Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Dua Pendatang Misterius Epilog

11 Maret 2024   23:49 Diperbarui: 11 Maret 2024   23:50 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua Pendatang Misterius Epilog

Dua Pelarian

Bagaimana rasanya menjadi ikan yang berada dalam akuarium?  Habitatnya sudah tersedia dan bersih, makanan sudah disediakan.  Bahkan berkembang biak nyaris tanpa predator. Manusia yang memelihara telaten lagi.

Ikan-ikan itu merasa ada di surga. Tetapi seandainya ikan itu bisa berpikir seperti manusia tentu dia bertanya apakah ada ikan lain yang ada di luar akuarium?

Begitulah kami manusia yang tinggal di sebuah habitat bernama Bandung di bawah perlindungan para hiyang yang selalu menjaga kami di sebuah planet yang kami ketahui jauh dari asal ayah dan ibuku. 

Baca: Dua Pendatang Misterius Tujuh Belas  

Kami lahir di sini seperti ikan di akuarium di rumah kami di kawasan Antapani, Bandung versi Planet kami.  Populasi manusia di sini paling beberapa ribu orang  yang bisa tinggal di mana saja mereka suka.  Selain di Antapani, aku dan kakakku Ananda bisa tinggal di Buahbatu.

Kalau mau kami juga bisa menginap di Hotel Preanger, Savoy Homman, atau hotel backpacker di Braga. 

Udaranya bersih dan kendaraan yang ada sudah tersedia untuk mengantar setiap warga Bandung ke mana mereka suka.  Air besih mengalir di Sungai Cikapundung, bisa kami minum sesukanya.  Kami bisa memetik buah di pinggir jalan dan makan.

Mata kami dimanjakan dengan bunga mawar, melati, Sakura, anggrek dan aneka bunga lain berwarna-warni  di pinggir ruas jalan.  Apakah ini yang dimaksudkan Bandung sebagai kota kembang?  Hiyang mewujudkannya?

Di tengah Kota Bandung planet kami ada danau di tengah kota yang disebut Situ Aksan. Itu pengganti lapangan terbang yang dibuat kecil hanya sekadar ada. 

Menurut buku yang saya baca di perpustakaan dulu Bandung di planet asal ayah dan ibuku pernah ada danau dengan nama itu namun kemudian mengering. Aku dan teman-teman sering mandi di danau itu.  Bahkan air tertelan pun tidak berakibat apa-apa.  Tetapi ayah dan ibu bersama dua adik kami yang lain lebih suka berperahu.

Kalau ingin jajan, bisa makan di rumah makan kami suka. Ada warung Sunda, Resto Jepang, Resto Padang hingga fast food.   Selalu ada yang melayani, walaupun sebagian adalah para hiyang yang menyamar. Sebagian lagi manusia yang diminta bekerja.

Bagaimana nilai tukarnya? Uang ada. Tetapi dari mananya itu yang tidak kami tahu. Itu agar manusia di Bandung, Planet ini  generasi pertama merasa hidupnya normal.

 Oh, iya  namaku Adinda Sundari Rivai, siswa kelas III SMA Negeri di kawasan Cihampelas seperti Kakakku Ananda Sundari Rivai.  Kami memang anak kembar dari pasangan Rivai dan Sundari.

Para Hiyang menyuruh kami sekolah dengan materi yang kami suka. Pokoknya belajar. Aku menyukai biologi dan sejarah yang dulu mata pelajaran favorit ayahku.  Sementara kakakku menyukai Bahasa Indonesia dan pelajaran jurnalistik.

Kami bisa menonton film di bioskop sepulang sekolah atau bermain di Babakan Siliwangi atau alun-alun yang indah.  Jalan-jalan di BIP, Cihampelas Walk, atau Taman Hutan Raya.  Tidak ada sampah di jalanan, karena kami makan tanpa sisa. Para hiyang tahu takaran makan kami masing-masing jika makan di restoran atau di rumah. Jadi tidak ada sampah organic maupun sampah plastik? Buat apa plastik? Bungkus baju ambil dari butik atau factory outlet tinggal masukan tas, tentunya basa-basi dulu dengan yang punya toko.

Hujan? Oh, ada sekadar ada. Fungsinya buat menyegarkan. Itu hasil rekayasa. Tidak akan banjir. Hujannya juga bersih.  Ada kabut pagi-pagi.

Kami nggak perlu minuman botol, cukup tumbler yang sudah ada tinggal pilih minuman mana dan ada yang melayani, kalau bukan manusia yang bertugas tentu hiyang menyamar.

Walaupun film yang diputar adalah film-film lama yang sempat dilarikan para hiyang untuk hiburan para manusia di tempat yang sebetulnya seperti konservasi.  Itu saya simpulkan setelah saya baca sejumlah buku.

Sama seperti petugas suaka margasatwa di Bumi yang aku baca berusaha bersahabat dengan binatang. Bedanya Hiyang bisa membaca pikirn kami dan tahu keinginan kami.

"Bandung tempat asal kita seperti apa sih! Apakah seindah ini!"

"Nggak usah tanya-tanya! Sudah enak Bandung yang di sini!" Ibu saya Sundari menjawab dengan santai.

Tetapi ayah dan ibu tidak tahu diam-diam aku membaca diary terakhir milik ayahku yang lumayan memberikan informasi bahwa Bandung tempat asalku menyeramkan, mulai membuang sampah sembarangan, gangster bermotor, perdagangan perempuan, mata air banyak yang hilang.

Hingga curhatan diam-diam dia mencintai ibuku namun selalu nggak digubris.  Bahkan dia rela mati untuk ibuku.  Bahkan di catatan terakhir pada hari  pertama dia harusnya mati jadi perisai ibuku. Baca: Tengah Malam Jahanam

Ibuku pernah berapa kali teriak di tengah malam, waktu masa lalu dia nyaris dilecehkan laki-laki para penjualan perempuan itu.

Ayah berusaha menenangkannya.

Aku bersumpah jika punya kekuatan akan kubuat laki-laki ini mendapatkan cintanya. Aku bersumpah akan menghancurkan semua yang menyakiti ayah dan ibuku. Tetapi kan itu artinya aku kembali ke planet asal ayah dan ibuku, bagaimana caranya?

Logikanya seperti Hiyang mengambil ayah dan ibu dari Bumi dan menempatkannya di suaka manusia di sini?  Pasti mereka punya kendaraan yang bisa menempuh jarak jutaan tahun cahaya.

Kami sekeluarga dekat dengan Hiyang Ridara. Kami utak-atik dari nama ayah dan ibu.  Hiyang ini pernah diselamatkan oleh ayah dan ibu di tempat asalnya ketika jadi burung dan Hiyang Ridara ini menyelamatkan ayah dan ibu dari para durjana di tempat asalnya dan mahluk  yang gemar mengisap darah manusia.

Hiyang Ridara mengajari kami untuk membaca dan mengendalikan pikiran manusia bahkan hewan. Namun Ananda belajar sekadarnya, kalau aku tuntas. 

Namun kami berdua dikasih pakaian kamuflase yang membuat para hiyang di planet ini dan juga planet tempat asal manusia tidak tampak, tetapi ada orang yang punya bakat bisa melihatnya.

Dari Hiyang Ridara lah kami mengetahui bahwa tidak ada konflik di planet Bandung ini karena semua kebutuhan manusia tersedia.  Tidak perlu serakah, karena manusia generasi pertama tahu mereka tidak akan bisa keluar dari areal Bandung dan di luar sana mereka tidak bisa bernafas. Lalu untuk apa gaya-gayaan?

Yang pernah jadi persoalan adalah cinta.  Ada dua laki-laki yang baku hantam karena memperebutkan seorang perempuan. Akhirnya Hiyang menciptakan perempuan yang serupa persis perempuan itu dari DNA perempuan itu dan disesuaikan dengan fantasi laki-laki yang tidak dipilih perempuan pertama.  

Ridara cerita bahwa bangsa mereka punya stok tubuh manusia berupa embrio yang bisa diberi DNA dan kemudian dikembangkan dengan teknologi.  Lebih maju dari klonning yang pelajarannya sudah tamat waktu aku duduk di SMP.

Suatu ketika aku ingin menciptakan klonningku. Ananda melarang.  Hiyang Ridara mulanya tidak mau. Tapi aku merajuk.

Akhirnya tercipta tujuh klonning pertama dan aku minta dipercepat sampai umur tiga tahun lalu dikirim ke planet asal ayah dan ibuku, yang aku baca namanya Bumi. Aku yakin akan dipungut oleh manusia di sana.

Lalu aku iseng menciptakan belasan klonning lagi seusia aku. Mereka tidur hibernatus di laboratorium Hiyang Ridara. 

Namun yang satu saya hidupkan dengan bantuan Hiyang Ridara gara-gara ada cowok yang nggak aku suka ngejar-ngejar. Dia nekat ajak aku ke Pathan Lembang.   Tiba-tiba cowok itu ingin bunuh diri di depan aku, meloncat di tepi jurang Patahan Lembang.  Akhirnya cowok itu aku kuasai pikirannya dan diberi klonning aku yang sesuai fantasi.  Mereka kemudian bersenang-senang.

Namun ibuku marah dibuatnya, karena tidak izin dia.  Ibu keliru menyapa di Cihampelas Walk, tetapi namanya beda dan dia ciuman dengan cowok yang tidak dikenal ibunya.

Ayahku mau membela aku, tetapi bukan ibu namanya kalau tidak bisa membuat ayah tidak berkutik. "Kalau aku minta diklonning dan dikirim ke Bumi, merayu  sahabatmu yang mesum itu, Ganang Wicaksono, bagaimana?"

Aku ingin ke Bumi untuk menuntut balas terhadap orang yang menzalimi ayah dan ibuku. Mereka dulu jurnalis dan di planet ini juga jurnalis dengan media yang beritanya baik-baik saja.  Sekadar ada kerjaan saja. 

Di Bandung planet ada polisi kok, cuma masuk kantor, kadang berdiri di jalan seolah mengatur lalu lintas yang sudah tertib. Tidak ada kriminal di Bandung planet ini.

Sebagian dari manusia di sini diperkenankan belajar teknologi Hiyang, di antaranya kendaraan dengan baterai dari mineral dan surya. Ada seperti otopet yang bisa melayang, motor melayang dan aku juga mempelajari.

Kami diizinkan untuk mempersenjatai diri, karena Hiyang yakin tidak digunakan membunuh sesama manusia, tetapi mahluk penghisap darah yang gemar menyusup ke habitat manusia. 

Senjata itu mulai sinar inframerah, pedang yang mampu membelah logam, karena tubuh mahluk itu sekeras logam.  Aku menambahkan sumpit yang pelurunya cairan yang bisa membuat gatal. 

"Mengapa kamu mau kembali ke planet yang dikuasai manusia serakah dan perusak planetnya sendiri, Adinda? Bukankah di sini surga?" tanya Hiyang Ridara. "Di sana gravitasinya lebih rendah, kamu bisa berlari lebih cepat dan melompat lebih tinggi? "

"Aku bertemu dengan orangtua ibuku dan orangtua ayahku, guru ibuku, seperti apa rumah ibuku di Antapani yang replikanya ada di sini?"

"Kamu punya agenda lain?" tanya Ananda.

"Ibaratnya di sini adalah langit dengan surga. Kalau surga bisa diciptakan di langit atau di planet ini, maka surga bisa diciptakan di Bumi," kataku.

Hiyang Ridara tertengun. "Itu permintaanmu? Yakin kamu bisa berlaku adil pada manusia? Yakin dengan segala kelebihan kamu dari manusia di Bumi tidak akan menjadikan kamu malah jadi zalim?"

"Mungkin iya, mungkin tidak. Aku akan zalim pada manusia yang tidak bisa dibina, tetapi kalau masih mau diajak untuk tidak serakah, tidak merusak lingkungan aku memilih berupaya mengabulkan keinginan mereka, tolonglah Hiyang!"

Hiyang Ridara keberatan. Dia tahu konsekuensi dari bangsanya melarikan manusia dari tempat konservasi.  Tetapi akhirnya beberapa hiyang di sana setuju karena Bumi sudah parah membutuhkan penyelamat dan ada kemungkinan alien dari planet lain juga ingin menguasai Bumi.

Ananda akhirnya menemani.  Pada pagi buta kami meninggalkan rumah kami di antapani, membawa ponsel cerdas seperti yang digunakan ayah dan ibu kami di Bumi.  Kami membawa semua data, foto keluarga yang dipunyai ayah dan ibu.

Namun rupanya kedua adik kami Maharani dan Jagat Raya yang masih berusia delapan tahun melihat kami naik otopet.  Mereka membangunkan ayah dan ibu yang begitu panik  dan akhirnya mengikuti sampai ke perbatasan pemukiman manusia, yaitu hutan bambu di ujung Tahura. 

Di sana ada tiga bulan tidak seperti yang kami lihat di Bandung hanya ada satu bulan. Keempatnya hanya bisa menangis menyaksikan kami naik pesawat ruang angkasa Hiyang Ridara yang berukuran besar dengan lebih dari seribu tubuh manusia seusiaku yang bisa dibentuk jadi perempuan siapa saja. Hanya saja aku sesalkan mengapa Ananda tidak mau jadi replika laki-laki.

Aku bisa membaca pikiran ibuku Sundari, salam buat Mama atau Oma kamu, salam buat adikku atau tante kamu di Bandung nanti.  Jaga mereka ya, bilang maaf Sundari tidak bisa menemui mereka lagi dan mengabarkan telah menikah dengan ayahmu.

Ibu dan ayah merestui keinginan kalian. Jaga juga keluarga ayahmu dan teman-teman kami di Bumi.

Amanah ayah dan ibu kami laksanakan.

Pesawat kami melesat ke ruang angkasa, masuk lubang cacing untuk tiba di Bumi pada waktu berapa tahun setelah ayah dan ibu menghilang.

Tentunya kami butuh persiapan untuk mengejutkan keluarga ayah dan ibu di Bumi dan juga umat manusia.

Namaku Adinda Sundari Rivai.  Aku ingin membalas orang-orang yang zalim terhadap ayah dan ibuku, yang tidak sengaja membuang mereka dari orang-orang yang mereka cintai.  Walau mereka ada di surga.

Kami tidur hibernatus, tahu-tahu sudah berada di langit Bandung dan mendarat di sekitar  Kawah Putih Ciwidey malam hari.  Hiyang Ridara mengkamuflase pesawat kami hingga tak terlihat mata telanjang. 

Kami menggunakan kendaraan tak terlihat ke Bandung dan menyembunyikan peralatan di suatu tempat di Tahura. Kami menempati apartemen yang kami sewa dengan uang yang kami ambil dari rekening bank para orang-orang serakah dan koporasi perusak lingkungan.

Setelah beberapa minggu di Bumi beradaptasi, aku mulai mengirim chat WA ke ponsel milik adik ibuku. Dia panik bukan main melihat foto kami berdua. Siapa anjeun? Balasnya. Kami masih berduka.

Atau ini benaran teteh? Atau Kang Rivai. Kalian kalau sudah menikah nggak usah ngumpet. Kami merestui kok.  Kami senang kalau kalian selamat.

Baca: Dua Pendatang Misterius Bagian Pertama  https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/65689ea6c57afb44bc66cef2/dua-pendatang-misterius-bagian-satu 

"Dari bahasanya kelihatan Tante kita antara senang dan marah," timpal Ananda.

"Main-main dulu, baru kita perkenalkan diri," kataku.

"Apa sih mau kamu di Bumi Adinda? Kamu Mau jadi Ratu Adil di Bumi dengan kelebihan kamu? Atau justru sebaliknya kamu ingin jadi diktaktor?"

Aku tak menjawab. "Lihat saja nanti Kakakku!"  Tamat Episode ini.

Bersambung ke Ratu Adil: Runtuhnya Patriaki.  Juga sambungan Koloni.  Baca: Koloni 1-4   dan Koloni Epilog 

Irvan Sjafari

Foto:  https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/65689ea6c57afb44bc66cef2/dua-pendatang-misterius-bagian-satu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun