Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Liburan ke Puncak-Cipanas, Sebuah Catatan Sejarah

20 September 2024   09:37 Diperbarui: 20 September 2024   09:38 12673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi  Foto: jabar.tribunnews.com

Aneta 2 November 1953 memberitakan keduanya membicarakan persoalan karet di Indonesia.  Pada waktu itu ada boom (ekspor) karet sebagai imbas Perang Korea. Nixon waktu itu melakukan lawatan ke Timur Jauh.

Puncak Pass menjadi tempat pertemuan komunitas. Java Bode 13 November 1956 mengungkapkan tur pemilik sepeda kumbang, skuter dan sepeda motor milik Victoria dan H.M.W dari Jakarta-Bogor-Puncak dan Cipanas untuk bertemu dengan rombongan dari Bandung.  Mengapa mereka memilih Puncak-Cipanas, karena itu fasilitas yang tersedia dan bisa diakses.

Namun hingga 1950-an Puncak belum macet, bahkan kerap tidak aman karena ada gangguan keamanan dari pemberontakan DI/TII dan gerombolan lain. De Locomotief 10 September 1954 memberitakan sebuah angkutan truk diserang mengakibat seorang luka ringan.

Jadi tidak ada yang membedakan antara alasan orang berlibur ke Puncak sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini. Yang ada ialah kendaraan makin banyak sementara jalanan tidak bertambah.  Destinasi wisata terus dibangun sejak era 1980-an mulai dari Taman Safari hingga Kota Bunga. 

Pembangunan destinasi wisata ini sepertinya tidak didahului pembangunan infrastruktur lebih dulu, setidaknya jalan dilebarkan dan tidak menghitung berapa kendaraan yang bakal masuk.

Ada pemikiran mengapa tidak dibuat jalan alternatif lain? Ya, lewat jalur mana? Apakah jalan alternatif itu bisa didukung akses fasilitas seperti jalur tradisional?

Banyak hitungan mulai dari imbas ekonomi hingga dampak lingkungan.  Saya termasuk yang menentang karena hal kedua. Sekarang saja dampak ekologinya sudah terasa akibat pembangunan villa.

Kalau saya sih melihatnya Puncak-Cipanas sudah jenuh.  Tetapi tetap akan jadi tempat liburan. 

Ada sih alternatif lain di Sukabumi atau jembatan gantung yang panjang  atau pembangunan mirip "Disneyland" di kawasan Lido, namun secara tak langsung hanya menambah beban walau ada jalan tol baru ke Sukabumi, malah memperkuat  dan memperlebar konsentrasi kawasan turisme tanpa menghitung daya dukung. Lagipula tidak akan seramai Puncak, yang lebih murah-meriah.

Kejadian dan polanya  kok sama ya, dengan Kawasan Bandung Utara-Lembang? Sejarah wisatanya juga sama panjangnya.  Ini membutikan sulit menghapus sebuah citra tempat wisata yang sudah dibentuk sejarah yang panjang. 

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun