Para sesepuh kampung adat selalu mengingatkan kepada para wistawan yang datang  ke Desa Cibeureum  jangan memasuki Leuwueng Hedjo yang kerap disebut Leuweung Larangan  yang batasnya ada di  Curug Beureum.  Rata-rata patuh.
Kawasan ini  masih asri, tetapi jarang mendapat kunjungan wisatawan karena letaknya terpencil di pedalaman Priangan Selatan.  Mereka melihat Curug Beureum akan jatuh hati. Air terjun meluncur dari ketinggian dua puluh lima meter di antara  rerumpunan bambu yang rapat di kanan dan kiri.
Warga kampung saja tidak berani sembarangan  masuk hutan itu. Pamali!  Peneliti biologi  dari universitas ditemani sesepuh kampung atau penjaga hutan.  Mereka  mengambil sampel daun, bunga, serangga untuk mengetahui keanekaragaman hayati .
Tetapi tidak ada sampai  ke tengah hutan atau naik ke puncak gunung. Mereka harus turun sebelum matahari terbenam.  Gunung itu bukan untuk rekreasi pendakian, benar-benar untuk konservasi termasuk melindungi mata air di daerah itu.
Kamera petugas hutan pernah menangkap beberapa ekor macan tutul  lalu lalang memperkuat hutan tidak boleh sembarangan dimasuki. Babi hutan, kancil hingga lutung  yang ada di sana tidak boleh diburu.
Ada yang nekad masuk hutan  tanpa permisi?  Terakhir, ada tiga anak muda  hilang tahun lalu tidak ditemukan.  Para penjaga hutan cukup jengkel karena sudah tidak minta izin, lapor ke pos, tahu-tahu ada laporan keluarga kehilangan.
Aku suka solo hiking ke Curug Beureum untuk kontempelasi dari berbagai masalah pribadi.  Biasanya waktu week day di mana hari sepi. Aku selalu  menemui  Abah Cakra  atau Kang Anom sebelum naik dan patuh  untuk tidak melangkah jauh ke Leuweung larangan.
Tapi suatu Ketika aku menemukan lutung kecil  bulunya bagus putih keabu-abuan. Aku merasa kasihan mungkin dia terpisah dari orangtuanya dan membawanya ke atas tanpa lapor penjaga hutan atau sesepuh.
Sebetulnya takut juga mendengar suara ratusan lutung yang bersahutan di pohon-pohon dan ketika aku melepaskan lutung kecil yang segera memanjat pohon, berhenti sebentar di dahan menatapku, lalu lutung itu  naik lagi.
Gantian aku yang tersesat tidak tahu jalan turun.  Namun entah dari mana ada seorang gadis membawa kayu bakar  menuntunku ke jalan keluar kembali ke curug. Mungkin warga setempat mencari kayu.  Aku melapor ke Kang Anom dan Abah Cakra.