Siapa yang tak mengenali Pempek? Makanan tradisional dari Palembang, Sumatera Selatan ini banyak dijumpai di beberapa tempat kuliner. Makanan Pempek ini merupakan produk dari hasil sosial budaya masyarakat yang menempati daerah aliran Sungai Musi. Namun, bagaimana awal perkembangannya?Â
Yuk, kita simak perjalanan waktu dan keragaman versi asal usul makanan Pempek!
Apa itu makanan Pempek?
Pempek sebagai sebuah makanan tradisional memiliki sejarah panjang dalam kehidupan masyarakat di Kota Palembang. Pempek sebagai makanan tradisional masyarakat Sumatera Selatan khususnya dan Palembang umumnya memiliki berbagai pengertian, kalau merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pempek merupakan makanan khas daerah Palembang yang terbuat dari adonan tepung terigu dan ikan, dimakan dengan kuah yang bercuko.
Pempek adalah bahan makanan yang terdiri dari tepung sagu dan ikan yang diolah dengan cara ditekan-tekan. Pembuatan pempek tidak saja mengunakan tepung sagu dan ikan, namun ditambah dengan memasukan bahan-bahan lain. Kondisi ini menyebabkan pempek memiliki berbagai jenis dan rasa. Sedangkan, berdasarkan proses pembuatanya pempek bisa diproses melalui perebusan, pembakaran dan pengorengan.
Pempek merupakan makanan tradisional masyarakat Palembang yang terbuat dari bahan dasar daging ikan giling dan tepung tapioka. Selain, lezat juga memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Karena terbuat dari bahan sagu dan ikan, maka pempek memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi. Dengan kandungan protein yang cukup tinggi ini, maka protein sangat baik dikonsumsi baik oleh orang dewasa dan terutama oleh anak-anak.
Catatan Dari Bukti Peninggalan Zaman Sriwijaya
Dari penelusuran masa lampau, Pempek sudah ada sejak zaman Kedatuan Sriwijaya yaitu sekitar abad VII. Pendapat ini didukung didasarkan pada Prasasti Talangtuo yang menyatakan bahwa tanamam sagu telah dikenal oleh masyarakat Palembang pada abad ke VII Masehi. Hasil penelitian dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Palembang di lokasi penemuan Prasasti Talangtuo menemukan bahwa di lokasi tersebut terdapat bekas-bekas tanamam berupa bambu dan palem-paleman. Di antara palem-palem tersebut terdapatlah tanaman sagu yang dikenal oleh masyarakat Palembang dengan sebutan rembio atau rumbio.
Prasasti Talang Tuo menjelaskan bahwa masyarakat di Palembang telah mengenal pohon sagu semenjak zaman Kedatuan Sriwijaya. Selain itu, bahan dasar makanan Pempek ini ialah ikan Tenggiri, Belida dan Gabus sangat mudah ditemukan di Kota Palembang pada masa lampau sebab sungai Musi dengan panjang 2217 km tentu saja memiliki banyak ikan yang siap dikonsumsi dan diolah menjadi makanan.Â
Produk Sosial Budaya Masyarakat Kayu Agung
Informasi sejarah lokal memuat bahwa Pempek merupakan karya budaya masyarakat Kayu Agung. Masyarakat Kayung Agung dikenal sebagai salah satu suku bangsa yang gemar berdagang, mereka berdagang dengan menggunakan kapal penisia. Sistem transaksi jual beli yang berlangsung adalah dengan cara barter. Komoditas yang dibarter adalah tembikar dengan sagu dan ubi. Sistem perdagangan barter ini selalu digunakan ketika mereka sedang singgah di suatu kota perdagangan lain.
Lalu, muncullah ide dari para pedagang untuk mencampurkan antara sagu yang mereka dapat dengan ikan yang mereka tangkap ketika berlayar dari satu bandar ke bandar dagang lain. Tujuan mereka membuat makanan tersebut adalah sebagai bekal mereka dalam perdagangan. Jadi, dari olahan ikan laut dengan sagu maka menghasilkan makanan yang disebut Pempek.
Masa Kesultanan Palembang
Pada masa Kesultanan Palembang, stratifikasi penduduknya berdasarkan pekerjaan. Maka dari pembagian kelompok sosial tersebut memunculkan beragam profesi yang masih tingkat sederhana seperti bekerja sebagai petani, menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan, dan tambang serta berdagang.Â
Munculnya kelompok masyarakat yang bekerja sebagai penangkap ikan terkait erat dengan topografi wilayah Kesultanan Palembang yang banyak dialiri oleh sungai-sungai besar dan kecil, rawa-rawa dan laut/selat. Sungai-sungai besar yang terdapat di wilayah Palembang dikenal dengan nama Batanghari Sembilan.
Jenis-jenis ikan yang dihasilkan dari sungai-sungai Palembang antara lain tapa, lemak, lais, tembakang, patin, bandeng, kluyu, pareh, datum, belida, sagaret, arok, toman, tongkol, delak, buju, lele, juara, blutulang, tebangkang dan masih banyak lagi jenis lainnya. Umumnya orang membuat pempek dengan ikan belida sebab populasi ikan belida di Sungai Musi saat itu masih sangat tinggi. Lagipula, ikan belida menjadi ikan favorit untuk bahan baku pempek sampai saat ini.Â
Perdagangan Etnis Tionghoa di Sumatera Selatan
Perkembangan zaman menyebabkan jumlah orang yang mendiami Palembang semakin beragam sehingga munculnya orang yang membuat pempek untuk diperjualbelikan kepada orang lain. Periode inilah Etnis Tiongha hadir sebagai orang yang memproduksi makanan ini untuk diperdagangkan kepada orang lain. Pempek sebagai komoditi yang diperjualbelikan mulai hadir semenjek abad ke-20 Masehi.
Disebutkan dalam sejarah lokal setempat bahwa kata pempek mulai muncul ketika pada tahun 1920-an seorang pedagang Tionghoa yang telah berumur menjual makanan tersebut di dekat masjid agung Palembang.Â
Oleh masyarakat setempat, lelaki pedagang Tionghoa tadi dipanggil dengan nama Apek. Disebutkan Apek berjualan makanan ini dengan jalan bersepeda dari kampung ke kampung. Para pembeli memanggil penjual tersebut dengan sebutan "pek-apek", dari sebutan tersebut berkembang menjadi pempek.
Dengan kata lain, bahwa nama pempek mulai muncul dengan pembangunan jalan-jalan di kota Palembang yaitu awal abad XX atau pada masa kolonial Hindia Belanda. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya aktivitas penjualan pempek yang dilakukan oleh pedagang Tionghoa dengan berkeliling sepeda ketika jalan raya di kota Palembang sudah dibangun dan terhubung satu sama lain.
Asal Usul Penamaan Pempek Lainnya
Penamaan makanan pempek Palembang juga berkembang dari tradisi lisan masyarakat. Pada awalnya bernama Kelesan. Penamaan ini berasal dari proses pembuatan pempek melalui proses tekan-menekan. Kelesan kemudian berubah menjadi 'lenjer', pempek jenis inilah yang dianggap sebagai model dan bentuk pertama dari pempek di Palembang.Â
Adapun versi lain yang menjelaskan bahwa kata pempek merujuk pada makanan yang sama yaitu empek-empek. Pengertian dari kata empek-empek adalah makanan yang pembuatannya di empek-empek (ditekan-tekan), kata ini juga bisa menjadi dasar selain nama kata Apek.
Penutup
Mengenai perubahan nama, adalah sesuatu yang sangat wajar jika berubah cara pengucapannya, mengingat nama makanan Pempek adalah produk budaya lisan. Namun yang terpenting adalah keberadaannya tidak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan masyarakat Palembang, Sumatera Selatan, dari masa ke masa. Tugas kita sekarang adalah tetap melestarikan produk budaya makanan tradisional.
Daftar Pustaka:
[1] https://kbbi.web.id/pempek
[2] Vebri Al Lintani dan lsnayanti Syafrida, " Tari Gending Sriwijaya" Palembang : Dewan Kesenian Palembang, 2012, hal 2.
[3] Efrianto, Zusneli Zubir dan Maryetti. 2014. Pempek Palembang Makanan Tradisional Dari Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Padang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang.
Terimakasih telah membaca.
Silahkan membaca artikel saya yang lainnya dengan mengklik Profil Penulis.
Salam hangat.
Christian Novendy Agave
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H