Masalahnya  persentase tersebut akan meningkat hingga hampir setengahnya pada  2100. Meskipun prsentase itu dicoba dihambat  dengan pengurangan  radikal emisi gas rumah kaca.
Sebagai mamalia berdarah panas, manusia memiliki suhu tubuh yang konstan, sekitar  37  Celcius.  Tubuh kita dirancang untuk bekerja pada suhu tersebut.  Pada ushu itu ada keseimbangan konstan antara kehilangan panas dan kenaikan panas.
"Saat suhu inti tubuh menjadi terlalu panas berdampak pada fungsi dari  organ hingga enzim. Panas ekstrem  berimbas pada  ginjal dan jantung yang serius, dan hingga  otak," ujar  mantan peneliti kesehatan masyarakat di Universitas Nasional Australia Liz Hanna.
Jadi memang manusia bisa berharap mencegah bencana iklim mengerikan ini terjadi di masa mendatang,  pengurangan emisi karbon  mutlak harus  dilakukan di seluruh dunia.  Pertanyaanya apakah sudah terlambat atau belum?
Jika memang terlambat, punahkah manusia? Â Saya kira tidak. Namun apakah manusia hidup dalam kondisi menyenangkan atau tidak atau sengsara. Saya cenderung pada yang kedua.Â
Irvan Sjafari
Sumber TulisanÂ
leisure.harianjogja.com | who.int | koran.tempo.co | kompas.com | bbc.com | nature.com | technologyreview.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H