Mohon tunggu...
Wahyu Pratama
Wahyu Pratama Mohon Tunggu... Full Time Blogger - -

- Master in Transnational Law - Centrist (Political tendency) - Logical and Rational Thinking - History and Classic-Middle Ages Architecture Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sains dan Agama: Suatu Pendekatan Waktu

9 Juni 2019   03:31 Diperbarui: 9 Juni 2019   03:48 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
grahafilsafat.wordpress.com

Disclaimer: Karena topiknya yang sedikit panas, diharapkan agar pembaca bijak dalam membaca dan memahami tulisan ini. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk semakin memperlebar jurang antara sains dan agama, namun sebaliknya yaitu mengkonsepsikan unsur-unsur sains yang terdapat di kitab-kitab agama (agama secara umum tidak spesifik agama tertentu) melalui pendekatan waktu.

Pendekatan waktu penulis gunakan untuk memecah friksi antara dua hal tersebut yang sebenarnya tidak ada pertentangan satu dengan yang lain (jika menggunakan pendekatan waktu). Harapannya adalah agar tulisan ini bisa membuat pembaca bijak dalam memahami sains dalam agama dan sains (dan fenomenanya) yang kita pelajari dan amati setiap hari.

=====================================

Suatu ketika (sudah lama sebenarnya) saya sedang iseng-iseng membuka thread di salah satu forum terbesar di Indonesia. Tampak pada halaman pertama saya membuka forum tersebut terpampang daftar topik yang menjadi hot thread pada saat itu. Secara sekilas yang saya lihat, topik-topik tersebut memuat judul yang bertemakan kesehatan tubuh, game online, saran dalam berbisnis dan urusan finansial, fakta atau mitos terkait sesuatu, sepakbola, dan soal politik dan pemerintahan.

Memang tak menarik (menurut saya) secara sekilas, namun di deretan terbawah dalam daftar tersebut (karena saking bosennya sampe scroll kebawah) saya menemukan topik yang tidak biasa (menurut saya). Topik ini dari dulu hingga saat ini selalu menjadi pergunjingan antara mereka yang mendukung sains dan mereka yang mendukung hal2x yang tercantum di dalam kitab agama2x.

Anda sudah bisa tebak kalau topik yang saya maksud adalah berkenaan dengan teori evolusi darwin yang menjadi bahan perdebatan sengit antara kreasionis dan evolusionis. Topik ini pula yang menjadi bahan yang diperbincangkan oleh tokoh muslim terkenal, Zakir Naik, walau setelah ia mengeluarkan video pernyataan terkait evolusi darwin muncul video bantahan-bantahan atas pernyataan tersebut yang anda bisa lihat sendiri di YouTube.

Dalam topik tersebut, persis seperti yang saya sebutkan sebelumnya, banyak komentar dari pihak yang menolak evolusi (kreasionis) maupun mereka yang mendukung evolusi (evolusionis). Topik sebanyak (kurang lebih) 15-20 halaman tersebut, saya melihat argumen berbobot dari kedua belah pihak untuk mendukung pendiriannya masing-masing.

Jujur saja waktu itu ingin berpendapat namun pendapat saya pada akhirnya sudah diwakili oleh beberapa komentar yang ada di topik tersebut. Ujung-ujungnya saya hanya menjadi observer dan mengambil kesimpulan secara pribadi atas dasar karakteristik dan pemahaman saya mengenai evolusi (saya sendiri mantan orang IPA waktu SMA).

Pemikiran saya tersebut sampai sebelum saya menayangkan postingan ini belum pernah diungkapkan kepada siapapun (dan anda akan segera mengetahui isi pemikiran saya tersebut segara di postingan ini).

Pemahaman saya atas topik yang saya tulis ini (dan pemikiran saya dalam perdebatan teori evolusi darwin yang menjadi hot thread di forum tersebut) didasarkan setelah mempelajari sejarah bagaimana penemuan (invention) yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan terdahulu berkontribusi pada produk yang kita gunakan setiap hari saat ini. 

Pada dasarnya produk yang kita gunakan saat ini dan bahkan yang saya gunakan untuk menulis topik ini merupakan penyatuan dan penyempurnaan dari berbagai macam penemuan yang dilakukan oleh para ahli.  Para ahli tidak langsung blek* sim salabim menemukan suatu temuan tanpa didahului terlebih dahulu dengan yang nama observasi. Observasi dilakukan tentu berdasarkan fenomena yang mereka lihat.

Setelah dilakukan observasi barulah mereka mencoba membuat suatu hipotesa atas apa yang mereka observasi berdasarkan pengetahuan umum saat itu dan selanjutnya dimulailah langkah penelitian yang berpedoman pada pengetahuan yang paling mutakhir pada zaman tersebut (atau yang paling dikuasai oleh para ahli tersebut pada waktu ketika ia hidup). 

Hasil dari penelitian tersebut adalah berupa penemuan entah itu penemuan yang sifatnya menjelaskan suatu hal atau fenomena yang asing atau penemuan yang sifatnya menciptakan suatu alat untuk mengatasi kesulitan-kesuliatan yang dihadapi manusia. Proses penemuan ini dilakukan terus berulang-ulang untuk menambal bagian tertentu dari penemuan sebelumnya yang memiliki kekurangan.

Proses ini dinamakan penyempurnaan yang dilakukan dengan penelitian dan penemuan baru dengan menggunakan penemuan-penemuan lama. Bisa dibilang, proses penyempurnaan ini dibantu atau didorong oleh pengetahuan - pengetahuan yang juga terus berkembang saat itu. Proses penyempurnaan ini bisa berlangsung berkali-kali, dalam kurun waktu yang lama hingga menghasilkan produk yang kita pakai setiap hari.

Dari pengalaman saya diatas dapat saya ambil kesimpulan bahwa para ahli melakukan penelitian dan menghasilkan penemuan berdasarkan atas pengetahuan yang ia miliki saat itu, pengetahuan yang paling mutakhir di zaman mereka hidup. Pengetahuan yang mereka dapatkan dan gunakan untuk penelitian merupakan hasil dari proses pengembangan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah ada.

Kesimpulan lainnya adalah bahwa pengetahuan berkembang dan akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Ia tidak bersifat kaku melainkan akan selalu dan terus diperbaharui. Maka pada akhirnya akan sangat kita maklumi bahwa apa yang menjadi kesimpulan di masa lampau akan sangat bertentangan dengan kesimpulan yang dihasilkan di masa kini atas suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi di masa lampau itu.

Sebagai contoh agar lebih mudah memahami adalah jika kita melakukan perbandingan antara anggapan atau pendapat manusia pada zaman dulu dan zaman modern mengenai fenomena petir dan terjadinya hujan meteor.

Manusia pada zaman dulu akan beranggapan bahwasannya fenomena petir merupakan tanda bahwa dewa mereka marah atau ingin meminta dilakukan upacara tertentu. Atau dalam beberapa kebudayaan petir merupakan perwujudan dari salah satu dewa (Zeuz di kebudayaan Yunani atau Indra di kebudayaan Hindu/India) dan adanya petir merupakan tanda bahwa dewa tersebut sedang bekerja dalam kaitannya dengan konteks alam.

Pada zaman sekarang, fenomena petir dapat dengan mudah dijelaskan melalui pengetahuan modern yang penjelasannya bisa anda cari di internet atau membeli buku-buku IPA.

Hal ini terjadi pula pada fenomena meteor. Orang zaman dulu karena pengetahuan yang terbatas beranggapan bahwa api-api yang muncul diangkasa merupakan panah api yang digunakan untuk mengusir setan/jin yang mencoba mengusik dan mencari tahu rahasia langit. Oleh pengetahuan modern, panah api tersebut merupakan fenomena meteor yang dengan mudah dijelaskan sebagai terbakarnya asteroid pada lapisan atmosfer sehingga membentuk ekor.

Sangat wajar apabila jika kita menggunakan pengetahuan manusia pada peradaban lampau menganggap meteor sebagai panah api. Hal ini dikarenakan panah sendiri sudah diciptakan oleh manusia pada awal-awal ketika manusia masih berburu untuk bertahan hidup.

Bentuk dan cara kerja panah yang ditembakkan melalui busur dianggap (oleh manusia pada zaman itu) memiliki kesamaan dengan batu yang terbakar dan datang dari langit (meteor). Unsur api yang ditambahkan pada panah tersebut mendeskripsikan bahwa panah dibalut oleh api sehingga mereka menganggap bahwa meteor sebagai panah api.

Kedua hal diatas secara jelas menggambarkan dan memberikan penjelasan antara konsep petir dan meteor yang dipahami melalui pengamatan orang zaman dulu (bersamaan pengetahuan yang melatarbelakangi pengambilan kesimpulan atas pengamatan tersebut) dan oleh pengetahuan zaman modern saat ini. Namun hal ini tidak lantas menyimpulkan bahwa pemahaman orang zaman dulu adalah salah dan zaman sekarang adalah benar.

Pemahaman orang zaman dulu tidak akan pernah salah sebab apa yang mereka lihat merupakan hasil pengematan berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki (dan paling mutakhir) pada saat itu. Hal yang sama juga berlaku pada pemahaman orang zaman sekarang dimana apa yang mereka lihat, amati, teliti, dan simpulkan saat ini merupakan benar menurut versi zaman sekarang namun belum tentu untuk di masa depan sebagaimana pengetahuan selalu mengalami proses penyempurnaan.

Yang menjadi permasalahan adalah bahwa terkadang beberapa orang membawa pemahaman terdahulu untuk dipraktekan dan diimplementasikan pada zaman sekarang yang jelas-jelas akan saling bertentangan. Hal ini jelas-jelas disebabkan oleh kesalahan dalam mengaplikasikan konsep waktu untuk penjelasan atau pemahaman yang mana mereka mengacu pada pengamatan dan pengetahuan paling mutakhir yang dikuasai orang-orang pada zaman terdahulu yang tercantum di kitab-kitab agama. 

Secara sederhananya bisa dinyatakan bahwa sains yang terkandung di dalam kitab-kitab agama yang sudah tertulis berabad-abad atau beribu-ribu tahun silam merupakan sains paling terupdate dan paling mutakhir ketika kitab tersebut diturunkan atau diterima mereka yang merupakan pembawa wahyu Tuhan.

Kesimpulan sederhana di atas berlaku juga pada perdebatan mengenai evolusi manusia yang mendapat pertentangan keras dari pihak kreasionis. Kebanyakan atau hampir semua kreasionis mendasarkan pendapatnya pada kitab agama mereka masing-masing yang sudah ditulis ratusan atau ribuan tahun silam.

Tentu apa yang ditulis dalam kitab mengenai eksistensi manusia akan lebih mudah dipahami oleh orang pada zaman ketika wahyu tersebut diturunkan jika dijelaskan menurut pengetahuan paling mutakhir pada zaman tersebut.

Tidak elok rasanya jika Tuhan memberikan penjelasan mendetail (melalui penjelasan dengan teori evolusi yang baru dijelaskan berabad-abad setelahnya) bagaimana manusia bisa ada di dunia tanpa mempertimbangkan pengetahuan manusia pada zaman itu yang serba terbatas dan belum memahami bagaimana evolusi bekerja.

Jika Tuhan melakukan demikian, tentu wahyu yang ia sampaikan belum tentu diterima dan dicerna dengan baik sehingga akan menimbulkan kebingungan atau menjadi sia-sia, sudah susah-susah menurunkan wahyu malah tidak paham (lol).

Dalam kondisi ini, Tuhan memahami hal tersebut makanya Ia menurunkan wahyu nya (salah satunya yang berhubungan dengan eksistensi manusia) dengan bahasa dan pengetahuan yang menyesuaikan dengan zaman ketika wahyu tersebut turun. Hal ini semata-mata untuk memudahkan manusia dalam memahami wahyu yang diturunkan oleh Tuhan.

Semoga tulisan ini membawa kebaikan dan kebajikan bagi setiap orang yang membacanya. Salam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun