Ragam fraud cyber crime
Tindak kejahatan siber atau fraud cyber crime di sektor jasa keuangan, termasuk di dunia perbankan semakin sering terjadi dengan ragam modus operandi yang terus berkembang, layaknya pepatah lama patah tumbuh hilang berganti atau bahkan mati satu tumbuh seribu! Terutama, di seputaran Bulan Ramadhan, ketika masyarakat tengah fokus beribadah puasa wajib sebuah penuh, sehingga kewaspadaan menjadi sedikit terbuka.
Para pelaku kejahatan siber ini sepertinya terus berpacu dengan waktu untuk terus meningkatkan kemampuan jahat mereka. Semakin canggih "pola keamanan cyber" sektor jasa keuangan bukan hambatan bagi mereka, tapi justru menjadi tantangan yang mengasyikkan bagi mereka.
Secara umum fraud cyber crime terbagi atas dua jenis, yakni skimming dan social engineering
Skimming adalah tindakan pencurian informasi dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu debit atau kartu kredit secara ilegal.
Sedangkan Social engineering adalah manipulasi psikologis seseorang dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tertentu asocial engineeringtau melakukan hal tertentu dengan cara menipu secara halus, baik disadari atau tidak melalui telepon atau berbicara langsung.
Khusus untuk social engineering, secara umum ada tiga modus yang paling lumrah dijumpai, yaitu
- Phising yaitu pengelabuan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi rahasia seperti password dengan menyamar sebagai orang atau bisnis terpercaya dalam sebuah komunikasi elektronik. Saluran yang digunakan seperti email, layanan pesan instan (SMS), atau penyebaran link palsu di internet untuk mengarahkan korban ke website yang telah dirancang untuk menipu.
-  Vishing yaitu upaya  penipu melakukan pendekatan terhadap korban untuk mendapatkan informasi atau mempengaruhi korban untuk melakukan tindakan. Biasanya komunikasi dilakukan melalui telepon.
- Impersonation, yaitu upaya penipu berpura-pura menjadi orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan informasi rahasia.
Tindak kejahatan siber yang umum kita dapati,  biasanya menjadikan kita atau orang-orang di sekitar kita sebagai "korban potensial". Tapi pernahkah anda berpikir kalau tidak berhati-hati, kita juga berpotensi menjadi korban sekaligus "pelaku" kejahatan  finansial diwaktu yang relatif bersamaan!? Naaaaah untuk yang satu ini, kita juga wajib berwaspada!
Belajar  dari Kisah Bapak Suparman
Awal tahun 2015, dunia finansial kita dihebohkan oleh peristiwa tidak biasa, yaitu salah transfer dana dari Bank Negara Indonesia sebesar 5,1 miliar yang masuk tanpa permisi ke rekening Suparman, warga Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.Â
Suparman mengetahui rekeningnya bertambah, ketika ada pesan SMS Banking dari BNI yang masuk ke HP-nya, isinya menyatakan ada dana masuk ke rekening pribadinya sebesar Rp 5.104.439.450.
Sampai di posisi ini, apakah anda melihat tindakan yang salah?Â
Pangkal kesalahan jelas pada petugas BNI yang salah meng-input data rekening yang seharusnya menjadi tujuan transfer dana tersebut. Menurut OJK, "kesalahan ini tidak melanggar ketentuan".
Sayangnya, tanpa berusaha konfirmasi ke BNI terkait dana yang nyasar ke rekeningnya, walaupun tetap mengkhawatirkan kemungkinan adanya tindak pidana perbankan, Bapak Suparman "memanfaatkan" dana  nyasar tersebut untuk berbagai keperluan pribadi.
Sampai diposisi ini, jelas ada 2 (dua) kesalahan Bapak Suparman, yaitu tidak konfirmasi ke BNI terkait dana sebesar 5,1 milyar yang masuk ke rekeningnya, padahal Bapak Suparman mengetahuinya. Celakanya lagi, Bapak Suparman memanfaatkan dana transferan yang masuk ke rekeningnya.Â
Untuk kesalahan pertama, tidak konfirmasi ke bank ini merupakan kesalahan mendasar, meskipun  mungkin bukan tindak pidana tapi ini terkait dengan itikat dan motivasi kenapa tidak melapor? Selain itu, dengan konfirmasi ke BNI, Bapak Suparman bisa mengetahui dengan jelas asal-usul dana yang masuk ke rekeningnya.Â
Memang  berasal dari kesalahan operasional biasa di internal bank  BNI atau dari pihak lain yang sengaja menjebak Bapak Suparman untuk dilibatkan dalam operasi atau kepentingan tertentu, misalkan dana dari organisasi teroris hasil money laundering. Salah-salah Bapak Suparman justru ditangkap karena dianggap sebagai sel atau bagian dari organisasi teroris tersebut. Waduh!
Untuk kesalahan kedua, memanfaatkan dana transferan yang masuk ke rekeningnya untuk keperluan pribadi, ini merupakan kesalahan fatal, karena jika merujuk pada ketentuan Pasal 85 UU 3/2011 berikut,
"Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)"
dan ketentuan  Pasal 372 KUHP, yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan, yang selengkapnya berbunyi:
"Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada di dalam kekuasaan bukan karena kejahatan, diancam dengan pidana penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah"
maka tindakan Bapak Suparman sudah masuk dalam ranah hukum pidana.  Kalau sudah masuk ranah pidana, artinya Bapak Suparman bisa dipenjarakan karena perbuatannya. Kalau dipenjara berarti  sudah dianggap "penjahat"!  Disinilah, posisi potensi kita bisa menjadi "penjahat"finansial. Mau?
Memang, untuk menghindari masuk ranah pidana masih bisa dilakukan oleh Bapak Suparman dengan cara berkelit,  bahwa uang itu dikira transferan dari keluarga, kawan atau siapa saja yang secara logika masuk akal bisa mengirim dana sebesar itu, walaupun itu tetap membutuhkan pembuktian.Â
Tapi, kalaupun ini berhasil tetap saja Bapak Suparman tidak bisa menghindar dari ranah perdatanya, yaitu mengganti semua dana yang telah dipakai atau dimanfaatkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1360 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyebutkan,Â
"Barangsiapa secara sadar atau tidak, menerima suatu yang tak harus dibayar kepadanya, wajib mengembalikannya kepada orang yang memberikannya"
Nah, kalau anda  yang mendapatkan uang dari kasus salah transfer seperti di atas, kira-kira anda akan memilih menjadi siapa? Korban atau penjahat?
Mudahan bermanfaat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI