Aku tidak menentang polisi; Aku hanya takut pada mereka. Kata Alfred Hitchcock, sutradara film. Tak satupun karyawan berencana dilaporkan ke polisi oleh perusahaannya atau ditangkap polisi. Kecuali sejumlah kecil orang yang punya inovasi sendiri. Tapi bencana dapat datang kapan saja, seperti rekan kerja tiba-tiba menggelapkan uang, menabrak orang saat pergi kerja, seseorang langsung berurusan langsung dengan polisi.
Pertanyaannya: Bila itu terjadi, bolehkah perusahaan mem-PHK tanpa pesangon?
Seperti kasus Afi dan Andi. Dua kasus yang mirip, dengan prinsip solusi yang sama walau dengan pandangan yang berbeda.
Afi sudah jatuh tertimpa tangga besi.
Perusahaan di Kalimantan ini sudah seperti rumah kedua bagi Afi, yang sudah hampir 12 tahun bekerja disitu. Bukan saja manajemen, tapi rekan-rekannya menganggap Afi sebagai orang yang rajin dan bisa dipercaya. Prinsipnya yang dipegang teguh adalah bekerjalah semampu Anda, bukan "semau" Anda. Tidak heran Afi dipercaya semua untuk memegang pimpinan koperasi perusahaan.
Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Setelah bertahun-tahun memegang kepercayaan itu, kekacauan terjadi, koperasi merugi. Manajemen menurunkan tim audit dan ternyata menyimpulkan adanya penggelapan dana koperasi. Secara tidak langsung penyimpangan berkaitan dengan Afi, tapi peranan Afi belum telihat jelas.
Di sisi lain, Afi sendiri menolak terlibat dan mengaku tidak tahu. Kejadian ini karena rekan kerjanya yang melakukan dengan niat jahat. Manajemen tidak percaya Afi dan langsung melaporkan Afi ke polisi.Â
Bukan itu masalahnya, sudah dianggap terlibat, Afi dipecat pula dan tanpa pesangon. Manajemen berpendapat Afi diduga telah melakukan tindak pidana yang dianggap sebagai kesalahan berat, karena itu dapat dipecat tanpa pesangon. Bolehkah memecat Afi tanpa pesangon, setelah dilaporkan ke polisi?
Andi masih dianggap bekerjakah?
Kasus Andi mirip dengan Afi. Â Sebagai pekerja kebun sawit di Sumatera Selatan, Andi sudah bekerja lebih dari 7 tahun dan berstatus sebagai pegawai tetap. Tugas Andi adalah memuat sawit ke tempat penampungan. Suatu hari saat Andi sedang libur, ia tiba-tiba ditangkap polisi karena membawa senjata tajam. Polisi menyerahkannya ke pengadilan dan dalam waktu sekitar 4 bulan kemudian Andi baru dijatuhkan hukuman pidana oleh hakim.
Setelah mendapatkan putusan tetap, keluarga menghadap ke perusahaan, tapi ditolak. Perusahaan menyatakan bahwa Andi sudah mengundurkan diri sejak kira-kira ia ditangkap polisi; Bukan di PHK, tapi mengundurkan diri tanpa paksaan, karena itu sudah dianggap tak mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan.Â
Keluarga heran, karena setahu mereka Andi masih bekerja dan tidak mengundurkan diri. Bahkan bila pernyataan perusahaan itu benar, berati Andi tidak mendapatkan pesangon apapun dan tidak diberikan gaji sejak ditahan polisi.Â
Logikanya Andi tidak mungkin mengundurkan diri. Jadi saat keluarga menuntut di pengadilan, hakim memutuskan bahwa Andi telah di PHK oleh perusahaan, bukan mengundurkan diri. Bolehkah tindakan perusahaan mem-PHK tanpa pesangon?
Andi masih berhak mendapat apa?
Pada kasus Andi, hakim menganggap perusahaan telah mem-PHK dengan sewenang-wenang tanpa pesangon. Jadi tindakan perusahaan ini tidak benar. Harusnya perusahaan menerapkan pasal 53 UUCK karena Andi sudah ditahan polisi. Pasal ini menyebutkan perusahaan wajib memberi uang bantuan yang sudah diatur besarannya selama 4 bulan sejak Andi ditahan itu. Di kasus Andi, keluarga mendapat 35% dari gaji.Â
Setelah status Andi ditetapkan hakim bersalah, maka perusahaan baru dapat mem-PHK Andi, tapi tetap memberi uang tapi hanya uang penghargaan masa kerja. Saat itu Andi mendapat sebanyak 2 kali gaji, sesuai pasal 54. Perusahaan tidak boleh mem-PHK tanpa pesangon walau karyawan sudah dianggap ditahan.
Afi melakukan pelanggaran beratkah?
Pada kasus Afi, betul di dalam peraturan perusahaan tertulis bahwa perusahaan berhak memberi sanksi pada karyawan, bila mereka melakukan pelanggaran berat. Dalam kasus ini Afi dianggap telah melakukan pelanggaran berat dan lebih lagi telah menimbulkan kerugian perusahaan. Tapi tetap saja menurut hakim, Afi tidak boleh di-PHK tanpa pesangon.
Seharusnya perusahaan mem-PHK Afi dengan pesangon sesuai pasal 52. Pasal ini menyebutkan bahwa tetap harus ada pesangon untuk karyawan yang melanggar peraturan perusahaan dan mendapat SP. Tidak boleh dan tidak ada pasal yang membenarkan perusahaan mem-PHK karyawan, yang dilaporkan ke polisi tanpa pesangon. Pada kasus Afi, ia mendapatkan pesangon 0,5 kali ketentuan. Ini karena hakim membenarkan perusahaan bahwa Afi telah melakukan pelanggaran berat.Â
Bisakah Afi mendapatkan pesangon lebih besar?
Mungkin bisa. Sayang sekali sebenarnya bila Afi merasa tidak terlibat, Afi bisa berargumen bahwa tidak ada bukti ia terlibat dan ia tidak mendapatkan SP sebelum di PHK.Â
Andai Afi dapat memberi bukti bahwa ia tak terlibat, maka perusahaan tak dapat menerapkan pasal Afi melakukan pelanggaran berat. Walau mungkin ia lalai sehingga perusahaan rugi, ia dapat berargumen bahwa ia di PHK untuk mencegah terjadinya kerugian atau melakukan efisiensi. Berarti bukan pasal 52 yang diterapkan, tapi pasal 43. Afi bisa mendapatkan pesangon 1 kali ketentuan.
Kesimpulan.
Kedua kasus di atas kesimpulannya sama. Perusahaan tak boleh mem-PHK karyawan, yang dilaporkan ke polisi atau ditangkap polisi, tanpa pesangon.Â
Memang hidup itu tidak lurus; Hidup itu naik dan turun seperti roda. Bukan hanya Andi dan Afi yang tidak mau terjerumus ke dalam palung, Anda juga. Namun bila itu terjadi bertahanlah dan berusahalah untuk cerdas hukum. Masih ada masa depan, Anda tetap dapat merangkak naik ke atas gunung, walau butuh waktu; Hanya butuh waktu lebih lama.
Referensi:Â
Putusan_169_pdt.sus-phi_2022_pn_plg_20230215211832
Putusan_44_pdt.sus-phi_2022_pn_smr_20230218054036
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H