Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melacak Jejak Sejarah Sampah dan Pasar Kota Bandung

25 Januari 2025   16:06 Diperbarui: 25 Januari 2025   16:06 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Kosambi, Kota Bandung pada 1981 Kredit Foto: https://sikn.jabarprov.go.id/index.php/suasana-pasar-kosambi-bandung

Laman Kota Bandung pada 24 Januari 2025 mengungkapkan Pemerintah kota menargetkan pada Maret mendat terdapat 500 Kawasan Merdeka Bebas Sampah (KBS).  Hingga saat ini Pemkot mengklaim terdapat 414 KBS telah terwujud. KBS itu mengacu pada pengelolahan sampah mandiri oleh masyarakat.

Baca: Bandung Targetkan 500 KBS  

Sampah merupakan masalah krusial yang dihadapi Pemerintahan Kota Bandung baru mendatang.  Beberapa kali sepanjang sejarahnya Bandung mengalami darurat sampah seperti yang terjadi pada 2023 pasca kebakaran TPA Sarimukti,.

Darurat sampah ini  bisa mengancam eksistensi Bandung  sebagai Paris Van Java.  Sampah bisa menjadi penghambat Bandung sebagai kota wisata.

Sejak kapan sih sampah menjadi masalah di Bandung? Ibu saya yang tinggal di Bandung pertangahan 1960-an bercerita bahwa Bandung termasuk pasarnya masih tergolong bersih walau becek.  Sampah belum menjadi masalah karena dibuang di bak sampah dan diangkut.  

Cerita ini diperkuat oleh kerabat saya yang masih kecil di era 1960-an akhir dan awal 1970-an bahwa Bandung belum tidak sekotor sekarang. Adang Gumilar, seorang rekan wartawan yang tinggal di Bandung sejak kelahirannya akhir 1950-an menyebut pada waktu itu belum ada masalah sampah, apalagi sampah plastik.

Pegiat lingkungan  di Bandung Tini Martini mengatakan dirinya baru menyadari sampah jadi masalah besar di Kota Bandung sejak era 1980-an  namun baru terasa pada satu dekade kemudian.  

Etti Rochaeti Soetisna, seorang penyair kelahiran Ciamis yang kemudian ke Bandung kuliah pada 1978 menceritakan hal senada. Menurut dia kantong plastik kresek baru dikenal di Ciamis pertengahan 1970-an dan di Bandung mungkin lebih awal.

"Pada msa itu belum ada pemilahan sapah di Kota Bandung,  Tetapi di kampung-kampung sampah dipilah, yang organic dipakai pupuk di kebun atau di sawah. Sementara yang non organik dibakar," ungkapnya.

Namun dua laporan dan satu surat pembaca  di Pikiran Rakjat pada 1969 dan awal 1970 mengungkapkan sebenarnya  Bandung mulai menghadapi masalah sampah.

Selasa malam, 4 November 1969 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin  usai mengikuti Jawa Barat Auto Rally 1969 dan mengadakan jumpa pers bersama Wali Kota Bandung Hidayat Sukardimajaya di Hotel Grand Preanger.  Bang Ali menunjukkan kesan positif terhadap kondisi jalan-jalan yang dilalui rombongannya dan peserta rally.

Namun ketika mengomentara keadaan Kota Bandung pada masa itu, Ali Sadikin menyampaikan Kota Bandung adalah kota yang paling kotor di antara seluruh kota di Jawa Barat.  Untuk itu  Bang Ali menyarankan Kota Bandung mengadakan perbaikan infrastruktur besar-besaran untuk mengatasi masalah itu.

"Bandung harus memiliki uang antara  Rp300 hingga Rp500 juta," ujar Bang Ali seperti dikutip dari Pikiran Rakjat 5 November 1969.  Dia menganjukan Bandung meniru Jakarta yang membuat lokalisasi judi  untuk menyedot uang orang kaya untuk pembangunan.

Bang Ali mengingatkan bahwa kalau masalah kebersihan ini termasuk sampah tidak bisa diselesaikan maka julukan Bandung sebagai Paris Van Java  hanya tinggal nama saja.

Pikiran Rakjat 5 Januari 1970  mengungkapkan sejumlah pasar di Kota Bandung mulai kumuh karena sampah.  Salah satu pasar disorot ialah Pasar Babatan yang merupakan pasar terbesar waktu itu, Pasar Baru,  Pasar Kosambi,  Pasar Tegallega hingga Pasar Kiaracondong.

Walaupun dalam musim kemarau pasar-pasar tersebut tanahnya becek, suasananya lembab, dan baunya bukan main.  Imbasnya higienis, kebersih dan kesehatan dari barang-barang  yang diperjuabelikan termasuk sayur mayur  menjadi tanda tanya.

Pada akhir 1960-an hingga awal 1970-an sejumlah pasar tidak resmi bermunculan. Pasar tersebut disebut pasar mambo, lapaknya menggunakan kain di atasnya dan tempat menjualnya dari anyaman bambu.

Jumlah sampah dari pasar resmi hingga tak resmi  di seluruh Kota Bandung menurut laporan itu menembus 60 ton.  Dari jumlah itu hanya sepertiganya yang terangkut karena kurangnya alat angkutan.  Ironisnya Panitya Kebersihan dan Keindahan Provinsi Jawa Barat waktu masih menempatkan Bandung sebagai kota yang terbersih se-Jawa Barat pada waktu itu.

Gunawan warga Kebon Jati, Kota Bandung dalam surat pembacanya menyoroti penanganan sampah pada masa itu di Bandung mengandalkan pembakaran di Astaanyar peninggalan masa kolonial yang sudah tertinggal zaman.

Pembakaran sampah di Astananyar hanya sanggup memusnahkan sampah sebanyak tiga  truk sampah kering dan dua truk sampah basah atau kira-kira 10 m3.  Jumlah ini tidak seimbang dengan sampah yang ada di Kota Bandung masa itu sekitar .1950 m3.

Sampah di Pasar Baru sampah yang tertimbun mencapai 200 M3. Untuk membuang sampah diperlukan 10 truk x 4 rit x 5M3.  Bilsa sewa truk termasuk buruhnya  Rp4.000, maka dibutuhkan dana Rp40.000. 

Dalam sebulan jumlahnya menjadi Rp1.200.000 dan setahun menembus Rp14.400.000.

Gunawan mengusulkan agar didirikan sejumlah oven sampah di sejumlah titik dengan harga Rp8 juta per oven hingga menghemat biaya pengangkutan.  Tentu saja pada waktu itu belum ada pengetahuan bahwa pembakaran sampah memberikan dampak lain bagi lingkungan.

Cerita seorang pedagang bernama Ahmad usia 68 tahunan  di Bandung Bergerak edisi 12 Juli 2023 menyebutkan kondisi Pasar Kosambi di mana para pedagang berjualan di bawah tenda kayu dan beralasan tanah hingga becek di musim hujan.  Hanya saja Pasar Kosambi waktu itu sudah ramai hingga 24 jam. 

Pasar Kosambi sebetulnya termasuk pasar tua di Kota Bandung sejak masa kolonial berdiri pada 1914. Het Nieuws van dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 10 September 1915 memberitakan pembukaan Pasar Kosambi.

"Pasar ini memiliki bangunannya terlihat rapi, dengan  biayanya juga mahal. Tidak kurang dari satu seribu orang  yang terlibat di pasar ini . Jadi orang dapat mengharapkan sesuatu yang baik untuk itu, jika peraturan kebersihan sekarang dipatuhi secara ketat." Demikian sambutan Kepala Dewan Kota.

Dalam berita disebut tak kurang 375 ribu gulden untuk pembiayaan pasar. Kehadiran Pasar Kosambi disebut melengkapi pasar yang sudah ada sebelumnya di Bandung yaitu Pasar Baru dan Pasar Andir.

De Preanger Bode 19 Agustus 1915 memberitakan  Pasar Kosambi semuanya dibangun dari beton dan besi oleh HolL Beton-Maatschappij, yang berarti bahwa persyaratan higienis dan kebersihan yang diperlukan terpenuhi. Sementara  pasar lama di Pasar Baroe sekarang telah telah dibersihkan sepenuhnya, dan pembangunan yang baru akan segera dimulai.

Dua berita tersebut mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Bandung masa kolonial memperhatkan masalah kebersihan sebagai syarat berdirinya pasar. Pembangunan dimulai pada Mei 1914 dan selesai pada Juli 1915.

Hanya saja dalam pemberitaan itu De Preanger Bode mengungkapkan  kondisi penduduk asli di Bandung smakin banyak yang terusir dari rumah mereka karena biaya sewa rumah mahal. Biaya sewa rumah memang melonjak seiring dengan perkembangan kota Bandung yang tadinya F1-2 menjadi F5 (gulden).

Tidak jarang didapati sebuah rumah ditinggal dua atau  tiga keluarga. Kondisi perumahan menindas penduduk pribumi. Preanger Bode ketika itu berharap  wilayah sekitar Pasar Kosambi yang mempunyai luas 1.253 meter persegi juga dijadikan kampung percontohan untuk masyarakat pribumi.

Dengan kata lain pemberitaan sudah memperingatkan bahwa populasi penduduk dan kemiskinan bakal menjadi masalah kota di masa mendatang.  Pertambahan populasi seperti halnya yang terjadi pada Jakarta memberikan masalah lingkuangan seperti bertambahnya jumlah sampah.

Irvan Sjafari

 

Main Foto: Pasar Kosambi 1981  https://sikn.jabarprov.go.id/index.php/suasana-pasar-kosambi-bandung

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun