Mohon tunggu...
Kartika E.H.
Kartika E.H. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

... penikmat budaya nusantara, buku cerita, kopi nashittel (panas pahit kentel) serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hati-hati, Ternyata Kita juga Berpotensi Menjadi "Penjahat" Finansial

8 Mei 2019   21:59 Diperbarui: 8 Mei 2019   22:28 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suparman mengetahui rekeningnya bertambah, ketika ada pesan SMS Banking dari BNI yang masuk ke HP-nya, isinya menyatakan ada dana masuk ke rekening pribadinya sebesar Rp 5.104.439.450.

Sampai di posisi ini, apakah anda melihat tindakan yang salah? 

Pangkal kesalahan jelas pada petugas BNI yang salah meng-input data rekening yang seharusnya menjadi tujuan transfer dana tersebut. Menurut OJK, "kesalahan ini tidak melanggar ketentuan".

Sayangnya, tanpa berusaha konfirmasi ke BNI terkait dana yang nyasar ke rekeningnya, walaupun tetap mengkhawatirkan kemungkinan adanya tindak pidana perbankan, Bapak Suparman "memanfaatkan" dana  nyasar tersebut untuk berbagai keperluan pribadi.

Sampai diposisi ini, jelas ada 2 (dua) kesalahan Bapak Suparman, yaitu tidak konfirmasi ke BNI terkait dana sebesar 5,1 milyar yang masuk ke rekeningnya, padahal Bapak Suparman mengetahuinya. Celakanya lagi, Bapak Suparman memanfaatkan dana transferan yang masuk ke rekeningnya. 

Untuk kesalahan pertama, tidak konfirmasi ke bank ini merupakan kesalahan mendasar, meskipun  mungkin bukan tindak pidana tapi ini terkait dengan itikat dan motivasi kenapa tidak melapor? Selain itu, dengan konfirmasi ke BNI, Bapak Suparman bisa mengetahui dengan jelas asal-usul dana yang masuk ke rekeningnya. 

Memang  berasal dari kesalahan operasional biasa di internal bank  BNI atau dari pihak lain yang sengaja menjebak Bapak Suparman untuk dilibatkan dalam operasi atau kepentingan tertentu, misalkan dana dari organisasi teroris hasil money laundering. Salah-salah Bapak Suparman justru ditangkap karena dianggap sebagai sel atau bagian dari organisasi teroris tersebut. Waduh!

Untuk kesalahan kedua, memanfaatkan dana transferan yang masuk ke rekeningnya untuk keperluan pribadi, ini merupakan kesalahan fatal, karena jika merujuk pada ketentuan Pasal 85 UU 3/2011 berikut,

"Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)"

dan ketentuan  Pasal 372 KUHP, yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan, yang selengkapnya berbunyi:

"Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada di dalam kekuasaan bukan karena kejahatan, diancam dengan pidana penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah"

maka tindakan Bapak Suparman sudah masuk dalam ranah hukum pidana.  Kalau sudah masuk ranah pidana, artinya Bapak Suparman bisa dipenjarakan karena perbuatannya. Kalau dipenjara berarti  sudah dianggap "penjahat"!  Disinilah, posisi potensi kita bisa menjadi "penjahat"finansial. Mau?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun