Dalu Nuzlul Kirom, ST.
(Foto : Android Center Indonesia)
- Sebuah Perenungan -
Seorang wanita pekerja seks komersial, mencurahkan isi hatinya, “Kalian pikir saya mau bekerja seperti ini? Keluarga saya di desa tidak ada yang tau bahwa pekerjaan saya adalah melayani lelaki hidung belang. Mereka hanya tau bahwa saya sedang bekerja di kota dan mengirimi mereka nafkah setiap bulannya. Di desa tidak ada sumber penghasilan yang mampu mencukupi keluarga saya. Sering batin ini merasa tersiksa”
Curhatan tersebut membawa kami pada sebuah perenungan mendalam. Permasalahan di Dolly hanyalah permasalahan hilir. Hulu permasalahannya adalah kesejahteraan daerah / perdesaan yang kurang terjamin. Dalam perspektif yang lebih besar, di dalam bingkai Negara Republik Indonesia ini, kesenjangan kesejahteraan menganga lebar, antara si kaya dan si miskin, antara perkotaan dan pedesaan.
Republik ini memang sudah berupaya untuk mewujudkan pemerataan kesejahteraan melalui otonomi daerah, dimana pembangunan bersifat desentralisasi, tidak lagi terpusat. Secara politik, kepala daerah dan anggota DPRD dipilih langsung oleh rakyat di wilayahnya. Dalam hal administrasi keuangan, sudah ada pembagian dan pengelolaan keuangan oleh daerah masing-masing.
Namun kesejahteraan masyarakat daerah masih belum terjamin. Angka urbanisasi semakin tinggi. Potensi desa dan daerah yang jauh dari perkotaan tetap tertidur. Belum lagi kasus korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah di beberapa wilayah, semakin memperparah kesengsaraan rakyat.
Di sisi lain, para intelektual mudanya masih banyak yang apatis terhadap kondisi daerah asalnya. Seusai menuntut ilmu yang tinggi, mereka bekerja jauh dari daerahnya, berorientasi mensejahterakan dirinya. Daerah asalnya hanya dilirik saat mereka sudah tua, sebagai tempat bersantai di akhir usia.