Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Tak Puas Di Tempat Kerja, Dilawan Atau Ikhlas?

20 Februari 2023   21:12 Diperbarui: 13 Maret 2023   20:58 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bayangkan Anda telah membeli sebuah mobil baru, yang cantik dan suaranya lembut. Mobil yang saat Anda kendarai amat nyaman, seperti yang Anda impikan saat Anda masih mengendarai motor. Beberapa bulan kemudian, tetangga Anda membeli mobil yang sangat mewah, sehingga membuat mobil Anda terlihat seperti mobil antik, yang tertatih-tatih ketinggalan jaman. Apa yang terjadi?

Tekanan darah Anda meningkat dan kepuasan hidup Anda jatuh, walau Anda masih tetap mengendarai mobil yang sangat nyaman. Ternyata sesuatu yang Anda miliki relatif. Barang yang Anda miliki, dibandingkan dengan barang orang lain menjadi kurang bernilai.

Relatifkah "Kepuasan" itu?

Kepuasan kerja Anda itu relatif; tidak hanya dibandingkan dengan orang lain, tapi juga dibandingkan dengan masa lalu. Manajer yang bekerja di departemen paling tak keren, kini menjadi manajer di departemen paling keren, tentu akan lebih bahagia dibandingkan dengan manajer di departemen paling keren, tapi sekarang menjadi manajer di departemen paling tak keren. Ini terlepas dari fakta bahwa, secara rata-rata manajer di skenario kedua lebih tinggi dari staf di skenario pertama.

Singkatnya posisi di tempat kerja, mungkin hanya interpretasi. Artinya yang menentukan apakah posisi Anda akan membuat Anda puas atau tidak adalah diri sendiri. Mengapa? Karena perusahaan kadang melakukan hal yang tak wajar pada karyawannya, demosi, yang diikuti dengan PHK tanpa pesangon. 

Ada dua kasus di bawah ini, Ati dan Eni. Pertanyaan pertama: Bolehkah perusahaan melakukan demosi seperti itu? 

***

Ati Tidak Puas Dijadikan Guru SD

Sebuah sekolah di Bekasi yang menaungi seribu lebih siswa mempekerjakan Ati guru matematika SMA sejak 9 tahun lalu. Di tahun terakhir itu, yayasan sekolah memutuskan untuk memutasi Ati dari guru SMA ke guru SD. Namun keputusan ini dilakukan di bulan Maret ini menjadi tidak wajar.

Apa alasan mutasi Ati?

Alasannya jumlah siswa SMA merosot dan jumlah guru matematika di SMA itu menjadi terlalu banyak. Sedangkan siswa SD memerlukan tambahan guru matematika. Semacam restrukturisasi.

Alasannya memang tidak wajar, karena pemindahan ini dilakukan bukan di awal tahun ajaran baru. Lebih tidak wajar lagi karena keputusan ini diberikan saat Ati cuti melahirkan. Tapi sebenarnya gajinya sama.

Tidak Puas, Lalu Apa?

Ati tidak puas, Ati menolak, karena baginya posisi guru SD dianggapnya lebih rendah dari posisi guru SMA. Menurut Ati, keputusan ini berarti demosi. Menurut yayasan, mutasi. Mungkin menurut kebanyakan orang tua murid sama saja, tapi Ati nampaknya menganggap posisi guru SD tidak keren. Sejak selesai cuti melahirkan, Ati tetap datang, menunggu sampai jam pulang, tapi mengajar? Tidak. 

Karena itu yayasan tidak senang, lalu mencari-cari kesalahan Ati sampai akhirnya menemukan. Bahwa sejak kembali dari cuti itu, absen Ati tidak ada, bahkan selama lebih dari 5 hari berturut-turut. Memang tidak adanya absen itu karena masalah teknis, tapi yayasan memakai itu menjadi senjata untuk melakukan PHK terhadap Ati dan PHK-nya tanpa pesangon. Bolehkah yayasan melakukan mutasi atau demosi itu?

***

Eni Tidak Puas Dijadikan Guru Biasa

Di lain tempat, sebuah sekolah di Riau, mempekerjakan Eni dari yang mula-mula guru, setelah 2 tahun menjadi kepala sekolah, lalu 8 tahun kemudian menjadi kepala divisi yang sejajar posisinya dengan kepala sekolah. Lalu sebelum tahun ajaran baru 2022, sekolah melakukan restrukturisasi. Divisi Eni dihapus, posisi Eni tidak lagi kepala divisi, tapi menjadi guru lagi. Bukan saja posisinya diturunkan, tapi gajinya juga dikurangi. Menurut Eni, ini berarti demosi.

Tidak Puas, Lalu Apa?

Eni tidak puas, Eni menolak dan mengajukan keberatan yang sah, karena menurutnya, demosi ini hanya terjadi kalau kinerja seorang karyawan buruk sesuai peraturan perusahaan (PP). Sedangkan kinerjanya baik-baik saja. 

Menurut yayasan, demosi ini karena restrukturisasi, memang bukan karena kinerja. Karena PP tidak menyebutkan demosi itu dibenarkan karena restrukturisasi, yayasan cepat-cepat membuat PP baru setelah tahun ajaran baru 2022 itu. 

Buntut penolakan Eni seperti Ati. Sejak ditetapkan menjadi guru kembali, Eni tetap datang, absen, tapi mengajar? Tidak.

Yayasan tidak senang, lalu mencari-cari kesalahan Eni. Karena Eni tidak mengajar, yayasan memberi SP. Tentu saja Eni menolak. Perselisihan ini dibawa ke pengadilan. Pertanyaannya: Bolehkan yayasan melakukan demosi pada Eni, karena restrukturisasi?

Keputusan Hakim Atas Mutasi, Sahkah?

Setelah memeriksa perkara Eni, hakim memutuskan bahwa demosi itu tidak sah! Yayasan tidak dibenarkan melakukan demosi akibat restrukturisasi. Seharusnya posisi dan gaji Eni tetap setara kepala divisi. Disini kekeliruan yayasan. 

Strategi yayasan seharusnya begini:

Andai yayasan menurunkan posisi Eni, tapi tetap mempertahankan gaji, mungkin tidak terjadi perselisihan. Setelah dalam waktu 1 tahun lebih sedikit, yayasan menurunkan gaji Eni. Saat itu yayasan dapat beralasan bahwa karena Eni menerima posisinya, maka diasumsikan gajinya harus mengikuti. Bila dibawa ke pengadilan, Yayasan bisa menang.

Hakim menetapkan yayasan agar mem-PHK Eni, berdasarkan pasal 43. Pasal ini menyebutkan karena alasan efisiensi, pengusaha dapat melakukan PHK dengan memberi pesangon 1 kali ketentuan.

***

Keputusan Hakim Atas Mutasi Ati, Sahkah?

Bagaimana dengan Ati? Hakim berpendapat bila guru SMA ditugaskan menjadi guru SD, bukan mutasi, tapi demosi. Ini karena tidak ada penjelasan dari yayasan lebih lanjut. Karena itu Hakim memutuskan bahwa demosi atas Ati tidak sah. Atas pertanyaan "Bolehkah yayasan melakukan demosi seperti itu"?, jawabannya: tidak!. Yayasan tak boleh melakukan demosi dari guru SMA ke guru SD. 

Sebenarnya yayasan kurang informatif dan berinisiatif. Seharusnya yayasan berinisiatif menjelaskan pada hakim bahwa posisi guru sama semua levelnya.

Strategi yayasan seharusnya begini:

Yayasan membawa struktur gaji pada hakim dan menginformasikan bahwa gaji guru hampir sama di semua level guru. Jadi tidak ada guru SMA yang gajinya jauh lebih tinggi dari guru SD. Struktur gaji perlu dibuat sedemikian rupa sehingga mencerminkan hal itu dan hakim percaya tidak kenyataan bahwa posisi guru SMA lebih tinggi dari guru SD. Di lain pihak, kenyataannya memang tidak ada demosi. Yayasan bisa menang.

***

Ati dan Eni tidak puas karena posisi barunya, lalu melawan yayasan. Ati dipekerjakan kembali sementara Eni di PHK. 

Tak Puas Di Tempat Kerja? Pahami Kekurangan Anda

Kesimpulannya, pertama, pahami kekurangan Anda. Jika Anda tidak puas dengan posisi Anda saat ini, tapi tidak bisa mencari pekerjaan dengan gaji lebih tinggi saat ini, segeralah belajar. Siapa tahu dengan lebih pandai Anda bisa menutupi kekurangan Anda. Bila di-PHK, Anda bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik. 

Kedua, sekalipun tak puas, jangan melawan perusahaan saat Anda tidak yakin bisa mendapatkan pekerjaan di luar karena kemungkinan besar anda di PHK saat melawan.

Yang penting sekarang adalah Anda mengasah kemampuan di atas rata-rata atau setidaknya untuk satu bidang idealnya menjadi yang terbaik di bidang itu. Setelah hal itu jelas Anda akan memiliki dasar yang kuat untuk melawan perusahaan bila Anda tidak suka.

Referensi: 

Putusan_90_pdt.sus-phi_2019_pn.bdg

Putusan_64_pdt.sus-phi_2022_pn_pbr

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun