Mohon tunggu...
Frank Lampard
Frank Lampard Mohon Tunggu... -

REPORTER KORAN HARIAN LOKAL,\r\ndan FANS FANATIK CHELSEA\r\nsuka menulis dan membaca tulisan di KOMPASIANA\r\n\r\nsalam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Memori Tentang Ibu

23 Juni 2012   19:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:37 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pukul lima, ibu membangunkanku untuk sholat subuh. Mataku seolah tak mau terbuka, rasa ngantuk masih menyelimutiku. Namun, saat aku menuju kamar mandi, aku mendengar rintihan tangis dari bilik kamar ibu. Aku menyelinap diam-diam dibalik pintu kamar. Aku melihat tengadah tangan diiringi rangkaian doa, "Ya Tuhan, hamba ikhlas bila butir-butir cobaan ini masih menyelimuti. Tapi, hamba mohon jangan biarkan hujan menjemput putriku." Kualihkan pandangan dan kutuju kamarku dengan berbagai pertanyaan yang mengendap dalam benakku.

"Siapa hujan itu? Apa maksud ibu?"

Pagi ini tidak cerah, sama seperti hatiku. Kutelusuri jalanan yang sedikit basah menuju kampus, tak jauh dari rumahku. Tiba-tiba sosok laki-laki paruh baya dari dalam mobil berhenti di dekatku.

"Kamu mengingatkanku pada seseorang" ujar laki-laki itu. Aku tersenyum tipis penuh heran, tanpa sepatah kata kulanjutkan perjalananku. Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing, nomor pribadi memanggil.

" Hallo…, dengan siapa?" suara laki-laki ini tidak asing lagi. Ya, dia laki-laki yang tadi pagi menghampiriku juga meneleponku beberapa hari lalu. Langsung saja kunonaktifkan handphoneku. Lalu aku duduk termenung di persimpangan jalan.

"Ya Tuhan, hamba ikhlas bila butir-butir cobaan ini masih menyelimuti. Tapi, hamba mohon jangan biarkan hujan menjemput putriku", doa ibu setiap kali datang hujan.

"Laki-laki itu. Apa arti semua ini? Siapa dia?"

Aku terkejut ketika Kijang Innova merah parkir di halaman rumahku. Aku berlari kecil karena hujan tiba-tiba datang. Kuucapkan salam tanpa basa-basi akupun langsung masuk ke dalam kamar. Dengan nada agak tinggi ibuku melontarkan kata-kata yang tak terpikirkan sebelumnya olehku. Terdengar dengan jelas ibu berkata pada laki-laki itu.

"Aku tak ingin anakku mengenalmu" kata ibu dengan nada tinggi.

"Dia juga anakku" lelaki itu menyahut dengan nada yang sama.

Isak tangis ibu semakin terdengar. Aku keluar melihat keadaan ibu. Kupandang raut muka ibu yang sangat memelas. Tanpa sadar kukatakan, "Ayahku telah mati! Seandai ia masih hidup, tak mungkin ia meninggalkan aku dan ibuku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun