Tiba- tiba.
Ya. Tiba-tiba mereka saling tatap dan serentak dari mulut mereka keluar kata-kata … LOMBA ! Ayo mari kita berlomba. Lomba yang biasa kita lakukan sewaktu kecil dulu, menahan nafas dalam kolam dan siapa yang kalah alias yang duluan nongol maka ia harus mentraktir yang mampu bertahan lebih lama.
Kesepakatan diambil, para karyawan restoran mereka kukuhkan sebagai saksinya dan sebuah baskom besar penuh air diletakkan di atas meja makan dan selanjutnya dalam hitungan ketiga masing-masing membenamkan kepalanya ke dalam air.
Waktu bergulir, jarum jam bergeser ..lima menit, sepuluh menit, dua puluh menit berlalu sudah namun tidak ada tanda-tanda siapa yang akan kalah.
Para penonton berdecak kagum dan pada menit keenam puluh kekaguman para karyawan berubah menjadi ketakutan. Wajah-wajah mulai resah dan dipuncak keresahan lalu para karyawan mengangkat kepala Ferdi dan Ferdian dari air. Tubuh mereka lunglai dan ternyata mereka sudah tak bernafas lagi. Agaknya mati lemas kekurangan oxygen.
Kepanikan merasuki wajah-wajah karyawan restoran. Dua tamu mereka meninggal, mereka berteriak-teriak minta tolong. Orang-orang berkerumun mengelilingi kedua mayat malang itu. Sebagian mulai menggeledah mereka untuk mencari identitas, kantong-kantong diperiksa dan dompet dikeluarkan.
Tahukah anda bahwa ternyata tidak sepersenpun uang yang berhasil ditemukan dari kantong dan dompet mereka. Tampaknya masing-masing tak mau mangalah karena takut membayar sehingga mereka bertahan sampai mati dalam genangan air dibaskom. Bukankah itu cara mati bergengsi ?.
Cerita atau jokes di atas hanya rekaan belaka namun tidak sedikit cara-cara seperti ini dalam bentuk dan ekspresi lain banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari dan alangkah letih , capek dan meruginya hidup jika segala sesuatu yang dilakukan dianggap sebagai bagian dari perlombaan.
NB :
-Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Cinta Fiksi
-Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community