“Apakah, kalau saya belum pernah melakukan dosa yang Kau sebut tadi, kemudian, saya tidak bisa menangis setiap sehabis sholat?”
“Wah, ya jelas. Kalau sudah melakukan dosa, kan ada penyesalan. Nah, baru kemudian, Kiai bisa menangis pada saat beribadah atau setiap sehabis sholat”, Kata Iblis mulai membuat jebakan.
“Tapi, saya tidak berani berzina. Itu larangan Tuhan. Itu dosa besar?”
“Membunuh!”, Iblis memberi alternatif.
“Wah, apalagi membunuh! Saya ini penakut!”
“Ya, kalau begitu, minum-minuman keras saja. Ini yang paling ringan”.
Kiai tercenung lagi.
“Bagaimana? Kalau Kiai Setuju, nanti malam, saya akan jemput Kiai. Saya akan tunjukkan bagaimana, Kiai harus mulai melakukan dosa, agar nanti, kalau Kiai sholat, Kiai bisa menangis seperti saya”.
**
Waktu Isyak berlalu. Iblis dan Kiai keluar dari Masjid. Orang-orang sekitar hanya menatap heran, ketika ada warga baru yang sudah demikian akrab dengan Kiai mereka. Tapi, tak seorang pun yang berani melarang. Mereka tidak bisa berbuat banyak. Sementara, Iblis sudah membawa Kiai menembus malam.
Pada sebuah Kedai, agak jauh dari perdusunan, tempat Kiai tinggal. Banyak Laki-laki dan perempuan berkumpul di situ. Kata-kata kotor, dan suara manja perempuan kampung yang siap melayani para lelaki, makin jelas terdengar. Bermacam botol minuman keras tersedia di Kedai itu.