Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Virus ASF Bunuh Ribuan Babi di Papua Tengah, Jadi Isu Global?

19 Februari 2024   00:07 Diperbarui: 19 Februari 2024   00:14 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peternakan babi-Foto: FAO  https://virtual-learning-center.fao.org/

Kepala Dinas Perternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Mimika, Papua Tengah Sabelina Fitriani menyampaikan sebanyak 1.185 ekor babi di wilayahnya mati diserang virus African Swine Fever (ASF).

"Babi yang mati sudah dikuburkan secara masal oleh petugas dan warga sendiri," ujar Sabelima seperti dikutip dari Tribunne-Papua, 17 Februari 2024. 

Akibat serangan virus ini para peternak merugi dan sangat berdampak pada perekonomian. Sabelina meminta seluruh peternak babi di Mimika memisahkan babi yang sudah mempunyai ciri-ciri virus ASF agar tidak menular kepada babi lain.

Kandang peternak terpapar ASF harus dikosongkan selama enam bulan agar virus tidak menyebar mengingat virus ini bertahan hingga 100 hari pada kotoran dan air kencing babi dan enam bulan lamanya meskipun disimpan di kulkas.

Para peternak babi disarankan untuk mencuci kandang menggunakan bayclean dan sabun pembunuh kuman lainnya.  Sabelima juga menyarankan para peternak membuat kendang baru di lokasi berbeda.

Dinas melarang peternak yang babinya jadi korban virus ASF dilarang berkunjung ke kandang peternak lain karena bakal berdampak buruk terhadap ternak babi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Indonesia  menjelaskan ASF merupakan penyakit pada babi yang disebabkan oleh virus ASF dari famili Asfarviridae. Penyakit ini menimbulkan berbagai pendarahan organ internal pada babi domestik maupun babi hutan.  

ASF sangat menular dengan angka kematian yang sangat tinggi. Belum ada vaksin atau pengobatan efektif untuk penyakit ini. Babi yang sembuh dari infeksi akan bertindak sebagai carrier (agen pembawa virus) dalam darah dan jaringan tubuhnya.

Virus ini sangat tahan terhadap perubahan lingkungan, stabil pada pH 4-13 dan dapat bertahan hidup dalam darah (18 bulan), daging dingin (15 minggu) dan daging beku (selama beberapa tahun) serta dapat bertahan hingga 1 bulan dalam kandang babi.

ASFV dapat menyerang babi dari semua ras dan semua umur,  babi domestik (peliharaan) menjadi jenis yang paling peka terhadap penyakit ASF.

Gejala pada babi yang terinfeksi ASF antara lain demam tinggi, kehilangan nafsu makan, depresi, muntah, diare, abortus (keguguran), radang sendi, pendarahan pada kulut dan organ dalam serta perubahan warna kulit menjadi ungu.

Jenis babi hutan (Phacochoerus africanus dan P. aethiopicus), babi semak (Potamochoerus porcus dan P. larvatus), dan babi hutan raksasa (Hylochoerus meinertzhagen) kebanyakan tidak menunjukan gejala klinis saat terinfeksi. Namun beberapa jenis babi di atas cenderung lebih berperan sebagai reservoir virus.

Pada Februari 2019, untuk pertama kalinya ASF dikonfirmasi di kawasan Asia Tenggara, yaitu di Vietnam. Selanjutnya, infeksi ASF meluas hingga ke Kamboja, Laos, Filipina, Myanmar dan Timor Leste.

Pada Desember 2019, terdapat tujuh negara di Asia Tenggara yang telah mengkonfirmasi adanya kasus ASF termasuk Indonesia. Kasus ASF di Indonesia diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Jumlah kematian babi pada wabah ini mencapai 47.559 ekor dari total 1.277.741 ekor babi di Sumatera Utara (3,7%). Virus ASF juga dikonfirmasi telah menyebar ke 21 dari 33 kabupaten di Sumatera Utara (64%).

Afrika Selatan

Februari ini juga tidak menyenangkan bagi peternak di pinggiran Taman Groeneweide di George, Afrika Selatan. Departemen Pertanian negara ini mengkonfirmasi kepada BNN pada  7 Februari serangan ASF yang keempat kalinya sejak 2022. 

Wabah baru-baru ini telah merenggut nyawa sekitar 45  babi, menimbulkan kekhawatiran terhadap 250 babi yang tersisa di sekitarnya.

Peternakan kecil yang terletak di dekat lingkungan Taman Groeneweide yang tenang kini berada di bawah karantina pencegahan, sebuah pengingat akan cengkeraman virus yang tiada henti di sektor pertanian.

Demam babi Afrika merupakan ancaman berbahaya bagi ternak, ditandai dengan tingginya tingkat kematian pada babi. Dengan tidak tersedianya vaksinasi atau pengobatan saat ini, penyakit ini menghadirkan tantangan berat untuk memerangi penyebarannya.

Melanda Asia dan Eropa

Sementara International Union for Conversation and Nature mengabarkan ASF telah melanda Asia, Eropa dan Afrika, menghancurkan populasi babi domestik dan liar selama 10 hingga 20 tahun terakhir.

Dampaknya sangat signifikan di Kalimantan, di Asia Tenggara, dimana jumlah babi berjanggut telah menurun antara 90% dan 100% sejak babi tersebut tiba di pulau tersebut pada tahun 2021, kata para peneliti dari lembaga itu.

Babi-babi ini pernah menjadi spesies mamalia besar yang paling umum di pulau tersebut, dan memainkan peran penting sebagai insinyur ekosistem, menyebarkan benih dalam jarak yang jauh, menurut sebuah surat yang diterbitkan dalam jurnal Science.

 "Babi-babi ini telah menghilang," kata Prof Erik Meijaard, penulis utama surat tersebut dan mantan ketua Kelompok Spesialis Babi Liar IUCN seperti dikutip The Guardian 19 Januari 2024. 

Meijaard telah berkeliling menemui semua orang yang melakukan kamera jebakan di Kalimantan, dan secara konsisten kami melihat babi menghilang. Mereka sudah bertahun-tahun tidak melihat babi di kamera jebakan.

Ia juga memantau tujuh program pelacakan kamera di Malaysia, Indonesia, dan Brunei, yang tidak berlokasi di Pulau Kalimantan, dan menemukan bahwa populasi babi di sana anjlok pada 2019 dan 2020.

Meijaard mengatakan spesies babi berjanggut mungkin perlu dimasukkan kembali ke dalam daftar rentan hingga kritis akibat ASF.

Tidak ada bukti bahwa populasi babi hutan akan pulih sepenuhnya di Kalimantan atau pulau-pulau Asia Tenggara lainnya seperti Jawa dan Sumatra di Indonesia, Timor-Leste dan Filipina.

James Wood, ahli epidemiologi dari Universitas Cambridge mengungkapkan babi hutan adalah vektor penyakit, dan oleh karena itu merupakan ancaman bagi industri babi dalam negeri.

Spesies babi hutan, yang di Kalimantan dan pulau-pulau lain di Asia Tenggara dirusak oleh virus ASF, yang telah menyebar luas. di seluruh dunia melalui pergerakan babi dan produk babi yang dimediasi manusia.

Di Eropa serangan ASF pada pertenakan babi sangat cepat dengan jarak jauh.  Misalnya pada 2023, wabah ditemukan di 2 peternakan pada tanggal 23 Juni di timur laut Kroasia. Mungkin bukan suatu kebetulan bahwa hal ini terjadi tidak lama setelah kemunculannya di Bosnia-Herzegovina. 

Kroasia adalah negara ke 23 di Eropa yang melaporkan virus ASF di wilayahnya sejak genotipe II memasuki Eropa pada 2007 di pegunungan Kaukasia.

Negara tetangganya, Serbia, telah melaporkan wabah virus ASF sejak Agustus 2019. Negara-negara lain di Eropa Tenggara juga telah melaporkan virus ASF selama beberapa tahun terakhir, termasuk Rumania, Bulgaria, dan Yunani -- dengan tingkat keparahan dan kejadian yang berbeda-beda.

Hingga saat ini para ahli mengatakan penyakit ASF tidak berbahaya bagi manusia karena bersifat non-zoonosis (tidak menular kepada manusia).

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun