Pendapat Yang Menghempaskan, Menghancurkan
Perusahaan bersikeras menganggap hubungan mereka bersifat perdata dan tidak di bawah undang-undang ketenagakerjaan. Terawan punya pendapat lain, sesuai nasihat pengacara, ia maju ke pengadilan. Suatu pendapat memang antara pengetahuan akan kebenaran dan ketidak tahuan sama sekali, seperti kata Plato.
Hakim sependapat dengan Terawan dan menganggap hubungan mereka adalah hubungan kerja berdasarkan pasal 1 adanya unsur pekerjaan, perintah dan upah, bukan hubungan kemitraan. Karena itu pendapat perusahaan salah dan perusahan harus membayar uang sesuai undang-undang ketenagakerjaan.
Jadi sekalipun perusahaan berpendapat membuat perjanjian kemitraan itu aman, bila unsur pasal 1 undang-undang Ketenagakerjaan terpenuhi, maka dalam kasus ini perjanjian itu dianggap tidak sah, dan hubungan kedua pihak dianggap hubungan kerja. Pengusaha ini tidak menyadari, bahkan banyak orang tidak sadar, pendapatnya adalah cerminan karakternya. Pendapat yang membatu, keras, tidak benar, sebenarnya menghancurkan hak-hak orang lain, hidup mereka.Â
Andai Hidup Punya Pilihan, Tapi Bila Tidak, Tetaplah Bekerja dan Tetap Optimis
Kejadian lain yang mirip terjadi di perusahaan transportasi di Medan tahun 2017. Perusahaan menganggap 6 pengemudi yang bekerja padanya tersebut adalah mitra, bukan karyawan. Di tahun itu, para pengemudi tersebut mengundurkan diri. Namun perusahaan tidak memberi uang pisah, karena mereka dianggap sebagai mitra. Padahal mereka sudah bekerja lama, bahkan ada yang sampai 24 tahun.
Setelah maju ke pengadilan, para pengemudi itu menang. Hakim menganggap semua pengemudi itu bekerja karena adanya unsur pekerjaan, perintah, dan upah sesuai pasal 156 undang-undang Ketenagakerjaan. Karena itu mereka bukan mitra, tapi statusnya karyawan, bahkan berstatus permanen. Artinya perusahaan harus memberi uang pisah.
Masalahnya di Indonesia, perusahaan tidak diberi sanksi. Bila karyawannya menang, perusahaan harus memenuhi kewajibannya, itu saja tanpa sanksi yang membuat jera. Kewajiban bukalah sanksi. Sanksi menjadi kebutuhan yang sangat besar bagi pengusaha. Dengan sanksi datanglah tanggung jawab. Kejadian dimana pengusaha tidak mau mempunyai hubungan kerja dengan karyawannya adalah masa depan yang menakutkan.Â
Di lain pihak seseorang yang dijadikan mitra tidak ingin menuntut untuk dijadikan karyawan. Lebih baik ia menjadi mitra, lebih baik menakutkan, daripada tidak punya pekerjaan sama sekali. Seperti nilai-nilai Nelson Mandela, bila kita tidak punya pilihan harus bekerja dengan musuh, apa boleh buat bekerjalah dengan musuh dan tetap optimis. Mudah-mudahan sang musuh menjadi mitra yang baik kelak.
Apakah sanksi pada pemerintah ini pekerjaan rumah pemerintah atau memang aturan tanpa sanksi diciptakan agar membuat perusahaan dapat terus beroperasi? Tidak tahu.
Tak penting status Anda saat bekerja mitra atau karyawan, bila bekerja di perusahaan itu adalah satu-satunya pilihan, yang penting Anda tetap bekerja.