Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tropis awalnya diduga berasal dari Negara-negara Karibia pada abad ke 17, baru menjadi masalah kesehatan besar di negara-negara Asia Tenggara sejak pertengahan abad ke 20. Mengapa hal itu terjadi?
Pemanasan global membuat Demam Berdarah Dengue (DBD) berjangkit negara-negara subtropis, seperti negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Meningkatnya suhu membuat musim panas di Eropa dan AS menjadi lebih panjang membuat nyamuk Aades Agypte, vector untuk penyakit DBD dan chikungunya dapat hidup di Eropa dan Amerika Serikat.
Selain itu di AS dan Eropa tempat air jernih yang tidak mengalir tempat habitat nyamuk itu tersedia, sepeti AC, vas bunga, kolam renang pribadi. Virus itu diduga dibawa oleh orang Eropa yang berwisata ke negara endemic dan digigit nyamuk Aedes Agypte dan akhirnya menyebar.
The Conversation melaporkan kasus DBD pada 2022 mencapai 2,8 juta kasus. Â Capaian ini dua kali lipat tahun sebelumnya, yaitu 1,2 juta kasus. Sementara Prancis sudah mengidentifikasi keberadaan DBD dengan mencatat 12 kasus setiap tahun dan pada Juli 2022 dilaporkan 40 kasus.
Baca: Dengue Fever The Tropical Diseas Spreading EuropeÂ
Sejak kapankah DBD itu ada? Sumber yang saya dapatkan memberikan jejak sejarah  epidemi "yang menyerupai" DBD  tidak menjelaskan gejala klinis yang terperinci.
Olivia Brathwaite Dick dan kawan-kawannya dalam artikelnya bertajuk  "The History of Dengue Outbreaks in the Americas" yang dimuat di  "The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene"  pada  Oktober 2012 menyebut adanya epidemi mirip dengue pada 1635 di Martinique dan Guadalope pada di Panama pada 1699.
Mereka mengungkapkan DBD sudah umum terjadi di kota pelabuhan negara-negara Karibia, Amerika Selatan, Tengah abahkan Utara karena aktivitas komersial. Â Pada 1818, penyakit mirip dengue menjadi wabah di Peru dengan catatan kasus mencapai 50.000.
Selanjutnya wabah ini berjangkit di Karibia, Teluk Meksiko, Kepulauan Virgin, Kuba, Jamaika, Kolombia, Venezuela, New Orleans Savannah, Charleston dan akhirnya Meksiko. Para penulis menduga perdagangan budak Afrika menyebab penyakit menyebar ke areal lebih luas.
Namun masih tanda tanya penyakit di kawasan tersebut karena DBD, chikungunya, penyakit demam kuning, Mayaro. Karena pada era modern penelitian DBD baru terjadi pada 1943 hingga 1944.
Virus dengue merupakan anggota genus Flavivirus dalam famili Flaviviridae. Bersama dengan virus dengue, genus ini juga mencakup sejumlah virus lain yang ditularkan oleh nyamuk dan kutu mencakup virus demam kuning, West Nil dan sebagainya.
Pada 1943 ilmuwan Jepang Ren Kimura dan Susumu Hotta pertama kali mengisolasi virus DBD dengan cara mempelajari sampel darah pasien di Nagasaki, Jepang.
Setahun kemudian, Albert B. Sabin dan Walter Schlesinger secara terpisah mengisolasi virus dengue. Kedua ilmuwan tersebut telah mengisolasi virus yang sekarang disebut sebagai virus dengue 1 (DEN-1). Apakah DEN-1 satu-satunya jenis virus dengue.
Baca: Dengue Viruses
Bagaimana ceritanya DBD ini bisa-bisanya sampai ke Asia Tenggara? Dan di negara-negara di wilayah ini justru menjadi masalah kesehatan. Kemungkinan orang-orang Spanyol dari Karibia membawanya ke Philipina karena pelayaran global pada aad ke 18 dan 19?
Lulu Bravo dalam artikelnya "Epidemiology of Dengue Disease in the Philippines (2000--2011): A Systematic Literature Review 6 November 2014 menyebut epidemi pertama yang tercatat di Asia Tenggara terjadi di Manila pada 1954, sekalipun pada 1926 sudah ada laporan mengenai wabah seperti ini.Â
Lulu menuturkan  penyebaran virus di Phiipna didorong urbanisasi yang cepat, degradasi lingkungan, kurangnya pasokan air yang andal, dan pengelolaan serta pembuangan limbah padat yang tidak tepat.
Di Filipina, persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan meningkat dari 27,1% pada  1950 menjadi 58,5% pada 2000. Selama Perang Dunia II, pergerakan orang dan peralatan memperluas distribusi geografis nyamuk Aedes Aegypti di Asia Tenggara.  Demam berdarah telah menjadi penyakit yang wajib dilaporkan di Filipina sejak  1958.
Di Indonesia DBD Â baru diberitakan secara luas pada ahir 1969. Pikiran Rakjat 3 Desember 1969 mengungkapkan pernyataan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Herman Susilo bahwa tujuh dari 50 penderita DBD di Jakarta meninggal dunia.
Kebanyakan penderita berusia 2 hingga 7 tahun. Â Gejala klinis jelas bahwa penderita mengalami demm hebat selama 3 hingga 4 hari, panasnya hingga 40 derajat Celcius, waktu yang seharusnya dibawa ke rumah sakit, karena setelah itu terjadi pendarahan.
Berita menyebut bahwa DBD sebelumnya menyerang Jakarta pada 1954 namun tidak sehebat saat ini. Pada 1950-an kota-kota di Asia Tenggara seperti Manila, Bangkok, Singapura, Saigon diserang DBD.
Pikiran Rakjat 4 Desember 1969 memuat pernyataan Wakil Direktur RSU Hasan Sadikin dr. Zuchradi  menyampaikan bahwa beberapa orang meninggal akibat penyakit yang diduga sebagai DBD.  Pihak RSU Hasan Sadikin dilaporkan membuat bangsal sendiri mengantisipasi perawatan korban DBD.
"Demam berdarah tidak lagi dimonopoli kota-kota beriklim panas, seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi juga kota yang hawanya dingin seperti Bandung,' ujar Zuchradi dalam berita itu.
Pada waktu itu umumnya dinas kesehatan sudah tahu bahwa nyamuk ini bersarang di air jenrih yang tergenang, di halaman rumah dan menyerang siang hari.
Bagian Penyakit Dalam RSU Hasan Sadikin menurut Pikiran Rakjat 17 Desember 1969 tidak mengungkapkan angka-angka positif DBD, hanya menyebut tidak lebih dari 20 kasus.
Sementara Sukohar dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung  dalam makalah bertajuk "Demam Berdarah Dengue" dalam Medula, Volume 2, Nomor 2, Februari 2014 mengungkapkan  DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968  mencatat jumlah kasus DBD sebanyak 58 orang. Dari jumlah itu sebanyak 24 orang meninggal dunia.Â
Sayangnya belum ditemukan jejak mengapa DBD bisa menyebar ke seluruh Indonesia dan mendatangkan masalah pada dekade selanjutnya. Mungkin virus itu di bawah oleh orang-orang yang terjangkit, sementara vektornya sudah ada.  Hingga kini DBD hanya bisa diatasi dengan mengendalikan nyamuknya, mulai dari fogging hinga teknik bakteri  Wolbachia.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H