Membangkit Batang Terendam
Meskipun secara genealogi etnis Tionghoa memiliki silsilah yang berbeda dengan etnis-etnis yang tergabung sebagai masyarakat tradisional Minangkabau, akar Tionghoa yang terukir abadi di Rumah Gadang, merupakan warisan leluhur masyarakat tradisional Minangkabau yang meneguhkan eksistensi etnis Tionghoa keturunan Sumatera Barat sebagai dunsanak (saudara) masyarakat tradisional Minangkabau. Selain itu, akar Tionghoa memastikan bahwa Ranah Minang sebagai Tanah Air bagi keturunan etnis Tionghoa di Sumatera Barat.
Kemunduran kejayaan Kerajaan Pagaruyung mengakibatkan redupnya pengaruh Kebudayaan Tionghoa di Ranah Minang. Konflik multidimensi yang dipicu kebijakan segregasi ras pada masa pendudukan pemerintah kolonial Belanda memiliki kontribusi yang sangat besar dalam terkikisnya kebudayaan Tionghoa di Ranah Minang dan menghanguskan eksistensi tionghoa sebagai 'dunsanak' dalam memori kolektif Orang Minang. Etnis Tionghoa yang semulanya dikenal sebagai bangsa lain dalam konteks keberagaman sebagaimana harmoni warna-warna pelangi, menjadi bangsa lain dalam konteks minoritas dan 'sang liyan' (the other).
Perubahan zaman, dari zaman pendudukan kolonial menjadi zaman kemerdekaan, belum optimal dalam membangkitkan semangat kolektif masyarakat Sumatera Barat untuk menggali kebudayaan warisan leluhur dan menjadikannya sebagai bagian dari jati diri.
Tidak heran bila, mayoritas generasi Minangkabau ataupun generasi Orang Minang Tionghoa di masa sekarang, cenderung tidak akrab lagi dengan filosofi akar Tionghoa. Implikasinya, mayoritas masyarakat tradisional Minangkabau dan Orang Minang Tionghoa, tidak bisa menentukan atau membedakan motif akar tionghoa dengan motif ukiran tradisional Minangkabau lainnya ketika menyaksikan secara langsung di Rumah Gadang.
Implikasinya, spirit zaman yang terkandung dalam akar Tionghoa sulit untuk diwarisi masyarakat tradisional Minangkabau ataupun etnis Tionghoa, terutama kalangan generasi muda. Ukiran akar Tionghoa menjadi sekadar hiasan yang memiliki fungsi estetik tanpa kandungan filosofis yang diserap sebagai bagian dari jati diri bangsa.
Padahal, eksistensi akar Tionghoa sangat penting bagi masyarakat Indonesia terutama bagi Orang Minang dan Orang Tionghoa Minang. Keberadaan akar Tionghoa melukiskan jalinan sinergi dan kolaborasi antarbangsa yang berbeda dalam membangun peradaban.
Perlu adanya kerjasama lintas sektoral yang menjalin relasi masyarakat tradisional Minangkabau dan etnis Tionghoa untuk menghidupkan dan melestarikan filosofi akar Tionghoa di Era Mutakhir. Dalam tradisi Minangkabau tindakan ini lazim disebut mambangkik batang tarandam atau membangkitkan batang terendam dalam bahasa Indonesia.
Bila diselenggarakan, upaya ini tidak hanya memicu pelestarian ukiran tradisional Minangkabau dan Rumah Gadang, tetapi juga menumbuhkan benih-benih kolaborasi dan sinergitas untuk membangun peradaban Minangkabau di Era Mutakhir.
Referensi
Erniwati. 2007. Asap Hio di Ranah Minang: Komunitas Tionghoa di Sumatera Barat. Yogyakarta: Ombak.