Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Aktivis Lingkungan Ungkap Kontaminasi Mikroplastik di Hulu Anak Sungai Citarum

4 September 2024   22:41 Diperbarui: 5 September 2024   07:04 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengambilan sampel air di salah satu hulu anak sungai di wilayah Bandung Raya-Foto: Koleksi Aqli Syahbana

Kawasan hulu seharusnya bersih dari sampah mikroplastik, namun  ternyata di Hulu Anak Sungai Citarum tidak demikian. Walaupun partikel masih kecil, namun menjadi indikasi bahwa ancaman mikroplastik sudah menyebar luas. 

Saya tidak terlalu terkejut atas hasil lab organisasi kajian ekologi dan lahan basah (Ecoton) terhadap lima sampel air di beberapa hulu  Sungai Citarum, terutama Sungai Cikapundung dan Sungai Cinambo.

Surat hasil uji lab itu saya diterima dari rekan saya aktivis lingkungan di kawasan Bandung Raya. Kontaminasi sampai di hulu sungai itu sudah saya duga ketika melihat sampah di DAS yang melalui kawasan Hutan Raya Djuanda, ketika melakukan  trekking ke sana beberapa waktu lalu.

Dalam surat hasil lab yang ditandatangani oleh Direktur Ecoton Daru Setyorini pada 2 September 2024 disampaikan pada sampel pertama Cigulung ditemukan lima fiber dan satu filamen dengan jumlah partikel enam.

Pada sampel kedua, Cinambo, ditemukan tujuh fiber dan dua filamen, sampel ketiga  Cipaganti terdapat 12 fiber dan satu filamen, sampel keempat Cikapundung Tengah, sebanyak  11 fiber dan dua filamen. 

Sampel kelima dari Batu Lonceng Cikapundung terdapat 12 fiber dan lima filamen.  Dengan demikian Ecoton mengidentifikasi bahwa di hulu Sungai Citarum terdapat mikroplastik.

Ketika saya hubungi peneliti Ecoton Amiruddin Muttaqin menyampaikan di temukannya mikroplastik merupakan indikator jika sungai sudah banyak sampah dari masyarakat maupun industri berkarakter plastik atau yang menghasilkan plastik yang berpotensi mencemari.

Kalau berdasarkan PP 22 Tahun  2021 baku mutu sungai harusnya nihil sampah. Jadi pengendalian sampah dari hulu yang harusnya di lakukan tidak berjalan dengan baik.

"Kalau dilihat bahayanya, mikroplastik berbahaya karena bahan plastik yang menyebabkan terbentuknya mikroplastik merupakan senyawa kimia yang masuk dalam kategori senyawa pengganggu hormone," ujar Amiruddin, 4 September 2024.

Aqli Syahbana dari Komunitas Kampoeng Tjibarani salah satu pihak yang memprakasai pengambilan sampel mengatakan hasil lab Ecoton mengatakan pencemaran mikroplastik sudah terjadi di hulu Sungai Citarum.

Ditemukan dua jenis mikroplastik yaitu fiber dan filamen, dengan fiber mendominasi (81.03%) dibandingkan filamen (18.96%). Dari kelima sampel, ditemukan total 58 partikel mikroplastik (47 fiber dan 11 filamen).

"Keberadaan mikroplastik di sumber air bersih (hulu sungai) adalah hal yang mengkhawatirkan, karena ini menunjukkan bahwa pencemaran plastik sudah mencapai daerah hulu," ujar Aqli.

Meskipun jumlahnya bervariasi antara 6-17 partikel per sampel, kehadiran mikroplastik di semua sampel menunjukkan bahwa masalah ini sudah menyebar.

Tidak ada standar baku mutu internasional untuk tingkat mikroplastik yang "aman" di perairan, sehingga sulit untuk mengatakan apakah jumlah ini "wajar" atau tidak.

Namun, mengingat bahwa ini adalah daerah hulu sungai yang seharusnya relatif bersih, keberadaan mikroplastik dalam jumlah tersebut bisa dianggap cukup mengkhawatirkan.

Perlu diingat bahwa mikroplastik dapat terakumulasi di alam dan organisme hidup, sehingga bahkan jumlah kecil pun bisa menjadi masalah jangka panjang.

Kesimpulannya, meskipun jumlah partikel mikroplastik mungkin tidak terlihat sangat tinggi, keberadaannya di semua sampel hulu Sungai Citarum menunjukkan situasi yang cukup mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian serius.

Ini bisa dianggap sebagai peringatan dini akan potensi masalah pencemaran mikroplastik yang lebih besar di masa depan jika tidak ditangani dengan baik.

Aktivis lingkungan ini mengatakan berbagai jenis sampah plastik di perairan sungai-sungai di Kota Bandung saja, seperti Cikapundung, Cikapundung Kolot, Cidurian, Cibeureum  dan sebagainya volumenya sudah sangat masif sekali.

Diperkirakan pada musim penghujan yang akan datang, seluruh sampah plastik pada setiap anak Sungai Citarum tersebut akan terseret arus dan terakumulasi di kawasan Jembatan BBS Batujajar dengan volume yang lebih tinggi dibanding pada Juni lalu.

"Hal tersebut tentu saja semakin membuktikan bahwa Sungai Citarum akan semakin tercemar oleh mikroplastik," pungkasnya.

Aqli menyebut  sampel air diambil bersama peneliti Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) Kholid Basyaiban  yang berbasis di Gresik. 

Mereka mengambil sampel air itu  pada awal Agustus 2024 lalu sebelum mengirimnya ke laboratorium Ecoton. Ternyata dari partikel mikroplastik yang ditemkan didominasi fiber yang banyak pada tesktil dan filamen dari plastik lentur kemungkinan dari kantong kresek.

Kholid dan Aqli menduga partikel mikroplastik itu karena aktvitas masyarakat dan wisatawan di hulu sungai.  Hal ini terjadi karena tidak adanya layanan tata kelola sampah.

"Seharusnya di hulu sungai lebih bersih dari kontaminasi.  Hanya saja saat ini sudah maraj aktivitas masyarakat dan wisata ada di hulu. Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat seharusnya mengantisipasi hal ini," ujar Kholid ketika saya hubungi, 4 September 2024.

Pemda harusnya menyediakan IPAL untuk limbah masyarakat dan menyediakan tempat sampah yang memadai buat masyarakat atau  para pelaku wisata hingga tidak membuang ke sungai.

Pertanyaan yang menggoda saya, di mana lokasi wisata yang dimaksud? Kemungkinan jalur Patrol ke Ujungberung yang melewati kebun kina dan pohon-pohon kayu putih yang pernah saya jelajahi pada 2014. 

Cuma bagaimana sampah kantong kresek bisa sampai di hulu sungai itu jadi tanda tanya karena jalur itu panjang menurut informasi saya dapat hampir 32 kilometer. Mengapa tidak dibawa saja? Apa kemungkinan mereka yang menggunakan motor? Kalau memang wisatawan pelakunya, bukan dari kalangan pencinta alam yang biasanya lewat di situ.

Namun kata Kholid  tetap pemda bertanggungjawab.  Nah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri (KLHK) mengakui dari 500 an kabupaten dan kota rata-rata di bawah 50 persen kapasitas pengelolaan sampahnya. 

Jumlahnya menurut hitungan Kholid hanya 35-40% daerah yang tata kelolanya terlayani dengan baik.  Pemda juga harus mendorong masyarakat tidak lagi menggunakan plastik sekali pakai.

Jadi kalau kontaminasi sudah sampai di hulu sungai sudah bukan hal mengejutkan.  Kejadian di Bandung Raya, bisa jadi terjadi di tempat lain.

Irvan Sjafari

Referensi pendukung

https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2533/membenahi-tata-kelola-sampah-nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun