Setelah dua jam bekerja, alat itu selesai. Dina membawanya ke Tia.
“Ini, coba pakai alat ini,” kata Dina dengan bangga.
Tia ragu-ragu, tetapi ia mencoba. Dalam beberapa menit, mangga itu berhasil dipetik! Tia tersenyum lebar.
“Wow! Kak Dina, ini keren banget! Terima kasih!”
Namun, di kejauhan, Andi dan Rio melihat apa yang Dina lakukan.
“Ah, itu Cuma alat biasa. Siapa saja bisa membuatnya,” kata Andi dengan nada mengejek. Dina hanya tersenyum. Ia tahu bahwa hasil pekerjaannya akan membuktikan segalanya.
Beberapa minggu kemudian, masalah baru muncul di Kampung Pelangi. Warga desa mulai mengeluh bahwa air sumur mereka menjadi keruh dan tidak layak untuk diminum.
Pak Hasan, tetangga Dina, datang ke rumahnya untuk berbicara dengan ibunya.
“Bu Rini, air sumur kita sudah parah sekali. Setiap hari harus menyaring dengan kain, tapi tetap saja tidak jernih,” keluh Pak Hasan.
Dina mendengar pembicaraan itu dan merasa tergugah. Ia ingin membantu.
Keesokan harinya, Dina pergi ke perpustakaan desa dan membaca buku tentang penyaringan air. Ia menemukan cara membuat penyaring sederhana menggunakan botol plastik, pasir, kerikil, dan arang.