Tahu-tahu aku sudah terbaring di balai kayu beralas tikar. Pondok itu berlantai bambu dan dindingnya bambu.  Seekor lutung berbulu putih menatapku dari  atas lemari.  Perempuan muda  di sampingku dengan kendi air dan memberikan minuman kepadaku.
"Anjeun telah menyelamatkan lutung itu kedua kalinya, Hatur nuhun," kata perempuan itu.
Aku berupaya duduk. Mulanya berat, tetapi akhirnya berhasil. "Mana yang lain?"
Dia mengajakku mengikutinya tanpa berkata, Lalu perempuan itu menuntunku ke ruang sebelah. Di sana aku melihat Wawan, Sonny, Andika dan Berty terbaring dengan kepala terbuka.
Sebagian otak mereka sedang dipindahkan ke tubuh empat ekor lutung berbulu putih keabu-abuan itu oleh empat mahluk mirip manusia hanya mereka punya mata, hidung dan mulut yang ganjil. Aku ingin memekik, tetapi keempat mahluk tidak peduli ada aku.
"Mereka tetap hidup sebagai lutung pengganti empat ekor yang mereka bunuh, seperti terjadi pada pendaki yang hilang," kata perempuan itu.
"Siapa kalian?" Â tanya aku dengan gemetar.
"Penunggu Leuwueng Larangan tepatnya. Â Aku manusia seperti Aa, penghubung bekerja untuk mereka. Sudah ratusan tahun kami di sini. Aku tetap muda karena teknologi mahluk itu meregenerasi kulit dan organ tubuhku."
"Mereka mahluk gaib atau alien?"
"Bukan mahluk gaib kok.  Mereka punya teknologi transplantasi otak dari mahluk ke mahluk. Mereka datang dari satu tempat di langit ingin melindungi kehidupan  Bumi dari keserakahan. Dimulai dari tempat ini."
 "Anjeun, orang keempat yang dilihat warga terkait tiga orang hilang itu?" tanyaku.