Laki-laki setengah baya itu keluar. Di bawah hujan kulihat ia meneteskan air mata, dan langsung menginjak pedal gasnya dalam-dalaam.
"Kenapa kamu cepat pulang?" tanya ibu.
Aku hanya diam seribu bahasa. Kuberanikan bertanya.
"Bu, apa benar dia hujan? Diakah ayahku?"
"Seperti yang kudenggar dalam doa ibu, jangan biarkan hujan menjemputku."
Tangis ibu memecah kesunyian pada saat itu. Sebenarnya aku tak ingin ibu terluka. Mataku pun tak mampu menyembunyikan kesedihan yang tengah terlukis di wajahku. Sambil memelukku, ibu berkata, " Ya, dia ayahmu."
"Hujan itu?" sahutku langsung.
"Hujan itu adalah musim. Ayahmu dulu pergi dimusim hujan dan sekarang kembali juga di musim hujan. Ibu tak ingin ayahmu hanya semusim bersama kita. Karena ayahmu…"