Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pelecehan dan Musuh Terburuk Karyawan

24 Mei 2023   21:14 Diperbarui: 24 Mei 2023   21:36 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelecehan Itu Rumit, Sensitif, dan Amat Subjektif dan Musuh Terburuk Karyawan adalah Keputusan Terburu-buru pada Pelecehan Atas Nama Efisiensi

Saat kereta melewati terowongan dan hari menjadi gelap, Anda tidak membuang tiketnya dan melompat. Anda duduk diam dan mempercayai masinis.

Seorang karyawan perusahaan kereta api dengan inisial 'D', selanjutnya sebut saja Dito, dilaporkan oleh seorang penumpang wanita. Saat naik kereta di gerbong wanita, sang penumpang bertemu dengan Dito, lalu Dito membisiki kata-kata 'sayang' dan selanjutnya ia mengedipkan mata pada si penumpang. 

Menurut sang penumpang, Dito melakukan pelecehan seksual. Kata-kata 'sayang' tampaknya seperti penampakan hantu; Diucapkan sekali saja dan langsung membuat orang takut.

Si penumpang merasa takut, berkeringat dingin, seolah-olah melalui terowongan gelap tanpa akhir. Saat kereta berhenti, ia tidak duduk diam, tapi melompat turun dan buru-buru melaporkan Dito ke perusahaan kereta api. Tindakan Dito ini dianggap pelecehan pada dirinya dan terjadi sekitar awal April 2023.

Pihak yang menentukan pelecehan seksual sebagai tindakan pidana tentu saja polisi. Bila polisi menetapkan bahwa itu adalah pelecehan seksual, maka polisi dapat menahan Dito. 

Pihak lain yang merasa perlu memutuskan bahwa Dito melakukan pelecehan seksual adalah perusahaannya. Perusahaan amat peduli pada penumpang dan apapun yang dikatakannya. Namun kekuasaan membawa perusahaan pada kesombongan, walau hukum berusaha menyeimbangkannya.

Sebenarnya tuduhan pelecehan ini amat subjektif. Menurut Kathie Lee Giford, presenter TV di Amerika, pelecehan itu rumit, halus atau sensitif dan amat subjektif. 

Seharusnya perusahaan membuktikan dulu dengan tidak menghilangkan hak-hak si karyawan. Bahkan bila karyawan diduga melakukan tindak pidana, maka sebelum 6 bulan, menurut hukum, perusahaan belum dapat melakukan PHK. 

Hal ini berdasarkan pasal 154A UU tentang Cipta Kerja 2023. Bila perusahaan melakukan PHK, berarti perusahaan hanya dapat menerapkan pasal yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan efisiensi. 

Seseorang berkata musuh terburuk kehidupan adalah kesombongan, tindakan semena-mena; musuh terburuk kedua tindakan atas nama efisiensi.

Apa yang dilakukan perusahaan?

Hari yang Menyedihkan

Perusahaan meminta Dito agar mengundurkan diri. (1) Tidak ada berita apakah akhirnya si Dito mengundurkan diri atau tidak, tapi pastinya terjadi PHK. Bila Dito menulis pengunduran dirinya, berarti ia tidak mendapatkan pesangon. Dito hanya dapat uang penghargaan masa kerja saja. Sayang sekali.

Hari itu jelas hari yang buruk bagi Dito. Tidak ada yang lebih buruk bagi karyawan selain hari dimana perusahaan tidak mempercayainya.

Padahal Dito belum tentu benar-benar melakukan pelecehan seperti diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kasihan Dito, dihakimi oleh perusahaan sebelum membela tindakan dan mendapatkan hak-haknya.

Tentu saja bila Dito tak mau menulis pengunduran diri, perusahaan tetap dapat melakukan sanksi PHK, paling tidak dengan alasan efisiensi.

Sebenarnya bagaimana dengan kasus pelecehan lainnya, apa perusahaan berhak memberi sanksi pada karyawannya yang diduga melakukan pelecehan?

Kasus Pelecehan, Pembelaan, dan Kemenangan

Ada 3 kasus lainnya dimana seorang karyawan dianggap melakukan pelecehan terhadap karyawan lain.

  • 1. Muin, Karyawan yang Dibela Hakim

Kasus pertama adalah si Muin di Surabaya pada tahun 2017 lalu (1). Setelah lebih dari 24 tahun bekerja di perusahaan air minum, ia di PHK perusahaan. Alasannya adalah ia telah melakukan pelecehan terhadap petugas keamanan perusahaan. Saat diperiksa kukunya secara rutin, Muin menolak dan membuka celananya di depan petugas. Ini disebut pelecehan. Ini menurut si petugas keamanan. Namun tidak ada saksi siapapun.

Perusahaan melaporkan Muin ke pengadilan dan mengajukan permohonan untuk mensahkan PHK Muin. Muin dianggap melakukan kesalahan berat sesuai undang-undang lama pasal 158. Dengan begitu Muin hanya diberi 1 kali pesangon oleh perusahaan. 

Namun hakim tidak mempercayai laporan petugas keamanan, karena tidak ada saksi. Sebaliknya saksi-saksi dari Muin menyatakan perusahaan tidak menyukai Muin, karena ia masuk sebagai anggota serikat pekerja. Satu-satunya orang yang menyatakan adanya pelecehan adalah si petugas keamanan itu sendiri. 

Fakta bahwa pernyataan seorang petugas keamanan dipercayai oleh perusahaan, bukanlah bukti apapun bahwa pernyataan tersebut benar.

Karena tidak ada bukti lain, hakim memutuskan bahwa perusahaan melakukan PHK karena hubungan sudah tidak lagi harmonis . Perusahan wajib membayar 2 kali pesangon sesuai pasal 155 undang-undang lama. Jadi bukti pelecehan itu penting. Saksi juga penting. Keduanya adalah dasar hakim menentukan PHK yang seharusnya. Apakah atas dasar pelanggaran berat atau pelanggaran bersifat mendesak berdasarkan undang-undang baru, atau bukan.

Sekalipun Muin dianggap melakukan pelecehan, Muin tidak dapat dihukum oleh perusahaan atas dasar pelecehan, karena tidak ada saksi.

  • 2. Edo, Karyawan yang Dibela Perusahaan

Kasus kedua, sebut saja si Edo Jakarta (3). Kasus itu terjadi pada tahun 2013. Menurut karyawan sekantor, Edo itu memang sering melanggar kode etik dan seenaknya sendiri. Bicaranya berteriak-teriak, bahkan juga pernah melontarkan kata-kata tak pantas terhadap dua orang rekan kerjanya. Di suatu siang di kantornya, Edo memaki-maki rekan kerjanya yang lain dan merendahkan martabatnya. 

Rekan kerja Edo itu sendiri sebenarnya seorang salesman yang berprestasi dan berperilaku baik. Saat itu sayangnya, sang rekan kerja itu tidak dapat menguasai diri. Ia tidak tahan, lalu memukul Edo itu di depan banyak orang. Tentu saja semua yang melihatnya terkejut. 

Waktu terlalu lambat bagi rekan kerja Edo, yang menunggu tindakan perusahaan memberi sanksi Edo. Padahal segala sesuatu termasuk menunggu itu hanya sulit pada awalnya, sebelum menjadi lebih mudah. Tapi apa boleh buat rekan Edo kehabisan enerji membendung emosinya dan akhirnya menciptakan kekacauan.

Disini letak perbedaan tindakan perusahaan Edo dan Dito. Manajemen berpendapat karyawan yang memukul Edo itu salah, tapi Edo sendiri tidak. Sekalipun Edo sering melecehkan karyawan lain, Edo tidak bersalah. Walau pelecehan itu dapat dianggap intimidasi, manajemen tak melakukan apa-apa. 

Cukup menyedihkan, mereka yang berani mempertahankan orang yang menguntungkan mereka, sebenarnya merugikan orang lain.

Justru rekan yang memukul Edo itu ditetapkan bersalah. Rekan kerja Edo itu di PHK tanpa surat peringatan apapun. Ia dianggap melanggar dua hal, yaitu peraturan perusahaan dan pasal 158 ayat 1 butir c undang-undang lama, melakukan penganiayaan. Seolah-olah perusahaan membela Edo dengan tidak bertindak.

Jadi kasus Edo berbeda dengan kasus Dito di perusahaan kereta api. Perusahaan menolak memberi sanksi pada Edo. Sekalipun semua karyawan melihat Edo yang melakukan pelecehan, Edo tak mendapat sanksi, karena perusahaan tidak melakukan tindakan apapun.

  • 3. Andar, Karyawan yang Diberi Sanksi Ringan

Kasus ketiga di Cakung tahun 2011 (4). Saat itu seorang manajer pabrik fashion, sebut saja Andar bekerja di bagian produksi. Baru 2 bulan Andar bekerja, suatu hari ia melontarkan kata-kata kasar dan bertindak dengan semena-mena terhadap bawahannya seorang karyawan wanita. Kata-kata kasar itu disaksikan dan dianggap oleh karyawan lainnya melecehkan wanita itu. Esok harinya teman-teman wanita itu bersatu dan mendemo serta menuntut agar Anda dikeluarkan.

Andar takut dan di kemudian harinya tidak masuk kerja. Perusahaan tidak memberi sanksi pada Andar. Sebaliknya perusahaan beritikad baik dengan menawarkan Andar pindah ke bagian lain. Seolah-olah perusahaan memberi sanksi ringan, namun bertujuan untuk menyelamatkan Andar.

Prinsip bertindak dengan itikad baik merupakan tindakan yang mulia dan patut dihargai.

Namun Andar tidak menghargai keputusan perusahaan dengan baik. Malah Andar tidak masuk sampai 5 hari berturut-turut dan tanpa berita. Akhirnya perusahaan menganggap Andar mangkir dan mengundurkan diri. Padahal perusahaan belum memberi sanksi. 

Karena mangkir, Perusahaan melakukan PHK dengan dasar mangkir pasal 154 undang-undang lama. Perusahaan tak mau memberi Andar uang penghargaan masa kerja 1 bulan gaji, karena menganggap Andar belum lulus masa percobaan. 

Andar mengajukan kasus ini ke pengadilan. Di masa itu hakim masih memakai undang-undang lama. Menurut hakim, karena dalam kontrak tidak ditulis adanya masa percobaan, berarti tidak disyaratkan 3 bulan percobaan. Karena itu Andar dianggap statusnya sebagai pekerja tetap dan harus diberi satu kali uang penghargaan masa kerja. 

Sekalipun Andar melakukan pelecehan, Andar tidak mendapat sanksi. Di lain pihak perusahaan tidak memberi sanksi atas pelecehan itu. Andar sendirilah yang memutuskan untuk PHK.

Sanksi dan Pelajaran

Dari 3 kasus di atas, seharusnya Dito paham, pembuktian atas pelecehan tidak serta merta dan tidak begitu mudah, seperti kasus Muin, karena itu jangan terburu-buru mengundurkan diri. Seharusnya ada saksi yang melihat tindakan Dito. Bila tidak ada saksi dan memang sebenarnya Dito melakukan tindakan tidak seberat pelecehan, Dito tidak seharusnya dikenakan sanksi.

Perusahaan juga dapat memindahkan Dito seperti kasus Andar. Tidak perlu langsung menuntut pengunduran diri, bila memang kasusnya tidak berat.

Namun posisi Dito sulit, seperti rekan kerja Edo. Di satu pihak dituduh oleh penumpang itu atas kesalahan berat dan di lain pihak perusahaan tidak membelanya. Perusahaan menetapkan praduga Dito bersalah dan buru-buru melakukan efisiensi. Jika, melalui hukuman perusahaan bisa mempertahankan nama baik, meski bertentangan dengan kebenaran, tampaknya perusahaan akan tetap melakukannya. Sayang sekali.

Memang sebaiknya Dito paham hukum. Ia lebih baik tetap tidak mengundurkan diri. Bila tidak, maka keputusan perusahaan untuk PHK berarti atas dasar efisiensi. Artinya Dito berhak atas pesangon. Dalam hal ini, Dito mungkin melihat sisi praktisnya dengan mengundurkan diri dan belajar untuk ikhlas. 

Seperti kata Helen Keller, seorang wanita buta tuli yang berhasil memenangkan 2 piala Oscar dalam hidupnya.

Segala sesuatu memiliki keajaibannya, bahkan dalam kegelapan dan keheningan, dan saya belajar, dalam keadaan apapun saya berada, untuk merasa puas.

Referensi

  1. https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2023/05/14

  2. Putusan 49/Pdt.Sus-PHI/2017/Pn Sby

  3. Putusan 278 K/Pdt.Sus-PHI/2013

  4. Putusan 509 K/Pdt.Sus-PHI/2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun