"He, Mbak Chichi, sedang meneliti atau tugas," sapa  Mia yang sudah mengenalnya.Â
Chichi berpakaian sipil.  Tentu Mia mengenalinya dari televisi atau media sosial. Dia hanya tersenyum. Bisa jadi  Si Pembunuh juga bisa mengenalinya sebagai polisi.
Si Pembunuh tentu membuat kartu anggota. Â Perpusnas ada CCTV. Dia pasti tertangkap kalau membunuh. Â Sebagai pembunuh bayaran tidak perlu pakai senjata sehingga bersih ketika masuk dari lantai ke lantai.
Klu pertama yang diberikan Si Saksi adalah Ken Dedes, De Melanger 1940. Â Surat kabar berbahasa Belanda, bagian microfilm di lantai 8. Â Jam 10.00. Â Dia terlambat lima menit.
Begitu memasuki ruang audivisual di mana ada dua microreader (alat untuk melihat microfilm), Chichi melihat salah satu di antaranya masih menyala dan satu lagi diisi oleh dua orang mahasiswi.
Satpam yang menjaga dan memberi hormat. Dia sudah mengenal Chichi ketika dia masih menjadi mahasiswa jurusan sejarah FIB UI. Â Begitu juga petugas layanan bernama Khoirun Nisa.
"Chichi!" sapanya sambil tertawa. "Kami mendapat kehormatan dikunjungi konten kreator yang produktif."
"Terima kasih. Â Ada yang mencariku? Bukankah kalian mengenali siapa pun yang datang di lantai 8 bagian audiovisual karena orangnya hanya biasanya itu-itu saja."
Nisa, demikian panggilannya terdiam sesaat.  Wajahnya menunjuk ke arah meja yang kosong, tetapi  microreadernya  masih menyala.
"Katanya dia pergi sebentar dan bilang Chichi Kemala akan datang. Sepertinya dia fansmu," ucap Nisa.
Chichi bergegas ke meja yang dimaksud. Dia terkejut  microreader itu membuka halaman  11 November 1940 memuat artikel penemuan sebuah situs di dekat Watugede, Singosari  dekat pertitraan Ken Dedes.Â