Untuk percobaan tersebut, para peneliti memaparkan embrio silverside ke pestisida yang berbeda selama 96 jam, dengan konsentrasi 1 nanogram pestisida per liter air. Itu kira-kira sama dengan satu sendok teh pestisida di kolam renang ukuran Olimpiade, kata Brander.
Setelah 96 jam, larva ikan ditempatkan di air bersih dan dipelihara hingga berumur lima minggu setelah menetas.
Mereka kemudian dipelihara dalam akuarium yang lebih besar hingga mencapai kematangan reproduksi pada usia sekitar delapan bulan.
Saat itu, peneliti memijah ikan dewasa dan mengumpulkan keturunannya untuk dipelihara di air bersih. Respons perilaku diukur pada induk larva dan juga keturunan larva.
Peneliti menemukan ikan yang awalnya terkena pestisida menunjukkan perilaku hipoaktif, atau penurunan aktivitas, pada tahap larva, yang dapat menyebabkan mereka tidak mencari makanan sebanyak kelompok kontrol, jika berada di alam liar.
Sebaliknya, ikan generasi kedua, generasi yang tidak pernah terpapar pestisida, kecuali melalui induknya  ternyata menunjukkan perilaku hiperaktif, lebih banyak berenang, dan bertindak terlalu terstimulasi dibandingkan dengan kontrol.
Para peneliti berhipotesis bahwa ini adalah respons kompensasi terhadap perilaku hipoaktif generasi sebelumnya.
Pengujian juga menemukan bahwa ikan jantan dewasa yang diberi bifenthrin dan cyhalothrin sebagai larva memiliki gonad yang lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan generasi kedua mengalami peningkatan fekunditas.
Manusia Bisa TerdampakÂ
Meskipun banyak penelitian berfokus pada ikan zebra sebagai model kesehatan manusia, Brander mengatakan banyak spesies ikan yang memiliki persentase gen yang sama dengan manusia.
Hal ini  dapat digunakan sebagai model untuk memprediksi bagaimana manusia merespons suatu bahan kimia.