Selasa malam, 4 November 1969 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin  usai mengikuti Jawa Barat Auto Rally 1969 dan mengadakan jumpa pers bersama Wali Kota Bandung Hidayat Sukardimajaya di Hotel Grand Preanger.  Bang Ali menunjukkan kesan positif terhadap kondisi jalan-jalan yang dilalui rombongannya dan peserta rally.
Namun ketika mengomentara keadaan Kota Bandung pada masa itu, Ali Sadikin menyampaikan Kota Bandung adalah kota yang paling kotor di antara seluruh kota di Jawa Barat.  Untuk itu  Bang Ali menyarankan Kota Bandung mengadakan perbaikan infrastruktur besar-besaran untuk mengatasi masalah itu.
"Bandung harus memiliki uang antara  Rp300 hingga Rp500 juta," ujar Bang Ali seperti dikutip dari Pikiran Rakjat 5 November 1969.  Dia menganjukan Bandung meniru Jakarta yang membuat lokalisasi judi  untuk menyedot uang orang kaya untuk pembangunan.
Bang Ali mengingatkan bahwa kalau masalah kebersihan ini termasuk sampah tidak bisa diselesaikan maka julukan Bandung sebagai Paris Van Java  hanya tinggal nama saja.
Pikiran Rakjat 5 Januari 1970 Â mengungkapkan sejumlah pasar di Kota Bandung mulai kumuh karena sampah. Â Salah satu pasar disorot ialah Pasar Babatan yang merupakan pasar terbesar waktu itu, Pasar Baru, Â Pasar Kosambi, Â Pasar Tegallega hingga Pasar Kiaracondong.
Walaupun dalam musim kemarau pasar-pasar tersebut tanahnya becek, suasananya lembab, dan baunya bukan main.  Imbasnya higienis, kebersih dan kesehatan dari barang-barang  yang diperjuabelikan termasuk sayur mayur  menjadi tanda tanya.
Pada akhir 1960-an hingga awal 1970-an sejumlah pasar tidak resmi bermunculan. Pasar tersebut disebut pasar mambo, lapaknya menggunakan kain di atasnya dan tempat menjualnya dari anyaman bambu.
Jumlah sampah dari pasar resmi hingga tak resmi  di seluruh Kota Bandung menurut laporan itu menembus 60 ton.  Dari jumlah itu hanya sepertiganya yang terangkut karena kurangnya alat angkutan.  Ironisnya Panitya Kebersihan dan Keindahan Provinsi Jawa Barat waktu masih menempatkan Bandung sebagai kota yang terbersih se-Jawa Barat pada waktu itu.
Gunawan warga Kebon Jati, Kota Bandung dalam surat pembacanya menyoroti penanganan sampah pada masa itu di Bandung mengandalkan pembakaran di Astaanyar peninggalan masa kolonial yang sudah tertinggal zaman.
Pembakaran sampah di Astananyar hanya sanggup memusnahkan sampah sebanyak tiga  truk sampah kering dan dua truk sampah basah atau kira-kira 10 m3.  Jumlah ini tidak seimbang dengan sampah yang ada di Kota Bandung masa itu sekitar .1950 m3.
Sampah di Pasar Baru sampah yang tertimbun mencapai 200 M3. Untuk membuang sampah diperlukan 10 truk x 4 rit x 5M3.  Bilsa sewa truk termasuk buruhnya  Rp4.000, maka dibutuhkan dana Rp40.000.Â