Setelah diskusi yang panjang antara atasannya, HRD dan manajemen bulan Oktober berikutnya, manajemen memutuskan untuk melakukan PHK terhadap Mulya. PHK tanpa pesangon. Alasannya adalah pelanggaran administratif yang disebutkan sebagai pelanggaran bersifat mendesak, dan tak perlu diberi pesangon. Inilah akhir dari 25 tahun kesetiaan.
Akhir Dari Kesetiaan, Menjadi Karyawan Yang 'Buruk'Â
PHK seperti ini adalah tindakan sewenang-wenang yang tak mempertimbangkan kesetiaan, ditambahl lagi mencap karyawan menjadi 'buruk'. Menurut Mulya, kesalahannya bukan pelanggaran bersifat mendesak dan tidak termasuk fraud, tapi kesalahan administratif ringan. Selama 25 tahun ia sudah berbuat benar, sekarang ia sudah mengakui, ia juga sudah mengembalikan. Betul ada kerugian, tapi dapat dilakukan restorative justice.
Ia sudah menerima dihukum demosi dan dimutasi. Seharusnya ia mengira hanya dikenakan sanksi administratif itu saja. Tapi kali ini tidak. Ia di PHK tanpa pesangon, hukuman terberat.Â
Mulya menolak pendapat manajemen bahwa ia tak mendapat pesangon. Hukumannya seharusnya ringan saja. PHK atas hukuman ringan berarti mengharuskan perusahaan membayar pesangon sebesar dua kali ketentuan sesuai undang-undang lama.
Kapal Yang Sama, Arah Yang Berbeda.
Manajemen berbeda pendapat dengan Mulya. Mereka menghargai kesetiaan, keterbukaan dan pengakuan Mulya, tapi arah selanjutnya berbeda. Manajemen mau tetap memakai undang-undang baru berdasarkan pelanggaran bersifat mendesak, dasarnya adalah pasal 52 dengan tidak memberikan pesangon dan perjanjian kerja bersama atau PKB.Â
PKB menyebutkan agar setiap karyawan "wajib berperilaku dan bertindak sesuai visi, misi, budaya kerja perusahaan sebagaimana yang dimaksud dalam prinsip 45, code of conduct dan good corporate governance." Dalam hal ini Mulya tidak bertindak sesuai semua yang di atas.
Terkadang Hal-Hal buruk, Membawa Pada Hal-Hal BaikÂ
Yang terjadi dalam hidup Mulya menempatkannya langsung di jalan menuju hal-hal buruk. Mulya stress, mentalnya jatuh atas perlakuan manajemen. Ia perlu beberapa minggu untuk dapat berpikir jernih kembali. Dalam keterpurukannya, ia memutuskan untuk maju, dengan berpikir menghargai diri sendiri.
Hal buruk bisa terjadi;Â
Bagaimana saya menanggapi mereka menentukan karakter sayaÂ
Bagaimana saya bertindak setelah jatuh menentukan kualitas hidup saya.Â
Saya dapat memilih untuk duduk dalam kesedihan abadi,Â
Dilumpuhkan oleh beratnya kehilangan saya,Â
Atau saya dapat memilih untuk bangkit dari rasa sakit;
Menjadi orang lebih baik, berbuat hal-hal baik;
Dan menghargai hadiah paling berharga yang saya miliki - hidup itu sendiri.
Dengan tekad untuk maju berjuang, Mulya membawa kasusnya ke sidang pengadilan. Mulya berusaha berargumen bahwa tindakannya bukan pelanggaran bersifat mendesak.