Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dalu Nuzlul Kirom (GMH) : Sebuah Gerakan Inspiratif, Yuk Ubah Wajah "Malam" Gang Dolly

26 Januari 2016   02:31 Diperbarui: 26 Januari 2016   07:05 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Dalu Nuzlul Kirom, ST.

(Foto : Android Center Indonesia)

 

 - Sebuah Perenungan -

Seorang wanita pekerja seks komersial, mencurahkan isi hatinya, “Kalian pikir saya mau bekerja seperti ini? Keluarga saya di desa tidak ada yang tau bahwa pekerjaan saya adalah melayani lelaki hidung belang. Mereka hanya tau bahwa saya sedang bekerja di kota dan mengirimi mereka nafkah setiap bulannya. Di desa tidak ada sumber penghasilan yang mampu mencukupi keluarga saya. Sering batin ini merasa tersiksa”

Curhatan tersebut membawa kami pada sebuah perenungan mendalam. Permasalahan di Dolly hanyalah permasalahan hilir. Hulu permasalahannya adalah kesejahteraan daerah / perdesaan yang kurang terjamin. Dalam perspektif yang lebih besar, di dalam bingkai Negara Republik Indonesia ini, kesenjangan kesejahteraan menganga lebar, antara si kaya dan si miskin, antara perkotaan dan pedesaan.

Republik ini memang sudah berupaya untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan melalui otonomi daerah, dimana pembangunan bersifat desentralisasi, tidak lagi terpusat. Secara politik, kepala daerah dan anggota DPRD dipilih langsung oleh rakyat di wilayahnya. Dalam hal administrasi keuangan, sudah ada pembagian dan pengelolaan keuangan oleh daerah masing-masing.

Namun kesejahteraan masyarakat daerah masih belum terjamin. Angka urbanisasi semakin tinggi. Potensi desa dan daerah yang jauh dari perkotaan tetap tertidur. Belum lagi kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah di beberapa wilayah, semakin memperparah kesengsaraan rakyat.

Di sisi lain, para intelektual mudanya masih banyak yang apatis terhadap kondisi daerah asalnya. Seusai menuntut ilmu yang tinggi, mereka bekerja jauh dari daerahnya, berorientasi mensejahterakan dirinya. Daerah asalnya hanya dilirik saat mereka sudah tua, sebagai tempat bersantai di akhir usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun