saat setelah diangkat dari penggorengan) tapi penampilan wadai untuk-nya yang lebih montok dan lebih berisi plus tampilan warnanya yang lebih cerah dengan taburan biji minyak memberi kesan enak dan bersih, sehingga sangat menggoda.
Mbak Mida mengaku, sengaja membuka lapak wadai ini setelah usahanya dengan sang suami bangkrut gara-gara krisis bisnis batu bara yang menyebabkan perekonomian regional Kalimantan Selatan sempat goyang beberapa tahun silam.Â
Kecuali rumah yang ditinggali, hampir semua harta bendanya ludes untuk membayar hutang usaha, bahkan sampai saat ini masih juga ada sisa hutang yang harus dibayarnya secara mencicil.
Sedang suami Mbak Mida sendiri, selain banting setir menjadi perajin souvenir dan mainan anak-anak, juga menjadi sopir antar jemput untuk anak-anak sekolah menggunakan mobil milik rekanan.Â