Seseorang dilahirkan dengan perasaan iri. Jika orang itu memberi jalan kepada perasaan tersebut, ia akan membawa dirinya sendiri ke kejahatan, dan setiap rasa kesetiaan dan itikad baik akan ditinggalkan.
Di Siantar, sebuah kota yang indah dan ramai di dekat Medan, ada sebuah cabang perusahaan besar dan bonafide. Di tahun 2021, Mulya seorang yang amat setia dengan perusahaan ditunjuk menjadi pimpinan cabang disitu. Mulya bekerja dari lulus kuliah sampai tahun lalu sepanjang lebih dari 25 tahun di perusahaan yang sama. Ia meniti karir dari tingkat terbawah sampai akhirnya menjadi pimpinan, tapi sayang ada nila setitik dalam karirnya.
Di perusahaannya, ada lebih dari 27,100 karyawan dan lebih banyak yang berambisi meniti karir ke atas daripada yang merasa sudah nyaman. Beberapa tahun lagi Mulya pensiun dan berharap pensiunnya dapat dinikmati sebagai liburan indah yang berkepanjangan, bukan sebagai penolakan, dibuang ke tumpukan sampah.
Hidup Bisa Tiba-Tiba Bermimpi Buruk
Semua itu masih mimpi manis, sampai tiba-tiba kejadian yang tidak terduga dialaminya. Tim audit menemukan bahwa Mulya melakukan hal yang tidak boleh dilakukan.
"Apa kau tahu itu tindakan yang menyimpang, Mulya?" Tanya tim audit.
"Saya benar-benar lupa." Jawab Mulya memohon.
"Kau sudah 25 tahun disini, pasti kau tahu prosedurnya."
"Aku tahu, tapi lupa. Sungguh, kali ini tidak ada maksud lain." Mulya membela diri.
"Kau lupa?"
"Ya, betul."
Tindakan Mulya tidak menyetorkan uang selisih kas sebesar lima puluh juta rupiah itu dianggap fraud atau pemalsuan laporan. Tindakan ini tabu, karena dianggap mempunyai niat tidak baik. Ada suatu yang menutupi kecurangan dan yang merugikan perusahaan. Kejadian ini dituangkan oleh tim audit dalam berita acara di bulan September 2021.Â
Uang sejumlah lima puluh juta rupiah atas kelebihan kas seharusnya disetor ke perusahaannya, tapi Mulya menyimpannya dan tidak melaporkan pada atasannya. Mulya mengakui hal ini, dengan tulus, dengan sungguh-sungguh. Namun dugaan orang termasuk atasannya terhadap motivasi Mulya menjadi mimpi buruk yang panjang.
"Bisa saja ia pakai dulu untuk keperluan pribadi. Mungkin ia lagi benar-benar butuh." Kata atasannya.
"Aku curiga ia memutar uang itu dulu untuk mendapat bunganya." Menurut seorang tim audit.
"Mungkin sebelumnya ia juga melakukan itu." Jawab anggota tim lainnya.
"Barangkali sudah berkali-kali."
"...dan dana yang diambil lebih besar."
Kepercayaan Yang Menguap
Semua yang tahu tindakan Mulya menduga-duga. Apapun alasan Mulya, hampir tak ada gunanya.Â
Semua orang suudzon, semua tetap tak dapat menoleransi. Tim audit menetapkan tindakannya dianggap fraud. Fatal.
Sinar matahari dapat membuat es menguap.Â
Kesalahan dapat membuat kepercayaan hilang tanpa bekas,Â
Manajemen mengambil tindakan tegas dan cepat di bulan September itu. Mulya dicopot dari kepala cabang di kota tersebut dan dipindah ke Medan sebagai staf. Ia di demosi lalu dimutasi. Tak ada yang percaya lagi pada Mulya. Nila setitik rusak susu sebelanga.
Setelah diskusi yang panjang antara atasannya, HRD dan manajemen bulan Oktober berikutnya, manajemen memutuskan untuk melakukan PHK terhadap Mulya. PHK tanpa pesangon. Alasannya adalah pelanggaran administratif yang disebutkan sebagai pelanggaran bersifat mendesak, dan tak perlu diberi pesangon. Inilah akhir dari 25 tahun kesetiaan.
Akhir Dari Kesetiaan, Menjadi Karyawan Yang 'Buruk'Â
PHK seperti ini adalah tindakan sewenang-wenang yang tak mempertimbangkan kesetiaan, ditambahl lagi mencap karyawan menjadi 'buruk'. Menurut Mulya, kesalahannya bukan pelanggaran bersifat mendesak dan tidak termasuk fraud, tapi kesalahan administratif ringan. Selama 25 tahun ia sudah berbuat benar, sekarang ia sudah mengakui, ia juga sudah mengembalikan. Betul ada kerugian, tapi dapat dilakukan restorative justice.
Ia sudah menerima dihukum demosi dan dimutasi. Seharusnya ia mengira hanya dikenakan sanksi administratif itu saja. Tapi kali ini tidak. Ia di PHK tanpa pesangon, hukuman terberat.Â
Mulya menolak pendapat manajemen bahwa ia tak mendapat pesangon. Hukumannya seharusnya ringan saja. PHK atas hukuman ringan berarti mengharuskan perusahaan membayar pesangon sebesar dua kali ketentuan sesuai undang-undang lama.
Kapal Yang Sama, Arah Yang Berbeda.
Manajemen berbeda pendapat dengan Mulya. Mereka menghargai kesetiaan, keterbukaan dan pengakuan Mulya, tapi arah selanjutnya berbeda. Manajemen mau tetap memakai undang-undang baru berdasarkan pelanggaran bersifat mendesak, dasarnya adalah pasal 52 dengan tidak memberikan pesangon dan perjanjian kerja bersama atau PKB.Â
PKB menyebutkan agar setiap karyawan "wajib berperilaku dan bertindak sesuai visi, misi, budaya kerja perusahaan sebagaimana yang dimaksud dalam prinsip 45, code of conduct dan good corporate governance." Dalam hal ini Mulya tidak bertindak sesuai semua yang di atas.
Terkadang Hal-Hal buruk, Membawa Pada Hal-Hal BaikÂ
Yang terjadi dalam hidup Mulya menempatkannya langsung di jalan menuju hal-hal buruk. Mulya stress, mentalnya jatuh atas perlakuan manajemen. Ia perlu beberapa minggu untuk dapat berpikir jernih kembali. Dalam keterpurukannya, ia memutuskan untuk maju, dengan berpikir menghargai diri sendiri.
Hal buruk bisa terjadi;Â
Bagaimana saya menanggapi mereka menentukan karakter sayaÂ
Bagaimana saya bertindak setelah jatuh menentukan kualitas hidup saya.Â
Saya dapat memilih untuk duduk dalam kesedihan abadi,Â
Dilumpuhkan oleh beratnya kehilangan saya,Â
Atau saya dapat memilih untuk bangkit dari rasa sakit;
Menjadi orang lebih baik, berbuat hal-hal baik;
Dan menghargai hadiah paling berharga yang saya miliki - hidup itu sendiri.
Dengan tekad untuk maju berjuang, Mulya membawa kasusnya ke sidang pengadilan. Mulya berusaha berargumen bahwa tindakannya bukan pelanggaran bersifat mendesak.
Pelanggarannya adalah administratif biasa dan ia telah di PHK sewenang-wenang karena itu berhak atas 2 kali ketentuan, tapi menurut perusahaan, ia telah melakukan pelanggaran serius, karena itu hanya berhak atas uang penggantian hak.
Duri Yang Tajam Membawa Serta Bunga Mawar
Hakim tidak setuju atas PHK Mulya dan pendapatnya adalah karena Mulya sekedar melanggar perjanjian kerja bersama atau kesalahan administratif. Artinya menurut undang-undang lama, Mulya berhak menerima 1 kali ketentuan pasal 156.
Dalam kasus ini, perusahaan kurang menjelaskan tentang sifat pelanggaran Mulya. Pelanggaran tersebut di mata hakim adalah pelanggaran ringan dan administratif. Padahal pelanggaran tersebut di mata perusahaan adalah pelanggaran berat dan mempunyai dampak luas.Â
Bobot pelanggaran seharusnya diperinci dan diperjelas dengan argumen dan berbagai dasar. Dampak pelanggaran seharusnya dikaitkan dengan resiko yang mungkin terjadi. Perusahaan perlu membuktikan bahwa Mulya melakukan penggelapan sementara atau memberi keterangan palsu hingga merugikan perusahaan.
Atas dasar dua hal di atas maka pelanggaran itu dapat dinyatakan sebagai pelanggaran bersifat mendesak ayat 2 pasal 52 PP 35. Karena itu karyawan seharusnya di PHK tanpa pesangon. Namun untungnya hal ini tidak dilakukan.
Tentu saja perusahaan mengajukan keberatan atas putusan hakim dan naik banding ke Mahkamah Agung. Keberatannya ada dalam hal bobot pelanggaran dan undang-undang yang dipakai, seharusnya undang-undang baru tentang Cipta Kerja.
Setelah banding, hakim MA menyatakan bahwa bobot pelanggaran memang ringan. Pelanggarannya tidak mempunyai dampak luas dan berat, sehingga PHK terhadap karyawan bukan bersifat mendesak. Karena itu pasal yang diterapkan adalah ayat 1 di pasal yang sama, 0,5 kali ketentuan.Â
Mulya beruntung karena perusahaan tak fokus berargumen pada pelanggaran bersifat mendesak. Ia masih menerima 0,5 kali daripada hanya uang penggantian hak.
Hal-hal Buruk Memang Terjadi Di Dunia
Perang, bencana alam, penyakit memang terjadi. Kelalaian di perusahaan bisa saja terjadi tanpa Anda mau. Namun dari situasi tersebut selalu muncul cerita tentang orang biasa yang melakukan hal luar biasa. Mulya masih bisa melakukan hal luar biasa, bangkit di keterpurukan, berargumen untuk pelanggaran bukan bersifat mendesak.
Kegembiraan hidup datang dari perjumpaan kita dengan pengalaman baru, dan karenanya tidak ada kegembiraan yang lebih besar daripada memiliki cakrawala yang terus berubah, karena setiap hari memiliki matahari yang baru dan berbeda.
Sumber dari Putusan nomor 135/Pdt.sus-PHI/2022/Pn.Mnd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H