Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Mengkalibrasi Harapan, Memperlancar Hubungan Atasan Bawahan

12 Februari 2023   15:19 Diperbarui: 13 Februari 2023   21:32 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda sedang berhadapan dengan pasangan muda yang baru menikah, amat mesra dan menyatakan amat cocok satu dengan yang lain. Beberapa bulan kemudian Anda mendengar pasangan ini suka bertengkar. Menurut Anda berapa lama dibutuhkan untuk hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai? 2 tahun pertama? di bawah 5 tahun? Jawaban yang benar adalah di bawah 5 tahun bila mereka tidak mau menyesuaikan diri. (01)

Hubungan atasan dengan karyawan baru seperti pernikahan. Setelah beberapa waktu, harapan manajemen berubah menjadi lebih tinggi. Bila karyawan tidak terima dan berselisih terus, maka setelah 4 tahun, manajemen akan memutuskan untuk berpisah, PHK.

Hubungan dengan karyawan mengandung harapan, seperti hubungan pasangan suami istri yang mengandung harapan. Harapan manajemen pada karyawan terus berkembang sampai dimana: mereka pikir karyawan itu hebat tapi sebenarnya tak segitu hebat. 

Misalnya: berharap agar karyawannya harus bisa membereskan rutinitas dengan efisiensi tertentu, walau yang sekarang saja membereskan rutinitasnya sudah jungkir balik; Harus bisa menyelesaikan proyek lebih cepat, mencapai sales lebih banyak, membina bawahan lebih banyak. Daftar ini bisa terus bertambah, hingga sebenarnya hanya dikerjakan oleh manajer sekeluarga. 

Jadi harapan manajemen atas karyawannya tinggi, manajemen pikir karyawan mampu, padahal tidak. Atau sebaliknya manajemen berharap karyawan tak mampu, padahal mampu. Ini disebut MISKALIBRASI harapan. Harapan perusahaan profesional tapi over, terlalu percaya diri, tanpa didasari analisa fakta secara rinci, sistemik dan jangka panjang, itu membuat perselisihan. Jumlah kasus perselisihan yang masuk dalam suku dinas ketenagakerjaan di Jakarta adalah 169 kasus di tahun 2019.(02) 

Pertanyaannya adalah apa yang terjadi bila manajemen MISKALIBRASI harapannya?  

Jawabannya: atasan bisa kalah dengan bawahan; Khususnya yang cerdas hukum. 

Demosi Karyawan Tak Cerdas Hukum, Atasan Menang 

Kalibrasi berarti ada ukuran yang tepat. Manajemen mengkalibrasi harapan berarti: menetapkan harapan yang tepat, sesuai standar profesional, dan sesuai kemampuan karyawan. Bila harapan manajemen tak ada standar, lalu tak tercapai, bisa jadi karena miskalibrasi. Kemudian manajemen berselisih dan inginnya PHK. Apa yang dilakukan manajemen kadang-kadang mulai mencari-cari kesalahan si karyawan. Salah satu cara populer adalah mencari 'celah' Peraturan Perusahaan (PP). Manajemen mencari pasal PP yang dilanggar karyawan, agar dapat melakukan demosi.  

Bila demosi pada karyawan yang tak cerdas hukum, biaya menyingkirkan ia lebih murah. Karyawan menerima saja alasan demosi perusahaan adalah untuk pembinaan, memulihkan kinerja dan semangat karyawan, namun yang diharapkan adalah karyawan mengundurkan diri. Betul, kejadian paling sering mengikuti demosi adalah karyawan tidak masuk karena malu; Menanggapi itu, perusahaan langsung PHK berdasarkan pasal 93 no work no pay. 

Setelah Demosi, Masihkah Si Karyawan Bisa Menang? 

Jawabannya: masih! Menang itu berarti pengadilan membatalkan demosi, walau hampir seluruh kasus berakhir PHK. PHK masih bisa dimenangkan karyawan, bila hakim menemukan perusahaan sewenang-wenang. Demosi dan PHK atas demosi malah merugikan perusahaan, tidak merugikan karyawan, tergantung kasus dan bagaimana pengacara melakukan pembelaannya. 

Dari 10 kasus demosi yang dibahas berikut ini, 6 diantaranya pembelaan karyawan kalah dan 4 lagi menang. Artinya masih ada sedikit harapan untuk karyawan yang merasa di demosi sewenang-wenang, khususnya saat karyawan lebih teliti dan di sisi lain harapan perusahaan tak ada ukurannya dan tanpa memakai sistem yang profesional. Karena itu sebenarnya lebih baik perusahaan mengkalibrasi harapannya, daripada kalah.

Perusahaan Tanpa Berpikir Teliti-pun Menang Demosi

Ada 6 kasus tindakan demosi oleh perusahaan, dimana dianggap sewenang-wenang, tapi perusahaan menang. Di kasus ini tindakan karyawan kurang cerdas, hingga seharusnya perusahaan kalah, tapi ternyata perusahaan menang. Karyawan kalah, karena dua hal. Pertama, karyawan tidak masuk bekerja lagi setelah dilakukan demosi dan kedua, karyawan menerima demosi dalam jangka waktu lama, minimal 1 tahun.

Kasus ke-1. Ada seorang direktur HRD sebuah hotel terkenal (03) yang posisinya diturunkan menjadi office boy. Manajemen memakai cara paling umum untuk menyingkirkan sang direktur, yaitu menunjukan bahwa ia tidak disiplin. Manajemen berhasil membuat ia tidak masuk kerja sampai 14 hari sebulan, hingga dikenakan SP 1, 2 dan demosi. 

Padahal, sebaliknya sang direktur menyampaikan bahwa sesuai instruksi manajemen, satpam melarangnya masuk. Hakim menyatakan bahwa perusahaan benar bahwa direktur melanggar aturan, karena kenyataannya si direktur itu tak masuk, maka ia dapat di demosi.

Sayang sang direktur tidak membuat bukti bahwa ia tetap datang ke kantor waktu tak bekerja. Andai sang direktur melakukan itu dan memberi bukti dengan cara apapun, mungkin ia menang.

Hal yang mirip di kasus ke-2 menimpa seseorang yang mengalami demosi dari posisi manajer ke asisten, dan sekaligus dimutasi dari kantor Jakarta ke kantor Cikarang (04). Padahal di Cikarang itu, bukan kantor perusahaan, tapi kantor rekanan. Sepertinya manajemen membingungkan si karyawan dengan sengaja, hingga si karyawan banyak kali tidak datang kerja disitu.

Si karyawan kalah dianggap mangkir. Andai si karyawan membuktikan bahwa ia tetap datang bekerja sekalipun di kantor rekanan, mungkin ia menang. 

Kejadian paling jelas tentang ketidaksukaan manajemen pada karyawan di Medan, di kasus ke-3. Manajemen merasa ada keputusan si karyawan ini yang bertentangan dengan keputusan atasan. Manajemen langsung melakukan demosi yang dengan jelas merendahkan martabat si karyawan ini (05). Setelah 20 tahun bekerja, si karyawan dipindah dari posisi asisten manajer ke helper. 

Begitu juga di Jakarta Pusat, terjadi kasus yang mirip, si karyawan petugas sales yang awalnya cemerlang ini di demosi dari manajer menjadi supervisor. Alasannya adalah ia tidak masuk dalam jangka waktu lama dan omset cabang menurun, padahal ia sedang mengalami musibah, keguguran. Karena demosi, ia malu dan lama tidak masuk kerja. Di kasus ke-4 ini karyawan kalah di depan hakim, karena dianggap mengundurkan diri (06). 

Kasus ke-5 lebih menarik (07). Akibat karyawannya tetap ingin mempertahankan kualitas barang produksi, manajemen mendemosi posisi karyawan ini dari manajer ke staf, tanpa turun gaji. Si karyawan menerima demosi itu, tapi setahun kemudian gaji si karyawan ikut diturunkan setara gaji staf. Si karyawan menuntut gajinya dikembalikan, tapi kalah di pengadilan. Hakim menganggap dia sudah menerima demosi, lalu untuk tak ada dasarnya ia tak menerima penyesuaian gaji. 

Sayangnya si karyawan tidak langsung menuntut demosi itu. Seharusnya dia langsung menuntut demosi, tak menunggu selama 1 tahun.

Mirip kasus di atas, kasus ke-6 ini terjadi di Bandung, si karyawan diturunkan posisi dari asisten manajer menjadi staf, kali ini tanpa turun gaji (08). Tapi setelah 2 tahun, manajemen menyatakan bahwa si karyawan berkinerja rendah, jadi gajinya diturunkan. Si karyawan melawan di pengadilan, tapi terlambat, ia kalah, karena sama dengan kasus sebelumnya, hakim menganggap sang karyawan sudah menerima demosi.

Andai si karyawan dari pertama sudah langsung menuntut, jangan menunggu 2 tahun , mungkin ia bisa menang. 

Kesimpulannya, karyawan kalah, karena pertama, para karyawan ini tidak masuk kerja setelah demosi dilakukan, karena malu diperlakukan sewenang-wenang. Kedua para karyawan tidak menuntut demosi, karena gaji tidak turun, walau merasa diperlakukan tidak adil. Hal in bukan karena perusahaan yang bertindak profesional, tapi karyawan kurang cerdas. Harapan perusahaan karyawan tak mampu melawan, sudah tepat.

Karyawan Yang Berpikir Teliti Menang Demosi

Di bawah ini kasus dimana manajemen miskalibrasi harapannya. Mereka pikir karyawan tak mampu, padahal mampu. Karyawan mampu melawan dan menang.

Karyawan di kasus ke-6 sedikit beruntung, walau kalah dan dianggap demosinya sah, ia membuat hakim melihat satu kesalahan perusahaan, yaitu menurunkan gaji. Jadi turun posisi itu sah, tapi turun gaji itu tidak sah. Hakim menyatakan perusahaan tidak dibenarkan menurunkan gaji karyawan ini, karena tidak ada dasar peraturannya. Hingga pada waktu PHK, gaji yang dipakai pada perhitungan pesangon adalah gaji asisten manajer. 

Apa kunci kemenangan yang dipakai karyawan di kasus ke-6?

Kuncinya adalah perusahaan tak mampu memperlihatkan skala gaji yang tertulis dan sah sebagai dasar aturan. Si karyawan menuntut diperlihatkan skala gaji sesuai peraturan, tapi ternyata tak ada. 

Jadi pertama-tama, bila merasa diperlakukan, karyawan dapat menuntut diperlihatkan skala gaji yang sah. 

Seorang karyawan di Pekanbaru diturunkan dari manajer menjadi staff, alasannya restrukturisasi, di kasus ke-7 (09). Di pengadilan, alasan perusahaan diubah, bukan lagi karena perubahan struktur, tapi perusahaan menuduh karyawan itu telah melakukan berbagai tindakan indisipliner, namun semua itu dibantah oleh saksi-saksi.

Kunci kemenangan karyawan, karena ia tetap masuk bekerja dengan disiplin dan menunjukan keinginannya untuk bekerja. Sebaliknya saat ia minta struktur gaji, perusahaan tak dapat menunjukan. Karena itu hakim menganggap demosi tersebut keliru. 

Ada lagi karyawan di demosi dan tempat kerjanya dipindah oleh perusahaan ke luar pulau. Karyawan di kasus ke-8 yang berlokasi juga di Pekanbaru tetap masuk bekerja (10). Ia tetap mengunjungi kantor perusahaan di Pekanbaru tiap-tiap hari dan menunjukan buktinya. 

Di pengadilan, si karyawan menuntut diperlihatkannya metode penilaian kinerja secara profesional. Manajemen tidak dapat melihatkan itu. 

Jadi kedua, metode evaluasi profesional ini wajib ada.

Metodenya tidak ada, apalagi implementasinya. Walau manajemen memakai peraturan perusahaan (PP) bahwa tindakan demosi itu adalah hak istimewa perusahaan, hakim menolak.

Menurut hakim, sebelum mendemosi seharusnya perusahaan membina dulu dan pasal di PP itu harus ditolak, karena bertentangan dengan kewajaran. Apalagi perusahaan tak mempunyai metode penilaian itu. Hakim menganggap perusahaan sewenang-senang, hingga memenangkan karyawan ini dan menyatakan demosi itu tak sah. Beruntung ia mendapat hakim yang punya terobosan bahwa sekalipun PP sudah disahkan, tapi tetap materinya tidak selalu wajar, karena itu tidak sah.

Apa kunci argumen karyawan ini? 

Karyawan dapat menuntut metode penilaian kinerja profesional dan implementasi metode itu secara terbuka. Tidak ada hasil penilaian sistematis dan periodik, bukan sekali-kali. Perusahaannya semata-mata menilai dengan ad hoc dan subjektif, padahal wajarnya ada. 

Demosi tidak tanggung-tanggung dialami manajer sales di Semarang di kasus ke-9, alasannya karena tak capai target sales (11). Beberapa tahun sebelumnya ia adalah penerima penghargaan sales, tapi menurut karyawan ini, demosi itu dilakukan karena ia menjadi ketua serikat pekerja. Posisi karyawan ini saat menggugat adalah asisten rumah tangga di perusahaannya. 

Apa kunci kemenangan sang karyawan? 

Sama dengan sebelumnya, ia meminta perusahaan menunjukan metode penilaian kinerja terstruktur dan implementasinya, tapi perusahaan tidak punya. Penurunan posisi karyawan dianggap sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan harkat martabat dll; sehingga tindakan ini dianggap melanggar pasal 32 UU 13 2003.

Hakim juga membela karyawan di Tangerang, yang dituduh perusahaan menggelapkan barang di kasus ke-10 (12). Padahal sebenarnya si karyawan kurang paham SOP, bukan menggelapkan dan tidak ada itikad buruk. Tuduhan ini berujung pada pemberian SP, lalu demosi. Hakim menganulir SP tersebut pertama-tama, karena dari SP 2 ke SP 3 sudah lewat waktu 6 bulan. Kedua, karena karyawan ini melakukan pelanggaran prosedur bukan peraturan perusahaan (PP). 

Apa kunci kemenangannya?

Karyawan ini meminta dijelaskan dimana persisnya letak pelanggaran PP, tapi perusahaan tak dapat menunjukan, karena hanya pelanggaran SOP. 

Jadi ketiga, karyawan dapat menuntut persisnya dan secara rinci, dimana letaknya PP yang dilanggar, bukan sekedar SOP. Bila perusahaan tak punya sistem evaluasi kinerja yang bagus, semua pelanggaran dikaitkan ke PP.

Kalibrasi Dan Evaluasi

Harapan manajemen perlu "dikalibrasi". Artinya harapan disesuaikan dengan kemampuan karyawan. Instrumennya adalah sistem evaluasi kinerja yang profesional, dimana target terstruktur, ukuran terperinci dan implementasi sistemik, transparan, jangka panjang. Di lain pihak, karyawan juga bisa mencapai target itu. 

Melakukan demosi tanpa kalibrasi, hampir sama dengan miskalibrasi. Ini adalah cara yang penuh resiko, khususnya bila karyawan cerdas hukum.  Dengan mengkalibrasi harapan, hubungan pun bisa lebih lancar, bila mau atasan putus hubungan juga lebih lancar. 

Referensi:

(01)https://kemenag.go.id/read/dirjen-bimas-islam-80-persen-perceraian-pada- usia-perkawinan-di-bawah-5-tahun-rjq6g

(02) https://pusat.jakarta.go.id/news/2022/ sepanjang-2021-sudin-nakertrans-dan-energi-terima-ratusan-aduan-hubungan-industrial

(03) Rudi Fahrudi, Sumber Legal Standing, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.6 No.2 Sep 2022

(04) Sumber dari putusan nomor 174/Pdt.Sus-PHI/2021/Pn.Jkt.Pst.

(05) Sumber dari putusan nomor 70/Pdt.Sus-PHI/2016/Pn.Mdn.

(06) Sumber dari putusan nomor 13/Pdt.Sus-PHI/2019/Pn.Jkt.Pst.

(07) Sumber dari putusan nomor 723 K/Pdt.Sus-PHI/2012.

(08) Sumber dari putusan nomor 146/Pdt.Sus-PHI/2020/Pn.Bdg.

(09) Sumber dari putusan nomor 64/Pdt.Sus-PHI/2022/Pn.Pbr.

(10) Sumber dari putusan nomor 04/Pdt.Sus-PHI/2019/Pn.Pbr.

(11) Sumber dari putusan nomor 39/Pdt.Sus-PHI/2017/Pn.Smg.

(12) Sumber dari putusan nomor 69/Pdt.Sus-PHI//2020/Pn.Jkt.Pst

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun