Dalam praktiknya, pengukuran pertanian berkelanjutan sangatlah kompleks karena melibatkan penilaian melalui sejumlah indikator yang harus merepresentasikan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dari konsep keberlanjutan secara komprehensif dan memuaskan.
Tantangan utamanya adalah ketersediaan data.
Dukungan Sensus Pertanian 2023
Sensus Pertanian 2023 (ST2023) yang saat ini sedang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan solusi atas kelangkaan data (data gap) dalam pengukuran pertanian berkelanjutan di Indonesia.
ST2023 dirancang untuk menyediakan berbagai indikator sosial, ekonomi, dan lingkungan pertanian untuk pengukuran tingkat keberlanjutan sektor pertanian nasional secara komprehensif melalui pencacahan lengkap seluruh unit usaha pertanian pada tahun 2023 serta Survei Ekonomi Pertanian (SEP) dan Survei Produksi dan Lingkungan Pertanian (SPLP) pada tahun 2024.
SEP dan SPLP merupakan adopsi dari Agricultural Integrated Survey (AGRIS) yang direkomendasikan oleh Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). AGRIS dirancang secara khusus untuk menyedikan indikator pertanian berkelanjutan di sektor pertanian atau farm-based SDG indicators.
Salah satu indikator SDG yang dapat dihasilkan dari pelaksanaan SEP dan SPLP adalah indikator 2.4.1, yakni proporsi lahan pertanian di bawah pertanian produktif dan berkelanjutan. FAO merekomendasikan untuk menghitung indikator ini setiap tiga tahun sekali.
Indikator yang mengukur tingkat keberlanjutan sektor pertanian melalui sebelas indikator yang mewakili dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan ini dapat menjadi alternatif pengukuran pertanian berkelanjutan di Indonesia.
Namun patut diperhatikan bahwa indikator ini dibangun untuk memonitor dan mengevaluasi capain pertanian berkelanjutan dalam konteks global serta untuk melakukan perbandingan antar negara. Dengan kata lain, semua indikator yang digunakan belum tentu relevan untuk konteks Indonesia.
Pada akhirnya, pengukuran pertanian berkelanjutan harus sejalan dengan prioritas isu dan tantangan pertanian berkelanjutan yang dihadapi setiap negara, yang cenderung spesfik, agar kebijakan yang diambil betul-betul tepat dan efektif.
Karena itu, dalam konteks Indonesia, pengukuran pertanian berkelanjutan melalui sejumlah indikator yang mewakili karakteristik pertanian Indonesia (site-specific) tetap dibutuhkan untuk melengkapi indikator SDG 2.4.1.