Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lutung Kasarung, dari Tradisi ke Film dan Budaya Pop

1 November 2024   21:26 Diperbarui: 2 November 2024   07:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lutung Kasarung adalah film bertema tradisi dan kearifan lokal yang tiga kali diangkat ke layar lebar sepanjang sejarah, kerap ditampilkan dalam pertunjukan panggung  dari masa ke masa, bahkan menjadi budaya pop dalam bentuk drama musikal dan iklan. 

Bukankah film pertama Indonesia bertemakan tradisi adalah Loetoeng Kasaroeng (ejaan lama dari lutung Kasarung)? Film bisu ini  dirilis oleh NV Film Java Company dengan sutradara L. Heuveldorp G. Kruger di Bandung pada 31 Desember 1926. Film ini diputar di Elita hingga 6 Januari 1927.

Mungkin alasan pertama dipilihnya  karena cerita rakyat dari tanah Priangan sudah populer masa itu. Buktinya  iklan  di Preanger Bode 9 Mei 1912, penerbit buku terkemuka G. Kolff & Ce  di Bandung menyebutkan telah menerbitkan Loetoeng Kasaroeng, Tjioeng Wanara dan Nyai Soemoer (sumber lain Nyi Sormoer Bandoeng, Nyi Sumur)

Kedua, sebelum pembuatan film Loetoeng Kasaroeng sudah dibuat pertunjukkan panggung pada 1921 oleh Bupati Bandung Wiranatakusumah dengan gending karesmen dengan dialog-dialog seperti musik tetabuhan termasuk menggunakan alat musik kecapi.

Robbie Widjaja  dalam artikelnya bertajuk "Lutung Kasarung"  di "Mimbar Indonesia" edisi  8, 21 Februari 1953 Pertunjukkan sandiwara terbuka di halaman Kabupaten Bandung  boleh dibilang kolosal pada zamannya diadakan di tiga panggung dan melibatkan 150 orang hingga bisa berlangsung dengan durasi non stop. 

Bagi sebagian  orang Belanda Loetoeng Kasaroeng dan juga sejumlah rakyat tanah Sunda sebangun dengan mitologi Yunani yang ditulis oleh pujangga Yunani klasik,  Homer, hingga menterjemahkan saja dari tradisi lisan bahasa Sunda ke bahasa Belanda dilakukan dengan hati-hati. Hal itu dikatakan dalam iklan di Het Nieuws van den dag Vorr Nederlandsch Indie 19 Desember 1935.

Iklan di harian de Locomotief  14 Februari 1927 menyebut setelah di Bandung film ini diputar di  Bioskop Mignon, Cirebon pada 14 hingga 17 Februari 1927. Film Sunda ini juga patut untuk ditonton bagi orang Eropa yang menyukainya.

Review film ini  diulas dalam Indische Courant  pada  5 Januari 1927. Ceritanya  seorang anak muda dewa berani memasuki kuil ibunya dan ditakdirkan untuk hidup di bumi sebagai lutung.

Kemudian dia  menjadikan dirinya berguna dengan membantu rakyat menanam padi. Setelah menyelesaikan tugas ini, dia akan menemukan wanita idamannya di antara manusia dan kemudian mendapatkan kembali statusnya sebagai putra dewa. 

Jelas menurut sejumlah review masa itu film ini dari tradisi pra Islam dan masuknya budaya menanam padi. Pada waktu itu menanam di huma bukan sawah yang baru muncul belakangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun