Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Naik Kereta Ekonomi Zaman Now? Tidak Lagi "Menyiksa Diri"

25 Oktober 2024   09:20 Diperbarui: 25 Oktober 2024   09:24 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami juga ngrobrol hingga pola-pola perkotaan, saya baca buku di British Council soal Tata Kota dan catatannya saya perlihatkan ternyata cocok dengan kuliah dia.   Anne juga cerita soal Ospek, dia diminta seniornya  jadi pedagangan gerobak biar merasakan penderitaan rakyat kecil. Bagus juga idenya.  Nggak terasa tiga setengah jam habis tanpa terasa.

Sampai-sampai saya ikut turun-seharusnya di Gambir, bela-belain mengantarkan dia dapat taksi. Dia ke Bekasi, baru saya pulang ke Cienere, Depok.  Iseng banget. Belakangan saya tahu mengapa dia open, karena tahu saya wartawan dan dia juga punya kakak wartawan televisi.

Kereta kita segera tiba, di Jatingera kita kan berpisah  Berilah nama, alamat serta, lirik lagu Juwita Malam yang jadi bahan obrolan.

Ditindaklanjutin? Dideketin? Nggak juga. Memang waktu saya cuti ke Bandung berapa bulan kemudian datang ke kosnya kasih majalah, dia terkejut, tapi sudah. Senang ngobrol saja. Sudah itu lupa.

Tahun 1990-an naik Jabodetabek? Ngeri-ngeri sedap. Memang sumpek, kumuh,tidak hygenis tetapi banyak cerita yang didapat karena kantor di dekat Stasiun Jayakarta pulang naik kereta ke Pasarminggu. Begitu juga kalau liputan.

Saya sih toleran terhadap pengamen dan pedagang asongan yang berseliweran, tetapi ketika ada anak kecil memegang batu ditangan smabil minta duit reseh juga.  Kasih sih, tetapi masih kecil kok begitu?  Lalu Mei 1998, ketika  gas air mata ditembakan  masuk dalam gerbong Jabodetabek  seorang rekan saya ke kantor dengan mata nyaris tidak melihat.

Saya nggak tahu kenapa aparat menembakan gas air mata ke gerbong, mungkin ada demonstran menimpuk dari atas kereta di jembatan layang ke bawah. Untung nggak ada korban. Yang menimpuk juga salah dan aparat menembak juga salah, karena yang tidak ada kaitannya bisa kena.

Cerita bagusnya kalau ramai-ramai naik kereta jabodetabek, ketika sama-sama teman-teman PMR SMAN 28 ke Kebun Raya Bogor, berbagai bekal, begitu juga dengan teman-teman kantor.

Kalau zaman now. Ketika naik kereta komuter maupun jarak jauh sudah membaik termasuk kelas ekonomi.  Tepatnya ketka KAI di bawah Iganatius Jonan sejak 2009.

Sayangnya, kereta api parahyangan mendapatkan saingan yang lebih  efsien akibat hadirnya Jalan Tol Cipularang yang diikuti jasa shuttle travel membuat perjalanan ke Bandung terasa main-main karena hanya dua jam. Berangkat hari pagi dan malamnya pulang. Pemandangan terutama setelah Purwakarta juga lebih indah. Ada Rest Area untuk sekadar ngopi lima belas menit.

Bahkan lebih nyaman Pulang Pergi Jakarta Bandung daripada Kelapa Gading-Cinere yang waktunya tiga jam, bahkan pernah tujuh jam karena macet dan hujan. Saya pernah kerja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun