Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tak Penting Status Anda Karyawan Atau Mitra; Yang Penting Anda Tetap Bekerja

8 Oktober 2023   07:20 Diperbarui: 9 Oktober 2023   21:20 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak penting betapa lambatnya Anda berjalan, yang penting Anda tetap optimis, tetap berjalan. -Confusius- 

Karyawan yang pernah diawasi oleh Aryo selama 13 tahun berjumlah ratusan. Sebagai pengawas pembuat sepatu, Aryo harus memastikan tiap jahitan seluruh pekerjanya tidak meleset satu milimeter pun. Tapi malang tak dapat ditolak, pandemi datang dan perusahaan sepatu tempat Aryo bekerja di Surabaya tahun 2022 memutuskan hubungan kerja dengannya. 

Selama ini memang pernah beberapa kali bila tidak ada pesanan, maka Aryo tidak bekerja dan tidak digaji. Tapi kejadian itu dianggapnya masa istirahat, karena tidak berapa lama Aryo dipanggil untuk bekerja kembali. Dari awal memang Aryo tidak pernah menandatangani surat perjanjian apapun dan baginya itu tidak masalah. Sampai tiba-tiba masalah datang di tahun 2020, lalu perusahaan tak mendapat pesanan sepatu lagi. Aryo sadar mengapa perusahaan tidak membuat surat perjanjian kerja dan menganggap hubungan kerjanya adalah kemitraan.

Pemain sepak bola profesional di Jerman bilang: Kadang kita menang, kadang kita kalah, kadang kita tidak beruntung, itulah hidup. Kali ini Aryo sadar ia kalah dan sekaligus tidak beruntung.

Pengusaha Perlu Belas Kasihan, Bukan Karyawan

Berbagai cara untuk menghindari kewajiban undang-undang telah dilakukan oleh sejumlah perusahaan. Kewajiban paling sering dihindari adalah pembayaran pesangon sesuai undang-undang. Salah satu strategi perusahaan menghindari hal itu adalah membuat hubungan kerja kemitraan. Itulah yang dilakukan perusahaan sepatu tempat Aryo bekerja.

Pada saat karyawan dengan status pekerja tetap, semua perusahaan wajib membayar pesangon yang cukup besar bila melakukan PHK. Walau sebenarnya perusahaan mampu, tapi bila memungkinkan perusahaan bilang tidak mampu dan akan menghindar. Kewajiban ini dianggap sebuah keadilan yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya kewajiban ini dianggap tidak adil oleh perusahaan, hingga 'patut diberi belas kasihan'.

Pada saat karyawan dianggap bukan karyawan, tapi hanya mitra, perusahaan menganggap tak perlu membayar pesangon. Teknik pola kemitraan adalah strategi menghindari kewajiban. Perusahaan menganggap orang yang bekerja padanya adalah mitranya, bukan karyawannya. 

Surat kabar Kompas tahun lalu mencatat beberapa di antaranya seperti, J&T, Shopee Express, SiCepat Ekspres. Setelah karyawan di PHK dan kemudian mereka ditawarkan sebagai mitra. Daripada perusahaan harus membayar pesangon besar kelak, lebih baik pesangon kecil saat ini. 

Bagi perusahaan, pola kemitraan ini dianggap menguntungkan, tapi bagi karyawan ini merugikan. Sebagai mitra, ia tidak mendapatkan hak-haknya bila terjadi PHK.

Inilah celah yang dimanfaatkan perusahaan. Sahkah perusahaan menganggap hubungan mereka adalah kemitraan? 

Pengusaha, Korban Ketidak Adilan.

Bila dipelajari sifat hubungan kerja mereka sebenarnya sama seperti hubungan antara pengusaha dan pekerja. Artinya bekerja berdasarkan adanya unsur pekerjaan, perintah, upah, bukan sebagai mitra yang sama derajatnya. Hubungan ini amat umum terjadi antara perusahaan dan karyawan. Sedangkan hubungan mitra itu tidak wajar. Karena itu sejumlah hakim menganggap hubungan ini tidak sah, tidak masuk akal. Pengusaha sebaiknya bernalar seperti hakim dan pekerja, serta menyadari pengusaha sendiri adalah pencetus ketidakadilan, bukan korbannya.

Sahkah perusahaan mempekerjakan seseorang dengan dasar semua unsur di atas tanpa kontrak (PKWT) atau berstatus karyawan tetap (PKWTT), tapi berdasarkan perjanjian kemitraan? 

Bila sebelumnya seseorang di Surabaya sebut saja si Aryo tak mendapat pesangon sama sekali, selanjutnya ia maju ke pengadilan dan menuntut pesangon. Prinsipnya Aryo minta dianggap berstatus karyawan tetap. Ternyata sebelum itu sudah 16 rekan kerja Aryo yang dianggap sebagai mitra oleh perusahaan sepatu tersebut, menuntut dianggap karyawan dan diberi pesangon. 

Setelah diteliti oleh hakim, mereka dibenarkan dan dimenangkan, begitu juga Aryo. Berarti hubungan mitra tidak sah. Hakim menganggap semua orang itu adalah karyawan. Alasannya mereka tidak mendapat perjanjian kemitraan, karena itu otomatis hubungan mereka dengan perusahaan sepatu adalah hubungan kerja; Bukan hubungan kontrak, tapi karyawan permanen, karena tidak ada kontrak kerja.

Jadi bagi hakim tersebut hubungan kemitraan tidak sah tanpa adanya perjanjian kemitraan. 

Hidup Naik Turun, Ikuti Saja Arusnya, Sampai Terhempas

Bagaimana bila perusahaan mempunyai perjanjian kemitraan yang disetujui oleh kedua pihak, sahkah hubungan kemitraan tersebut?

Ada kasus di perusahaan logistik di Cakung pada tahun 2018 yang mempunyai perjanjian kemitraan dengan pengemudinya. Seorang pengemudinya sebut saja Terawan dibayar berdasarkan jumlah "rit' yang ia kerjakan. Dalam hal ini, satu rit berarti ia telah menyelesaikan pengantaran sejumlah barang dan balik kembali ke perusahaan. Setiap rit yang diselesaikan, ia mendapat komisi tertentu. Tentu saja nilai komisinya naik turun.

Hidup memang sulit ditebak. Seorang artis India Zeenat Aman berkata: Hidup itu naik turun. Kuncinya ikuti saja arus-nya. Terawan juga telah mengikuti arus selama 15 tahun. Lalu pada tahun 2011, arus berubah, perusahaan membuat perjanjian kemitraan dengan Terawan. Dimana Terawan bekerja tanpa dibatasi oleh waktu dan hanya mendapat komisi. Terawan terus saja bekerja. Perjanjian tersebut dianggap masih berlaku sampai 7 tahun kemudian.

Lalu arus menghempaskan Terawan ke batu karang, tiba-tiba perusahaan memutuskan hubungan dengan Terawan. Saat itu Terawan tidak pernah lagi dipanggil untuk bekerja dan tidak diberi pesangon.

Pendapat Yang Menghempaskan, Menghancurkan

Perusahaan bersikeras menganggap hubungan mereka bersifat perdata dan tidak di bawah undang-undang ketenagakerjaan. Terawan punya pendapat lain, sesuai nasihat pengacara, ia maju ke pengadilan. Suatu pendapat memang antara pengetahuan akan kebenaran dan ketidak tahuan sama sekali, seperti kata Plato.

Hakim sependapat dengan Terawan dan menganggap hubungan mereka adalah hubungan kerja berdasarkan pasal 1 adanya unsur pekerjaan, perintah dan upah, bukan hubungan kemitraan. Karena itu pendapat perusahaan salah dan perusahan harus membayar uang sesuai undang-undang ketenagakerjaan.

Jadi sekalipun perusahaan berpendapat membuat perjanjian kemitraan itu aman, bila unsur pasal 1 undang-undang Ketenagakerjaan terpenuhi, maka dalam kasus ini perjanjian itu dianggap tidak sah, dan hubungan kedua pihak dianggap hubungan kerja. Pengusaha ini tidak menyadari, bahkan banyak orang tidak sadar, pendapatnya adalah cerminan karakternya. Pendapat yang membatu, keras, tidak benar, sebenarnya menghancurkan hak-hak orang lain, hidup mereka. 

Andai Hidup Punya Pilihan, Tapi Bila Tidak, Tetaplah Bekerja dan Tetap Optimis

Kejadian lain yang mirip terjadi di perusahaan transportasi di Medan tahun 2017. Perusahaan menganggap 6 pengemudi yang bekerja padanya tersebut adalah mitra, bukan karyawan. Di tahun itu, para pengemudi tersebut mengundurkan diri. Namun perusahaan tidak memberi uang pisah, karena mereka dianggap sebagai mitra. Padahal mereka sudah bekerja lama, bahkan ada yang sampai 24 tahun.

Setelah maju ke pengadilan, para pengemudi itu menang. Hakim menganggap semua pengemudi itu bekerja karena adanya unsur pekerjaan, perintah, dan upah sesuai pasal 156 undang-undang Ketenagakerjaan. Karena itu mereka bukan mitra, tapi statusnya karyawan, bahkan berstatus permanen. Artinya perusahaan harus memberi uang pisah.

Masalahnya di Indonesia, perusahaan tidak diberi sanksi. Bila karyawannya menang, perusahaan harus memenuhi kewajibannya, itu saja tanpa sanksi yang membuat jera. Kewajiban bukalah sanksi. Sanksi menjadi kebutuhan yang sangat besar bagi pengusaha. Dengan sanksi datanglah tanggung jawab. Kejadian dimana pengusaha tidak mau mempunyai hubungan kerja dengan karyawannya adalah masa depan yang menakutkan. 

Di lain pihak seseorang yang dijadikan mitra tidak ingin menuntut untuk dijadikan karyawan. Lebih baik ia menjadi mitra, lebih baik menakutkan, daripada tidak punya pekerjaan sama sekali. Seperti nilai-nilai Nelson Mandela, bila kita tidak punya pilihan harus bekerja dengan musuh, apa boleh buat bekerjalah dengan musuh dan tetap optimis. Mudah-mudahan sang musuh menjadi mitra yang baik kelak.

Apakah sanksi pada pemerintah ini pekerjaan rumah pemerintah atau memang aturan tanpa sanksi diciptakan agar membuat perusahaan dapat terus beroperasi? Tidak tahu.

Tak penting status Anda saat bekerja mitra atau karyawan, bila bekerja di perusahaan itu adalah satu-satunya pilihan, yang penting Anda tetap bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun