Mohon tunggu...
Arif Hidayat
Arif Hidayat Mohon Tunggu... -

yeehhaaaaaahhh..... udah gak kebalik lagiii :)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Syair Lama dari Ladangku

2 Desember 2010   13:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:05 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.

Pagi sudah, lama tak kunikmati pagi ini. Masih samakah ia? Sejuknya? Dalam rinai embun yang menggoda dedaunan. Apa yang kau cari dari rindunya pagi yang menyapa, Tuan? Tanya mereka dalam cengkrama basah rerumputan yang membumi. Sapalah kami Tuan! Bercandalah seperti biasa engkau bergumul dengan tirai fajar yang kau singkap! Mereka terus berceloteh. Terdengar riang. Menyapa teligaku. Indah. Ya... jauh lebih indah ketimbang nada hujat yang terdengar parau. Meninggi di balik langit.

.

Mhhh... Semak sekali ladangku! Lalang pun seakan berlomba mencari perhatian matahari. Dimana tanamanku? Dimana mereka semua?

.

“Paman... Paman Petanii... kami di sini!”
“Kaliankah itu?”
“Iya, Paman.”

.

Dari suaranya aku dapat mengenalinya.

.

“Rupanya kau disini , Tomat! Dimana lagi yang lain?”
“Di sini Paman! Di sini!”
“Hahhaha... Kalian masih disini semua?”
“Ya, Paman! Kami tetap setia di sini. Walaupun harus berada diantara lalang-lalang sombong yang menutupi kami dari canda matahari”
“Jangan khawatir, akan kusiangi lalang-lalang itu. Oiya bagaimana keadaan kalian? Adakah yang ingin kalian ceritakan padaku?”
“Aku ada, Paman! Ada.. Ada!” dengan semangat Wortel mengajukan diri.
“oh ya? Coba apa yang mau kau sampaikan, Wortel.”
“Selama menunggu Paman, aku sempatkan menulis sebuah pantun 2 baris untukmu, Paman!”
“Untukku? Pantun 2 baris? Bukannya pantun itu 4 baris?”
“Ini 2 baris, Paman! Rima-nya pun sama. Kedua barisnya isi. Tak ada sampirannya Paman!”
“Kalau memang itu yang kau maksud, itu namanya ‘Gurindam’.”
“Ooh, beda ya, Paman?”
“Jelas beda lah, Wortel. Jumlah barisnya saja sudah beda. Okey deh sekarang coba kau bacakan gurindammu!”
“Ehm... Ehm... aku tarik suara dulu ya, Paman”

.

____ ,., ____

.

Apakah makna dari lah rasa
Sampaikanlah ia dalam bahasa

.

Apakah makna dari lah rindu
Tautkanlah ia, kau iring syahdu

.

Seberapa syahdu rindu terpaut
Sebanyak rasa yang nak kau rajut
.
____ ,., ____

.
“Sudah, Paman! Bagaimana hadiahku?”
“Bagus... Tapi apa tidak sedikit aneh?”
“Aneh bagaimana maksud Paman?”
“Gurindammu itu apa memang untukku? Rasaku kok tidak ya?
“Hehehehehe.... sebetulnya gurindam itu buat si kembang kol, Paman.”
“Wortellll jahatt!!!” raung kembang kol mendadak marah karena tidak terima.
“Maaf, kuncup putihku yang kehijauan, aku terlalu senang bertemu dengan Paman Petani. Aku ingn memberikannya hadiah, tapi tak punya apa-apa. Ya sudah, kuberi saja gurundam ini.” Jelas si Wortel membela diri.
“ya sudah... jangan marah lagi, kembang kol. Walau gurindam tadi itu katanya untukku. Tapi kan Wortel membacakannya di sampingmu. Kau pun mendengarnya juga kan? Anggap saja itu memang untukmu.”

.

Mereka pun berbaikan kenbali... Lucu juga melihat polah para tanamanku ini.
.
“Tunggu.. perasaan tadi aku lihat Tomat? Kemana dia sekarang?”
“Itu dia, Paman!” tunjuk si kembang kol dengan daunnya.
“Hei, Tomat! Mengapa kau pergi dan bersembunyi?”
“A... Aku Ma..lu , Paman. Semnetara si Wortel memberikanmu hadiah, tapi aku tak bisa memberikan hadiah sama sekali.”
“Ooo... Itu rupanya... Tak usah malu begitu Tomat. Baiklah aku yang akan memberikan hadiah.”
“Hadiah?”
“Ya! Aku akan memberimu hadiah ‘Talibun’.”
“Hah!! Tallibaann??” jawab mereka bersamaan.
“Ta-Li-bun... Bukan taliban. Jangan salah sebut, nanti bisa-bisa Paman kena hujat lagi loh.”
“heheheh.... Oiya Paman, memangnya talibun itu apa?”
“Talibun itu salah sajak yang terdiri dari 6-20 baris. Setengah dari isinya adalah sampiran dan setengah sisanya adalah isinya. Rima-nya pun ada ketentuannya, contohnya untuk yang 6 baris, rimanya a-b-c-/a-b-c. begitula dengan kelipatan bilagan genap berikutnya sampai 20 baris”
“21 boleh gak, paman?” tanya si Wortel.
“Ya jelas gak bisa lah,. Lagipula itukan ganjil bagaimana memilah menjadi 2. Kamu ini kok ngawurr”
“hehehe... Soalnya aku sering liat tulisan 21 gitu paman, katanya sih nama bioskop. Minggu depa aku juga mau ngajak kembang kol nonton di 21! Kebetulan ada film bagus. Judulnya ‘Carrots of the caribbean’ kereen paman!”
“Hush jangan mimpi deh... gak level tau nonton sama kamu di 21. Aku biasanya tuh di XXI, kalau enggak di Blitzmegaplex bareng mbak dwi yang suka nonton trus bikin postingan resensi di Kompasiana,” balas kembang kol sok gengsi.
“Yaudah perkara nonton. Itu urusan kalian, sekarang Paman mau bacaain talibun buat Tomat nih”
“Silahkan, Paman. Waktu dan lapak kami sediakan. Lanjut!”

.

____ ,., ____

.

Tiada maksud hamba berladang
Mencari makna dalam cangkulan
Makna kudapat, Aksara ku pintal

... Selagi hayat masih tak lekang
... Cukupi diri dengan amalan
... Di akhir hidup takkan menyesal

.

Eloklah seroja disunting dara

Dara jelita intan baiduri
Laksmana muda pun jatuh hati

... Elok lah budi dipelihara
... Tanda mulia mahruah diri
... Nama dikenang selepas mati

.

____ ,., ____

.

“Makasih paman, aku suka sekali tambun-nya!” celetuk riang si Tomat.
“Hush!! Jangan sembarang nyebut! ‘ta-li-bun! Bukan tambun. Nanti paman marah lo. Belakang ini dia kan lagi sensi,” sahut si Wortel
“Sudah... Sudah... kalian ini kok ribuutt teruss.... Ya sudah sudah mulai siang nih. Kerjaanku banyak nati tak selesai pula ku-siangi lalang-lalang ini.”

....

Matahari mulai meninggi... mulai menyapa pori-poriku... tak sabar bercanda dengan peluhku... mmh...

..

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun