sungai ada telaganya teluk ada penunggunya
hutan kekuatan magisnya
Imajinasi ekologis tersiar pula dalam kearifan lokal sistem masyarakat tradisional Indonesia lainnya; seperti ajaran Samin (Saminisme) yang diyakini masyarakat Samin di pedalaman Blora, Aluk Todolo dalam masyarakat tradisional Toraja, Kaharingan yang diyakini suku Dayak di Kalimantan, hingga Sunda Wiwitan yang dianut suku Baduy di pedalaman Banten.
Kearifan lokal masyarakat tradisional – berbagai suku di Indonesia – meneguhkan bahwa seluruh suku di Indonesia bisa berkolaborasi dalam mewujudkan masa depan lingkungan suistainable.
Aksiku untuk Mewujudkan Masa Depan Lingkungan Suistainable
Imajinasi ekologis dari kitab suci dan kearifan lokal mendorongku untuk memiliki perilaku yang cenderung terobsesi pada aksi-aksi mewujudkan lingkungan suistainable. Beberapa aksiku dalam mewujudkan masa depan lingkungan suistainable, antara lain:
Pertama, tidak memiliki kendaraan bermotor pribadi dan mengutamakan pergerakan non-motor.
Di akhir tahun 2024, aku akan genap berusia empat puluh tahun. Tetapi, di usia jelang kepala empat tersebut, aku belum memiliki SIM dan tidak piawai mengendarai kendaraan bermotor. Sehari-hari, aku mengandalkan jalan kaki atau bersepeda. Untuk jarak tempuh yang jauh, aku menggunaan kendaraan umum.
Aksi tersebut membantuku untuk memiliki tubuh yang bugar dan terhindar dari kontribusi dalam aktifitas penggunaan energi yang menghasilkan emisi karbon.
Kedua, menjalani pendidikan daring.
Menurutku, rutinitas pendidikan formal ‘luring’ (tatap muka) berkontribusi besar dalam kerusakan lingkungan. Nyaris setiap hari jutaan pelajar dan mahasiswa mengendarai kendaraan bermotor sebagai alat transportasi ke kampus atau sekolah. Kemudahan dalam kepemilikan kendaraan bermotor memicu peledakan populasi kendaraan bermotor di Indonesia. Fenomena tersebut menyebabkan penggunaan bahan bakar fosil besar-besaran dan kerusakan alam khususnya polusi udara.