Budayawan Sunda Chye Retty Isnandes mengungkapkan Lutung Kasarung sangat populer dan bisa bertahan hingga sekarang. Pertama, adanya transformasi yang menjadikannya lestari.
Kedua, adanya masalah yang sangat memikat, mensubordinasi perempuan oleh perempuan demi kekuasaan. Sedangkan kekuasaan adalah isue yang sangat seksi dipandang dari sudut manapun.
Ketiga, pengeplotan cerita yang juga sangat memikat: konflik, pembayangan, ditambah unsur-unsur dongeng yang serba takjub mampu menawarkan ruang-ruang eksplorasi lain.
"Sehingga cerita bisa saja ditambahi dan dikurangi, demikian juga dengan tokoh seperti yang disebutkan adanya Ni Ronde, yang padahal tidak ada sama sekali tokoh itu," kata penulis buku "Kritik Sastra: Lutung Kasarung dalam Ekofeminisme Sunda", 2021 ketika saya hubungi, 1 November 2024.
Menurut Chye, Purba Rarang mewakili karakter laki-laki yang maskulin dan penuh ambisi, sedangkan Purba Sari mewakili perempuan yang halus dan lebih sabar dari laki-laki.
Mungkin Purba Rarang hanya diperalat belaka dengan nafsu kuasa laki-laki yang secara filsafat dianggap phalus yang tegak lurus dengan kekuasaan. Pembisikny aitu adalah Indrajaya yang laki-laki.
Chye juga mengatakan perempuan selalu dekat dengan alam, seperti yang diketahui bahwa penyebutan alam pun bergender perempuan: Ibu pertiwi, misalnya. Dengan demikian, secara ekofeminis, Purba Sari akan berhasil mendekati, menaklukan, dan bersahabat dengan alam.
Akhirnya memang Lutung Kasarung cerita rakyat Sunda yang paling menarik untuk menjadi budaya pop. Dan saya kira bisa diangkat kembali ke layar lebar dengan versi yang lebih segar Apalagi dengan semakin maju teknologi film seperti CGI bisa membuat Lutung Kasarung lebih spektakuler.
Irvan Sjafari
Foto-foto:
Foto Film Loeotoeng Kasaroeng Javaansche Sage 1927