Produk Sosial Budaya Masyarakat Kayu Agung
Informasi sejarah lokal memuat bahwa Pempek merupakan karya budaya masyarakat Kayu Agung. Masyarakat Kayung Agung dikenal sebagai salah satu suku bangsa yang gemar berdagang, mereka berdagang dengan menggunakan kapal penisia. Sistem transaksi jual beli yang berlangsung adalah dengan cara barter. Komoditas yang dibarter adalah tembikar dengan sagu dan ubi. Sistem perdagangan barter ini selalu digunakan ketika mereka sedang singgah di suatu kota perdagangan lain.
Lalu, muncullah ide dari para pedagang untuk mencampurkan antara sagu yang mereka dapat dengan ikan yang mereka tangkap ketika berlayar dari satu bandar ke bandar dagang lain. Tujuan mereka membuat makanan tersebut adalah sebagai bekal mereka dalam perdagangan. Jadi, dari olahan ikan laut dengan sagu maka menghasilkan makanan yang disebut Pempek.
Masa Kesultanan Palembang
Pada masa Kesultanan Palembang, stratifikasi penduduknya berdasarkan pekerjaan. Maka dari pembagian kelompok sosial tersebut memunculkan beragam profesi yang masih tingkat sederhana seperti bekerja sebagai petani, menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan, dan tambang serta berdagang.Â
Munculnya kelompok masyarakat yang bekerja sebagai penangkap ikan terkait erat dengan topografi wilayah Kesultanan Palembang yang banyak dialiri oleh sungai-sungai besar dan kecil, rawa-rawa dan laut/selat. Sungai-sungai besar yang terdapat di wilayah Palembang dikenal dengan nama Batanghari Sembilan.
Jenis-jenis ikan yang dihasilkan dari sungai-sungai Palembang antara lain tapa, lemak, lais, tembakang, patin, bandeng, kluyu, pareh, datum, belida, sagaret, arok, toman, tongkol, delak, buju, lele, juara, blutulang, tebangkang dan masih banyak lagi jenis lainnya. Umumnya orang membuat pempek dengan ikan belida sebab populasi ikan belida di Sungai Musi saat itu masih sangat tinggi. Lagipula, ikan belida menjadi ikan favorit untuk bahan baku pempek sampai saat ini.Â
Perdagangan Etnis Tionghoa di Sumatera Selatan