Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Gemini Syndrome: Episode Apel di Kota Batu

31 Mei 2024   23:57 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:17 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam aku menonton pertunjukkan bantengan di daerah Kayutangan. Kesenian campuran silat dan musik dengan orang memakai topeng kerbau, harimau dan kera.  Entah aslinya di Batu seperti apa, tetapi kalau yang aku saksikan di Kayutangan mereka memakai lagu Ande-ande Lumut.

Ketika menonton acara aku bertemu lagi dengan Siwi. Rupanya dia menginap di rumah seorang kawannya, katanya tinggal di Oro-oro Dowo.  Namun dia hanya menganggukan kepala dan aku tidak tertarik untuk mengajak bercakap-cakap.  Aku tidak mau gede rasa atau baper istilah anak gaul tetapi aku melihat matanya terus mengawasi aku.  Kemudian dia membuka ponselnya dan mengetik sesuatu.

 

Malang- Singosari 1915

"Mas, jangan tinggalkan kami," perempuan  ayu berkulit hitam manis itu memegang tangan laki-laki itu.  Sementara bocah laki-laki berusia 5 tahun itu menitik air melihat kepergian laki-laki meninggalkan rumah bambu itu.  Dia hanya berhenti sebentar melihat ke belakang, menatap wajah perempuan ayu itu dan bocah itu.

"Bapak!" teriak bocah itu.

"Mas, Aku tak bisa meninggalkan Ibu yang sakit di kamar sebelah.  Aku nggak mau kehilangan Ibu, setelah kehilangan Bapak."

"Ciri-ciri penyakit Ibumu sama seperti Bapakmu yang meninggal tiga tahun lalu di Desa Batu. Ada bisul-ibul di ketiak dan pangkal pahanya. Badannya panas. Orang menguburkannya juga meninggal cara yang sama. Lalu Kepala Desamu tidak melapor ke Meneer Vogel."

"Mereka akan bakar rumah-rumah di desa ini dan mengusir kita seperti terjadi  pada keluargaku di desa Temengungan," sengit perempuan ayu itu.

Tetapi lelaki itu  terus berlalu dengan wajah ketakutan.   Dia hanya membawa pakaian yang melekat di badan. Sebagai seorang jurnalis yang bekerja di koran Belanda laki-laki itu tahu apa yang dihadapi warga desa itu.  Tinggal menunggu waktu saja bendera merah berkibar di batas desa.

Namun begitu sampai di Kota Malang, lelaki itu langsung melapor ke Hospital Militair di sana.  Dia langsung diperiksa. Dokter yang memeriksa mengangguk  bahwa dia sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun