Namun rupanya kedua adik kami Maharani dan Jagat Raya yang masih berusia delapan tahun melihat kami naik otopet.  Mereka membangunkan ayah dan ibu yang begitu panik  dan akhirnya mengikuti sampai ke perbatasan pemukiman manusia, yaitu hutan bambu di ujung Tahura.Â
Di sana ada tiga bulan tidak seperti yang kami lihat di Bandung hanya ada satu bulan. Keempatnya hanya bisa menangis menyaksikan kami naik pesawat ruang angkasa Hiyang Ridara yang berukuran besar dengan lebih dari seribu tubuh manusia seusiaku yang bisa dibentuk jadi perempuan siapa saja. Hanya saja aku sesalkan mengapa Ananda tidak mau jadi replika laki-laki.
Aku bisa membaca pikiran ibuku Sundari, salam buat Mama atau Oma kamu, salam buat adikku atau tante kamu di Bandung nanti. Â Jaga mereka ya, bilang maaf Sundari tidak bisa menemui mereka lagi dan mengabarkan telah menikah dengan ayahmu.
Ibu dan ayah merestui keinginan kalian. Jaga juga keluarga ayahmu dan teman-teman kami di Bumi.
Amanah ayah dan ibu kami laksanakan.
Pesawat kami melesat ke ruang angkasa, masuk lubang cacing untuk tiba di Bumi pada waktu berapa tahun setelah ayah dan ibu menghilang.
Tentunya kami butuh persiapan untuk mengejutkan keluarga ayah dan ibu di Bumi dan juga umat manusia.
Namaku Adinda Sundari Rivai. Â Aku ingin membalas orang-orang yang zalim terhadap ayah dan ibuku, yang tidak sengaja membuang mereka dari orang-orang yang mereka cintai. Â Walau mereka ada di surga.
Kami tidur hibernatus, tahu-tahu sudah berada di langit Bandung dan mendarat di sekitar  Kawah Putih Ciwidey malam hari.  Hiyang Ridara mengkamuflase pesawat kami hingga tak terlihat mata telanjang.Â
Kami menggunakan kendaraan tak terlihat ke Bandung dan menyembunyikan peralatan di suatu tempat di Tahura. Kami menempati apartemen yang kami sewa dengan uang yang kami ambil dari rekening bank para orang-orang serakah dan koporasi perusak lingkungan.
Setelah beberapa minggu di Bumi beradaptasi, aku mulai mengirim chat WA ke ponsel milik adik ibuku. Dia panik bukan main melihat foto kami berdua. Siapa anjeun? Balasnya. Kami masih berduka.